***
Gue mengucek mata dengan kesal saat merasa ada yang menggoyangkan tubuh gue agak brutal.
"Tha ayo bangun! Kebo banget lu elah."
Gue mendudukan diri dengan kaki terlipat, lalu membuka mata gue lebar untuk mengetahui siapa yang bisa masuk ke apartement gue sepagi ini.
"Lo masih aja kebo kalau dibangunin."
Gue mendengus kesal dalam hati, tentu aja gue baru inget kalau cuman gue dan Tania yang bisa masuk ke Apartemen ini, dan gue gak pernah ganti password apartemen, ketika waktu itu Tania ganti password apartemennya.
"Tha, ajakin gue ke lokasi syuting mata untuk Anjani dong. Pengen lihat Gibran." Pintanya dengan muka memelas.
Gue yang baru bangun, Tania yang tiba-tiba datang setelah dua bulan lebih 'gak inget' gue, buat gue agak lemot dikit untuk berpikir pagi ini.
"Apaan sih lo ganggu tidur gue deh! Lo aja sana berangkat sendiri." U
Gue menghembuskan nafas pelan, mencoba menahan rasa kesal yang melonjak naik. Udahlah, si manusia songong satu itu emang sensitif dan benci gue deh kayaknya. "Mbak Ana, perasaan si orang aneh ini muncul di lokasi syuting mulu? Emang kepentingan dia apa di sini? Atau sodarao mbak?" 'Si orang aneh', julukan yang Gibran kasih ke gue, jari telunjuknya mengacung menunjuk gue. Lah, atas dasar apa dia ngasih julukan itu? Yang ada gue kan yang pantes ngasih dia julukan, si ngeselin, artis songong, biang masalah. Yang bikin gue kesel adalah, jarinya dia cuman beberapa senti dari muka gue. Niat banget dia jalan dari posisinya ke arah gue cuman buat nunjuk, ngasih julukan dan nanya begitu ke Mbak Ana. Gue melirik Mbak Ana, ingin melihat reaksi dia yang tiba-tiba ditodong pertanyaan aneh sama si artis songong yang ada di depan gue ini. Mbak Ana tertawa mendengar pertanyaan Gibra
Gue refleks bangkit dari posisi gue menghiraukan ucapan Pak Rama yang belum selesai dan berusaha berlari sekuat tenaga saat melihat beberapa meter di depan gue akan ada kejadian yang agak mengerikan.'BRAK!'Dalam hitungan detik kejadiannya begitu cepat, gue berasa kayak orang linglung dan bego."Thami!""Thami!"Gue mulai tersadar dari kelinglungan dan kebegoan gue ketika orang-orang menyerukan nama gue.Gue meringis saat kaki kanan gue gak bisa digerakin, dan baru sadar ternyata batang pohon yang lumayan panjang dengan diameternya seukuran paha gue, udah ada di atas betis kaki gue.Ngilu dan gak bisa digerakin."Lo ngapain sok jadi pahlawan sih!""Bukannya bilang makasih malah ngomong begitu!"Gue gak peduli dengan percakapan Anara dan Gibran, gue cuman bisa meringis ketika beberapa orang crew mencoba mengangkat batang pohon itu.Tadi, gue lihat Anara sama Gibran lagi ngobrol, terus gak
*Boleh gak sih kalau nangis karena bahagia sama bangga? Akhirnya dong, film mata untuk Anjani mau tayang. Jujur, bukan main senengnya. Dua minggu lagi bakal ada premier filmnya, sebelum akhirnya nanti tayang di seluruh bioskop tanah air.Tahu banget gimana prosesnya, dari diskusi skenario, casting pemain, sampai akhirnya reading dan syutingnya yang gak sebentar, belum lagi proses editing dan satuin setiap scene nya itu butuh waktu 3 sampai 4 bulan. Ternyata proses film untuk tayang tuh serumit itu ya, padahal dulu sebelum tahu setiap nonton film bisanya ngedumel kalau plot atau endingnya kurang. Dulu, novel yang gue tulis diangkat jadi film tuh mimpi, sekarang emang tercapai, tapi kayaknya kalau ada tawaran ke karya lain, gue harus pikirin dengan mateng.Gue emang orangnya agak ngeyel, keras kepala, dan perfeksionis, jadi pas salah satu karya yang gue tulis mau diadaptasi jadi film, rasanya gue harus ikut buat berkontribu
'Pihak management dan film akan merencakan kembali penayangan film Mata untuk Anjani meskipun aktor dan aktris yang memerankan tokoh penting di film tersebut terlibat skandal''Berita terpanas! Aktor tampan Gibran Rahandi dan Aktris cantik Anindita terlibat skandal panas, berciuman di area lokasi syuting film!'Setelah mengscroll sosial media selama beberapa menit, akhirnya gue bisa tahu awal permasalahan kenapa si Gibran dan dua ceweknya bisa datang ke apartemen gue. Ya walaupun tadi mereka jelasin dikit tentang permasalahannya, tapi gue gak menyimak semuanya karena jujur udah takut tapi kesel sendiri sama tuduhan yang bahkan gak.gue lakuin, meskipun gue sebagai 'saksi'.Setelah melihat video yang beredar pun, sudut pandang video itu bahkan diambil dari jarak jauh dan di zoom, sedangkan gue mergokin mereka ya kaget dan pulang dari toilet aja udah.Sebenernya, mau netijen ngegibahin dan ngecam mereka, gue
Gue memeriksa tulisan yang akan gue posting di salah satu fanspage di facebook yang gue kelola, setelah dirasa gak ada kesalahan kata atau pengetikan, akhirnya gue memutuskan untuk memposting tulisan tersebut."Serius amat gue liat-liat."Gue melirik sekilas ke samping kanan, di mana suara itu berasal, di sana ada Tania yang sedang asik meminum brown sugar boba favoritnya. Oh iya, Tania ini satu-satunya orang yang bertahan temenan sama gue, alias dia sahabat gue sejak smp sampai detik ini gue udah jadi penulis novel di salah satu penerbit. Gue gak tahu apa alasan dia bisa tahan sahabatan sama gue, yang kata orang gue itu gak bisa basa-basi, kalau ngomong gak pernah disaring, dan sering sinis. Well, itu kata orang-orang, gue sih gak terlalu merasa gue seperti itu, ya."Astaga! Lo masih jadi admin fanspage hatersnya Gibran!"Gue mengangkat kedua bahu untuk menjawab p
Gue mengerenyitkan dahi bingung saat lihat pesan dari Mas Angga, staff di penerbit yang menaungi karya gue. 'Buka email, Tha. Ada tawaran menarik tuh.' Begitulah kira-kira pesan dari Mas Angga. Gue segera membuka laptop, lalu nantinya membuka email. Kalau email mengenai pekerjaan emang gue simpen khusus di laptop, kalau di ponsel ya email pribadi aja buat daftar-daftar aplikasi. "Demi apa!" Ucap gue histeris setelah email yang Mas Angga maksud gue baca. Gimana gue gak histeris, Novel ke empat gue yang judulnya 'Mata untuk Anjani' ditawarin buat diadaptasi jadi film. Seneng sih, salah satu 'anak' gue akhirnya ada yang mau jadiin film. Gue segera membuka ponsel, untuk membalas pesan Mas Angga. 'Mas emailnya udah gue buka. Gue sih seneng-seneng aja karya gue diadaptasi jadi novel, tapi gue takutnya kalau diad
"Tan, kita mau ke mana sih? Kita udah berjam-jam loh di perjalanan, belum nyampe-nyampe juga. Lo menyia-nyiakan waktu gue tau! Kalau gue di Apartemen sekarang, mungkin gue udah bisa selesain satu bab novel yang lagi gue tulis!" Ucap gue kesal, sekaligus memecah keheningan. Jam 7 pagi tadi, tiba-tiba Tania udah nangkring di sofa ruang tengah apartement gue, katanya dia mau ngajak gue ke Bandung, sepagi ini. Dia gak bilang ngajakin gue buat survey lokasi, cari ide, refreshing atau ngajak liburan, seperti sebelum-sebelumnya. Dia cuman mau gue ikut sama dia katanya dengan buru-buru dan ya gue sampai gak sempet mandi. Lagian ngajak keluar kota dadakan banget. Seenggaknya kalau dia bilang dari kemaren atau pas malem, gue udah siap pas dia datang ke Apartement gue. "Alhamdulillah nyampe juga." Gue melirik Tania yang berada di belakang stir kemudi mobil yang sedang meregangkan tangannya. Mungkin dia pegel nyetir dari Jakarta ke
Gue menghela nafas lelah, kemudian menjatuhkan tubuh gue ke kasur. Kepala pusing, mata bengkak, ingus meler, cukup membuat gue kayak orang stress. Gue menutup mata, mencoba meresapi semua yang terjadi. Jujur aja, baru kali ini gue dan Tania bisa berantem sehebat itu. Padahal Tania tahu gue benci artis idolanya sedari dulu, bahkan mungkin sebelum Tania ngefans ke si artis sialan itu. Tania satu-satunya orang yang bisa jadi sahabat gue, yang bisa menerima keanehan gue, dan sekarang gue udah gak bisa menganggap dia sebagai sahabat gue lagi kayaknya. Gue membuka mengerejapkan mata pas ponsel yang sedari tadi gue pegang bergetar. Ada telpon dari Pak Rama. Gue mendudukan tubuh, menghela nafas dan mencoba untuk baik-baik aja walaupun rasanya gak bisa. Gue harus bersikap profesional untuk menerima telpon itu. "Hallo, assalamualaikum, Pak." "Wa'alaikumsalam, Thami. Kamu s