Jonathan tidak bisa tidur. Ia memejamkan mata, namun mata itu memaksa untuk terbuka. Bayangan wajah Karina muncul mengganggu. Juga Arga yang sepertinya gencar sekali mendekati Karina. Sampai pagi menjemput dan matahari perlahan memunculkan sinarnya. Awan hitam kembali menghias. Tampaknya akan mendung berawan sampai hari jadi siang.Jonathan masih menunjukkan tampang yang murung. Ia terbebani dengan kedekatan Arga dengan Karina. Sampai Kenneh masuk ke dalam mobil dan ingin mengajak Jonathan bicara. “Apa kita perlu mengecek ke bagian itu, atau kita suruh orang lain saja Pak. Kebetulan hari ini kita tidak banyak pekerjaan di pabrik!” ucap Kenneth, tapi untuk beberapa saat Jonathan hanya diam. Kenneth hampir melajukan kendaraan ke jalanan. Beberapa saat diperhatikan wajah Jonathan. Hingga akhirnya ia menepi lagi. “Pak, jadi gimana apa kita perlu mengecek bahan di lapangan atau tidak?”“Apa! Kamu tanya apa?” “Akhir-akhir ini kita butuh pemasukan bahan yang banyak. Apa kita perlu menge
“Sebenarnya kenapa mereka berdua seperti memperebutkan kamu?” tanya pak Abran. Manik matanya tertuju pada arina seorang. ia lalu menggelengkan kepala karena merasa heran. “Jangan-jangan kamu udah pelet mereka berdua ya?” tanya pak Abran dengan nada tidak suka. Karina tidak langsung menjawab tapi ia sangat terkejut mendengar itu. Ia hanya menatap Pak Abran dengan melotot.“Pak Abran, jaga bicara Anda. Kenapa Anda malah marah dengan cara yang tidak terdidik!” Meninggi nada bicara bu Riska. Ia tidak terima kalau anak buahnya disangka yang bukan-bukan. “Lha, terus gimana Bu. Tadi kalau kita tidak segera datang menghampiri pak Jo dan Pak Arga. Bisa-bisa salah satu dari mereka pasti ada yang celaka! Saya nggak paham mengapa mereka berdua memperebutkan seorang Karina untuk bersedia mendatangi ruangan mereka saat jam istirahat.”Bu Riska langsung melotot ke arah Pak Abran. “Itu karena mereka sudah merasakan getaran cinta di dalam hatinya. apa Anda paham. Saya rasa Anda tidak akan mengerti k
Bunga mawar putih digenggam oleh Jonathan di belakang punggung. Disembunyikan dengan sangat sempurna. Berjalan perlahan-lahan, hingga dirinya berada di belakang gadis yang disukai. Karina, merasakan ada sosok di belakangnya. Gadis itu pun menoleh dan melihat kehadiran Jonathan."Jo! Aku kira kamu udah pulang!" tegur Karina yang masih membereskan isi tasnya. Ia masih harus beberes, karena baru saja selesai dari ruang guru untuk menyelesaikan prakarya akhir tahun ajarannya.“Mana mungkin aku bisa tinggalin kamu!” Jonathan mendekat, ia segera mengusap pucuk kepala Karina dengan begitu sayang. “Jo, hentikan. Rambutku jadi berantakan!” Karina ingin berpaling. Namun, Jonathan mencegahnya. Telapak tangan Jonathan yang lebar dan kuat malah memaksa kepala Karina untuk menatapnya saat ini. Karina pun pasrah. Ia menatap wajah Jonathan yang selalu tampan. Lantas tersenyum dengan manis. “Ini buat kamu!” Mawar putih ditunjukkan pada Karina. Karina semakin semringah. Ia lalu mengambil mawar puti
Sebuah tempat yang panas. Matahari bersinar terang seperti biasanya. Arga mengusap peluh di leher yang terbelit ikatan dasi. Ia lepaskan dasinya dan menatap Kenneth."Kenapa harus aku? Kenapa bukan Jo yang melakukan tugas lapangan ini. Lagipula pemeriksaan detail harusnya bisa dilakukan oleh tenaga ahli," oceh Arga pada Kenneth yang mengajak dirinya siang ini memeriksa bahan dan kondisi tempat kerja bagian bahan. Juga bagian penagihan di luar kantor."Ehm pak Jo sudah mengecek semuanya tadi pagi dan pak Jo menyarankan untuk mengajak Anda juga untuk mengecek ulang agar sama-sama tahu. Namun, mendadak pak Jo tidak enak perut sehingga harus istirahat di ruangan dan tidak ikut kita!""Ah, melelahkan. Lain kali cukup orang lapangan saja dan jangan ajak aku. Lagipula disini tidak ada Karin.""Karin?""Ya Karin. Admin divisi tiga. Apa kamu kenal?""Saya!" Kenneth berpikir sebentar. "Saya pernah bertemu dengan dia beberapa kali. Namun tidak terlalu dekat. Dia hanya admin proses. Terlihat biasa
Memikirkan semuanya membuat Karina merasa sangat pusing. Ia tidak bisa tidur malam ini. Bahkan memejamkan mata saja sulit. Uang yang diberi oleh Jonathan terlalu banyak. Tidak masuk akal kalau itu hanya untuk upah membersihkan rak berkas. Juga hadiah milik Azka. Dari siapa dan mengapa. Semuanya berebut dipikirkan mencari jawaban.Arga, seharian juga tidak tampak batang hidungnya. Mengapa mendadak sekali saat Karina ingin bertanya perihal hadiah milik Azka. Apa Arga sengaja melakukan itu. Atau memang sudah terjadi sesuatu. "Sial! Aku nggak bisa tidur!" Karina duduk di tepi ranjang. Bersamaan dengan itu, ada tangan kecil yang meraba dan mencari keberadaannya."Bu, kok nggak tidur?" Azka membuka mata, lalu bergeser mendekati ibunya. "Lho, kamu kok bangun?" Karina mendekati Azka. Mencubit pipi gembulnya yang selalu terlihat menggemaskan."Aku pengen tidur bareng ibu. Tapi ibu malah sibuk duduk. Ini udah malem Bu. Emang ibu nggak bosen siang udah duduk terus?"Karina tersenyum. Sangat ce
Karina mengepalkan tangan menahan emosi. Ia ingin menampar mulut pria di depannya. Berani sekali menyamakan dirinya dengan beberapa admin produksi lain yang katanya menghalalkan segala cara untuk cari tambahan uang. Bahkan jadi selingkuhan manager atau ketua divisi pun dilakukan. "Saya tidak melakukan apapun dengan pak Jonathan ataupun Pak Arga!" jawab Karina tegas. Menatap dengan yakin kalau apa yang dikatakan memang benar.Ketua divisi itu terlihat tersenyum. Sepasang matanya menyipit merasa senang sekali. "Begitukah! Ya, kalau kamu sudah tidak dipakai sama pak Jo atau pak Arga. Saya bersedia jadi yang berikutnya. Saya tau kamu janda."Sontak Karina melotot tidak percaya. Ia tidak mengira kalau akan dipandang sebelah mata. "Sepertinya obrolan ini semakin membuat hati saya sakit. Lebih baik saya permisi!"Karina hanya bisa terisak dalam diam. Andai kebenaran bisa diungkap. Andai ia bisa bilang kalau dirinya adalah istrinya Jonathan. Andai kalau mertuanya mau menerima dirinya dan Azk
Tidak ada yang mudah untuk dilalui Karina dalam hidupnya. Meski telah menyembunyikan identitas, tetap saja ada masalah yang datang.Rumah begitu sepi malam ini, Azka tidak banyak bicara menceritakan harinya di sekolah.Ia sibuk mengatur alat sekolahnya untuk besok. Karina jadi ingin tahu.“Kenapa kamu bawa yang baru? Kamu sudah punya yang lama kan?” tanya Karina saat melihat Azka memasukkan segala alat baru sekolah ke dalam tasnya. “Aku mau pakai yang ini!”“Tapi Azka. Itu bukan punya kamu!”“Kalau bukan punya aku, kenapa dikirim ke rumah ini. Jelas-jelas semua hadiah yang dikirim ke sini atas nama Azka, Bu!”“Tapi ibu nggak tau siapa yang mengirim itu!”“Maaf Bu, Azka yakin yang ngirim pasti orang baik. Sudah berhari-hari semua hadiah ini ada disini. Dan tidak ada yang datang untuk meminta. Itu artinya semuanya memang milikku, milik Azka dan Azka mau bawa ke sekolah. Siapa tau yang ngirim hadiah bakal seneng kalau dipakai Azka gunakan alat sekolah baru ini!”Karina hanya bisa diam. K
"Karin, tunggu. Kita bisa kan jalan di luar sebagai teman. Aku ingin lebih dekat dengan kamu!" ungkap Arga yang secara brutal terus saja mencari celah untuk bisa dekat dengan Karina. Ia bahkan menahan perempuan itu untuk tidak pulang dulu sebelum mengiyakan keinginannya untuk jalan berdua.Karina melepas tangan Arga yang memegang lengannya. "Pak, dilihat orang. Pak Arga nggak malu. Pak Arga tau kan kita udah digosipkan lho. Dan saya tidak suka.""Gosip, aku nggak tau. Yang aku tau, aku mulai suka sama kamu Karin."Arga mengatakan itu begitu saja di tengah keramaian orang-orang yang berlalu lalang untuk pulang. Karina merasa bodoh. Ia seperti sedang bermain drama. "Pak, jangan begini. Pak Arga nggak malu apa!""Enggak!"Orang yang lewat seperti mendapat tontonan gratis. Sebagian mencuri kesempatan merekam momen itu. "Maaf, tapi saya harus pulang."“Aku anterin ya!”“Please Pak, berhenti. Jangan ikuti saya lagi!” pinta Karina. Ia sontak sedikit meninggikan nada bicaranya hingga menari