Martin mematikan ponselnya lalu menyimpannya di saku. Martin menelpon Pak Umar yang membawa Marigold, pengantin Tuan Max, yang sudah terlambat hampir dua jam untuk datang ke villa pribadi tuan milyader. Agenda di villa adalah Marigold diharuskan melakukan perawatan sebelum melakukan malam pertama nya bersama Tuan Max. Dua puluh menit kemudian, mobil Rolls-Royce memasuki pelataran lobi villa. Martin bergegas mendekati mobil yang berhenti tepat di depan pintu masuk villa. Dibukanya pintu penumpang belakang... "Terima kasih," ucap seseorang yang keluar dari dalam mobil. Martin tersentak mundur, melihat seorang wanita cantik berdiri di samping pintu mobil yang terbuka. "Siapa kamu? Kenapa kamu bisa ada di mobil ini?" tanyanya bingung dengan mata menelusuri sosok wanita asing di depannya. "Pak Umar, Pak Umar?" "Ya Tuan Martin?" "Pak Umar, dimana Nona Marigold?" desaknya setengah berteriak. "Kenapa Pak Umar membawa gadis lain? Apa dia tertukar di tengah jalan?" tanya Martin bingung. "
"Selamat datang di villa ini, Nona Marigold," sapa Helen, yang bertanggung jawab atas semua keperluan Marigold selama di villa. "Kalau boleh tahu, ini.. siapa?" tanyanya dengan menatap Nina yang berdiri di samping Marigold."Sepupuku. Dia akan menemaniku disini. Tidak masalah kan?" Marigold menantang Helen yang berubah raut wajahnya melihat kehadiran Nina yang tidak diharapkan. Marigold ingin melihat apakah Helen juga akan bersitegang dengannya perihal kehadiran Nina di villa, seperti yang dilakukan Tuan Martin, asisten tuan milyader."Seharusnya tidak masalah. Nanti biar kuberitahu bagian dapur dan kebersihan, kalau ada satu tambahan orang lagi.""Bagus," sahut riang Marigold yang puas dengan jawaban Helen."Baiklah. Kalau begitu akan saya tunjukkan kamar anda. Sedangkan kamar untuk sepupu anda, baru bisa ditempati sore nanti. Kamar harus dibersihkan ulang, agar sepupu anda merasa nyaman. Jadi untuk sementara, sepupu anda akan berada di kamar anda.""Tidak masalah.""Mari.."Marigold
"Ayo cepat bangun," teriak Nina dengan mengguncang tubuh Marigold yang sedang menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. "Pergi sana, aku masih mau tidur," balas Marigold dengan suara teredam. "Aku mau tidur sampai matahari terbenam. Badanku sakit semua." "Dasar manja," gerutu Nina sambil berusaha menarik selimut itu. "BANGUUUN..!" "Apa sih, Nina?" gerutu Marigold sambil menutupi kepala dengan bantal. "Aku masih mengantuk nih." "Bangun dan cepat mandi," perintah Nina sambil tetap mencengkram kuat selimut itu supaya Marigold tidak memakainya lagi. "Si ratu es itu sudah tiga kali datang kemari, dan dirimu masih bobok manis. Cepat bangun, jika tidak mau dijadikan es batu." "Ngaco ah," keluh Marigold sambil memeluk guling lagi. "Serius Marigold," seru Nina yang menarik lengan sepupunya agar bangun dari posisi berbaringnya. "Si ratu es sudah mengancam akan membawa golok kemari." Srek. Pluk. Marigold melempar bantal pada Nina dan mengenai wajahnya. "Itu mustahil, Nina. Jangan mengada-a
"Kamu baik-baik saja, Nina?" "Baik," sahutnya cepat. Marigold yang sedang mematut dirinya di cermin, berbalik dan memandang heran pada sepupunya yang sedang bergelung malas di ranjangnya. Sejak kemarin hingga malam ini, sikap Nina sedikit aneh. Terkadang melamun, terkadang tersenyum tidak jelas. Tidak ada yang horor di villa ini kan? Karena tiba-tiba saja, sikap sepupunya itu sangat mencurigakan. "Bagaimana dengan agenda perawatan kecantikan mu hari ini? Maaf, aku tidak bisa menemanimu. Aku sedang.." "Malas? Bete? Bad mood?" tebak Marigold yang duduk di tepi ranjangnya. Nina melirik sebal ke arah sepupunya. "Aku sedang horny." "WHAT?! You horny dengan siapa, Nina?" pekik Marigold syok. Marigold melipat tangannya dan memperhatikan gelagat gelisah sepupunya. "Biar kutebak. You horny dengan.. Pak kebun? Pak Umar? Atau dengan Tuan.. Martin?" "Bukan urusanmu," gerutu Nina yang langsung menutupi kepalanya dengan bantal. Bersembunyi seperti burung unta, yang menyembunyikan kepalanya n
Nina's POV. Keesokan harinya. Dengan ponsel di telinganya, Nina menjawab panggilan itu sambil berjalan menuju taman di belakang villa. Taman itu sangat cantik dan mirip labirin sederhana, banyak lekukan tersembunyi disana. Nina masuk ke dalam taman dan duduk di salah satu kursi besi di sana. "Tumben ingat aku, Oskar?" sindir Nina ketus sambil menyilangkan kakinya dengan kasar. Oskar adalah.. entahlah, Nina juga bingung. Sebenarnya apa status hubungannya dengan Oskar. Selama satu tahun dengan laki-laki yang tergila-gila grup band nya, dan seringkali melupakan Nina. Suasana romantis hanya berjalan dua bulan saat awal jadian. Dan setelah itu jangan ditanya. Jika bertemu dan mengobrol melalui telpon, selalu ujungnya bertengkar. Topik pun hanya seputar membicarakan dirinya, dirinya, dan band nya. Kemudian laki-laki brengsek itu akan menghilang tanpa kabar bersama grup band nya selama satu atau dua bulan. Putus nyambung sudah menjadi makanan setiap bulan. Namun, laki-laki itu selalu t
Martin's POV."Pak, besok persiapkan mawar merah sebanyak seratus tangkai," perintah Martin pada pak kebun yang sedang menyiangi bunga di taman labirin. "Lalu berikan pada Helen. Dia sudah tahu apa yang akan dilakukan dengan bunga mawar itu.""Baik Tuan Martin. Akan saya lakukan sesuai perintah anda.""Bagus," kata Martin sambil mengeluarkan ponsel dari sakunya kemejanya. "Sudah itu saja. Sekarang lakukan tugasmu.""Baik. Permisi Tuan Martin," ucap pak kebun seraya undur diri dan melakukan tugasnya kembali.Martin menekan nomer cepat milik atasannya, Tuan Maximilian. Dalam deringan ketiga, terdengar suara datar atasannya."Ya Martin?""Saya sudah kosongkan jadwal anda mulai besok hingga hari Senin. Besok Pak Umar akan mengantarkan anda ke villa untuk bertemu dengan Nona Marigold.""Akhirnya.. setelah kamu menyiksaku dengan agenda pekerjaan tanpa henti. Kamu sama sekali tidak membiarkan aku bersenang-senang dengan istri baruku. Sebenarnya yang menjadi bos itu kamu atau aku?" gerutu Max
"Kita sudah tiba, Tuan Max." "Oh sudah sampai ya," gumam Max sambil menguap dan mengucek matanya. Dirinya sempat tertidur selama perjalanan dari kota menuju ke villa ini. Selesai meeting terakhir pukul sembilan malam, Max langsung berangkat ke villa ini. Meski tubuhnya lelah, namun sesuatu yang bergairah dalam tubuhnya membuatnya bersemangat. Cklek. "Terima kasih, Pak Umar," ucap Max yang melangkah keluar dari mobil. Udara dinginnya malam langsung menyambut Max. "Hmm segarnya," gumamnya sambil merenggangkan tubuhnya dan menghirup dalam-dalam udara menyejukkan ini. "Ehem." Max melirik ke samping, melihat seseorang yang datang mendekat dengan wajah cemberut. Dia adalah Martin, asisten pribadinya. Sewaktu berangkat pukul sembilan malam tadi, Max langsung mengabari Martin bahwa dirinya akan segera tiba di villa. Max segera menutup ponselnya, tanpa mendengarkan tanggapan Martin. Lihat hasilnya sekarang... "Kenapa anda datangnya malam-malam begini?" keluh Martin kesal. "Kupikir anda a
Ada sesuatu yang mengganggu tidur nyenyaknya. Seseorang sedang menarik-narik tubuhnya. Ini pasti gara-gara kebanyakan minum minuman yang rasanya asam manis, akibatnya sekarang dirinya pun mabuk berat, kepala terasa ringan dan melayang. Tetapi semuanya itu sangat menyenangkan dan membuatnya ketagihan.Tiba-tiba kedua tangannya terangkat ke atas dan... diikat? Marigold mencoba menggerakkannya tangannya, tetapi tidak bisa. Rasa sakit dari tangan yang diikat terasa begitu nyata. Ini.. ini bukan mimpi. Kepanikan mulai menerjang dirinya dengan kuat mengalahkan perasaan lemas akibat mabuk. Kemudian mata Marigold terbuka dan mendapati...Seorang laki-laki yang bertelanjang dada sedang menjulang diatas tubuhnya. Laki-laki ini sedang menindihnya dan mengikat kedua tangannya di kepala ranjang. Mata Marigold membelak horor. Apa.. apa yang sedang terjadi disini? Kenapa dirinya berada dalam rengkuhan seorang laki-laki asing?Marigold langsung berteriak panik. "Aaakkkhh tolong....""Teriak saja," ba