Tap-tap-tap-tap.
"Haah.. haah.. haah.."
Sudah lebih dari dua puluh menit, Marigold berlari sepanjang trotoar menuju The Alexander's Hotel. Kakinya yang hampir sembuh dari keseleo, menginjak kerikil kecil sehingga tidak tepat menapak, akibatnya rasa nyut-nyutan itu kembali lagi. Dan sialnya, tidak ada taksi yang lewat. Jika lewat pun, taksi itu sedang membawa penumpang.
Marigold bersandar pada tiang lampu kota, tersengal-sengal dan berusaha menetralkan nafas. Kepalanya mulai terasa pening karena berlari tanpa henti, ditambah perutnya mulai tegang dan melilit lagi. Meski dirinya atlet karate, namun kondisinya sangat tidak memungkinkan untuk mengikuti lari maraton jarak jauh, dibawah matahari yang sedang bersemangat untuk bersinar.
"Aduuh," keluh Marigold yang sedikit membungkuk sambil menyeka keringat. "Sudah jam berapa ini?" gumamnya sambil melihat waktu di jam tangannya. Seketika matanya membelak. "Mati aku. Sudah jam dua belas," teriaknya sambil mula
Ting. Pintu lift terbuka. Maximilian diikuti Martin masuk ke dalam lift. Keduanya baru saja menghadiri meeting penting di lantai enam. Agenda meeting hari ini adalah bertemu dengan para petinggi The Alexander's Hotel untuk kepentingan acara pameran parfum dari seluruh dunia, yang diadakan setiap dua tahun sekali, yang kali ini akan diadakan di hotel ini. "Agenda selanjutnya di aula lantai satu. Acara pemilihan gadis untuk milyader," kata Martin, asisten pribadi Maximilian Alexander. Maximilian yang sering dipanggil Max, berdecak tidak suka sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. "Tidak bisakah kamu saja yang mewakiliku? Aku malas menghadiri acara yang pastinya banyak wanita suka mencari perhatianku. Pokoknya pemenangnya harus Marigold Flora. Ingat itu!" "Tentu saja," jawab Martin sambil memutar bola matanya dengan sebal saat mendengar kata 'pokoknya' dari mulut atasannya. Ting. Lift telah tiba di lantai satu. Pintu lif
Maximilian berusaha menahan kantuk saat mengikuti acara pemilihan gadis untuk milyader. Beberapa kali, dirasakannya siku Martin menyenggol lengannya agar dirinya yang mengantuk, tidak jatuh tertidur. Sejauh ini sudah enam orang gadis yang maju ke panggung dan mempresentasikan dirinya. Beberapa pertanyaan dari juri juga diajukan untuk para finalis. "Sekarang, mari kita sambut finalis ketujuh, Alana Jasmine." Plok-plok-plok. Seorang gadis cantik menaiki tangga panggung dengan anggun. Dia mengenakan gaun merah menyala, memperlihatkan bahu terbuka dengan tali berkepang yang menghiasi pundak mulusnya. Kemudian menerima alat pengeras suara dari pembawa acara. "Pertanyaan untuk Nona Alana Jasmine," kata pembawa acara setelah Alana memperkenalkan dirinya. "Pertanyaan yang sama seperti finalis yang lain. Apa yang membuat anda bahagia? Dan apa yang ingin anda lakukan jika sang milyader memilihmu?" "Terima kasih," ucap Alana lembut namun lantang. "Saya a
"Dia tidak pantas menjadi juara," teriak keras seseorang ketika Marigold berjalan ragu, melintasi panggung. Alana Jasmine, dialah yang memprotes dengan suara lantang sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah Marigold. "DIA SAMA SEKALI TIDAK PANTAS!" Marigold berusaha menampilkan senyum terbaiknya. Tidak mungkin mempermalukan dirinya dengan menghajar Alana, teman sekolahnya dulu, di atas panggung. Marigold mengepalkan kedua tangannya untuk mengendalikan diri. "Nona Alana, tolong anda tenang sedikit," tegur pembawa acara tegas. "Anda sudah membuat keributan. Apa anda lupa bahwa acara ini disiarkan secara langsung?" Diingatkan bahwa ini adalah siaran langsung, membuat Alana sedikit terhenyak. "Maafkan aku," ucapnya lirih. "Aku hanya tidak terima jika Marigold, gadis udik itu yang menjadi juara satu. Menjadi gadis pilihan milyader." "Kenapa tidak terima? Apa anda mempertanyakan keputusan juri?" desak pembawa acara yang beberapa detik yang sebelumnya, me
Marigold membuka pintu lobi 'The Alexander's Hotel', dan mendapati dirinya tertarik ke pinggir area yang tertutup pepohonan. Punggungnya membentur keras ke dinding marmer hotel. Kemudian rambutnya ditarik kuat ke samping."Aduh," pekik Marigold kesakitan sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan seseorang pada rambutnya. Tarikan itu sangat kuat hingga rasanya kepalanya seolah akan lepas."Dasar jalang! Kamu sudah merusak segalanya! Kamu merebut mimpiku!" teriak seorang gadis yang dikenali Marigold sebagai Alana."Lepaskan aku, Alana. Sakit kepalaku, brengsek!" jerit Marigold frustasi. Air matanya sudah mengambang di pelupuk mata.DUAK.Kepala Marigold tiba-tiba dibenturkan ke tembok dengan keras. Mata Marigold langsung berkunang-kunang karena kerasnya benturan itu. Kemudian dengan sisa tenaganya yang sudah sangat terkuras, akibat berbagai drama hari ini, Marigold mencengkram pergelangan tangan Alana yang meremas bahunya, lalu memelintirnya kuat-kuat."Aduuuh." Kini giliran Alana ya
"Jadi Pak Umar ini adalah sopir pribadi tuan milyader, Maximilian Alexander?" "Benar, Nona Marigold," jawab Pak Umar yang membalas tatapan Marigold dari kaca spion tengah. "Saya sudah menjadi sopir keluarga Alexander sejak papa dari Tuan Maximilian masih hidup." "Oh, apakah papa dari Tuan Max sudah meninggal? Aku ikut berduka." "Lima belas tahun yang lalu. Kecelakaan pesawat. Jet pribadi yang ditumpangi Tuan Alexander menuju kepulauan di Samudera Atlantik, jatuh dan meledak. Seluruh penumpang jet pribadi meninggal dan tidak diketemukan jasadnya." "Oh, tidak," seru Marigold bersimpati, dengan kedua tangan menutupi mulutnya. "Berapa usia Tuan Max pada saat itu?" "Dua puluh tahun," sahut Pak Umar sambil menyalakan lampu sein kiri untuk masuk ke perumahan. "Kasihan sekali." "Tuan Max baru saja lulus kuliah di Inggris. Berita mengejutkan itu langsung mengubah total kehidupan Tuan Max. Di usia dua puluh tahun, Tuan Max diharuskan menggantikan posisi papanya sebagai tangan kanan di Th
Keesokan harinya. Cklek. Marigold membuka pintu depan rumah sepupunya karena mendengar bel di pagar. Ada dua mobil disana yang melambangkan orang kaya dan orang yang lebih kaya lagi. Marigold yang mengenali kedua mobil itu langsung memutar bola matanya. Matahari baru muncul, drama baru pun juga muncul. Hebat. "Selamat pagi, Nona Marigold," sapa Pak Umar, sopir pribadi dari tuan milyader. "Pagi, Pak Umar. Pintunya tidak dikunci, dorong saja lalu silakan masuk," ucap Marigold sambil berjalan keluar ke arah pagar, menghampiri pria paruh baya itu. "Baik." "Pagi Marigold," sapa seorang yang lain. Marigold menggeram rendah melihat laki-laki menyebalkan yang menebarkan senyum penuh pesonanya. Adam. Laki-laki menyebalkan itu adalah Adam. Kemudian Adam menarik lengan Marigold menjauhi pagar agar orang lain tidak mendengar apa yang akan dikatakannya. "Apaan sih?!" ketus Marigold yang menarik lepas lengannya dari cengkraman tangan Adam. "Kenapa pagi-pagi sudah nongol? Bikin bete saja."
Martin mematikan ponselnya lalu menyimpannya di saku. Martin menelpon Pak Umar yang membawa Marigold, pengantin Tuan Max, yang sudah terlambat hampir dua jam untuk datang ke villa pribadi tuan milyader. Agenda di villa adalah Marigold diharuskan melakukan perawatan sebelum melakukan malam pertama nya bersama Tuan Max. Dua puluh menit kemudian, mobil Rolls-Royce memasuki pelataran lobi villa. Martin bergegas mendekati mobil yang berhenti tepat di depan pintu masuk villa. Dibukanya pintu penumpang belakang... "Terima kasih," ucap seseorang yang keluar dari dalam mobil. Martin tersentak mundur, melihat seorang wanita cantik berdiri di samping pintu mobil yang terbuka. "Siapa kamu? Kenapa kamu bisa ada di mobil ini?" tanyanya bingung dengan mata menelusuri sosok wanita asing di depannya. "Pak Umar, Pak Umar?" "Ya Tuan Martin?" "Pak Umar, dimana Nona Marigold?" desaknya setengah berteriak. "Kenapa Pak Umar membawa gadis lain? Apa dia tertukar di tengah jalan?" tanya Martin bingung. "
"Selamat datang di villa ini, Nona Marigold," sapa Helen, yang bertanggung jawab atas semua keperluan Marigold selama di villa. "Kalau boleh tahu, ini.. siapa?" tanyanya dengan menatap Nina yang berdiri di samping Marigold."Sepupuku. Dia akan menemaniku disini. Tidak masalah kan?" Marigold menantang Helen yang berubah raut wajahnya melihat kehadiran Nina yang tidak diharapkan. Marigold ingin melihat apakah Helen juga akan bersitegang dengannya perihal kehadiran Nina di villa, seperti yang dilakukan Tuan Martin, asisten tuan milyader."Seharusnya tidak masalah. Nanti biar kuberitahu bagian dapur dan kebersihan, kalau ada satu tambahan orang lagi.""Bagus," sahut riang Marigold yang puas dengan jawaban Helen."Baiklah. Kalau begitu akan saya tunjukkan kamar anda. Sedangkan kamar untuk sepupu anda, baru bisa ditempati sore nanti. Kamar harus dibersihkan ulang, agar sepupu anda merasa nyaman. Jadi untuk sementara, sepupu anda akan berada di kamar anda.""Tidak masalah.""Mari.."Marigold