Hazel mundur ke belakang tanpa sadar dan menepis cengkeraman tangan Candra.Dia mengerutkan kening dengan jijik dan berkata dengan tegas, "Itu nggak berlaku selama aku nggak setuju. Kembali dan katakan pada Dania kalau aku mengingat tindakannya ini. Cepat atau lambat, aku akan mengembalikan kepadanya, lengkap sama bunganya."Candra tidak menyerah dan ingin melangkah maju. Namun, Winda mendorongnya kuat-kuat hingga membuatnya terjungkal di lantai.Seluruh perhatiannya tertuju pada Hazel, jadi dia tidak memperhatikan pergerakan Winda yang ada di sampingnya.Hal ini juga memberikan peluang bagi Winda.Karena tubuhnya gontai, Candra pun terjatuh cukup keras, sampai membuatnya meringis kesakitan.Kemarahan di hati Candra benar-benar tersulut. Dia beranjak, lalu mengayunkan tangannya berniat melayangkan tamparan."Wanita sialan! Jangan sok jual mahal. Kamu beruntung karena aku mau nikah sama kamu! Ayo kita daftarkan pernikahan kita!"Saat tamparan itu terayun, semua orang sangat gugup hingga
Candra langsung mengangguk, lalu menjelaskan, "Ya, aku akan katakan semuanya. Ada wanita bernama Dania yang mendatangiku pagi ini. Dia memberiku foto Ha ... foto Nyonya Hazel dan ingin aku membujuknya agar bersedia menikah denganku. Aku harus bisa menipu dan mendapatkan aset yang Nyonya Hazel miliki."Wajah Hazel berubah muram dan dia tidak bisa menahan tawa sinisnya.Ternyata Dania menginginkan semua aset itu. Mereka benar-benar sangat serakah.Itu adalah hasil kerja keras ibunya selama hidupnya. Dulu, mereka ingin mendapatkan keuntungan dari ibunya. Sekarang, mereka bahkan menginginkan warisan ini!Sergio terus mengamati ekspresi Hazel. Ketika melihat suasana hatinya yang tertekan, dia menghiburnya, "Selama aku di sini, aku nggak akan membiarkan siapa pun mengganggumu."Desiran hangat mengalir di hati Hazel, dia tersenyum pada Sergio."Terima kasih, Om. Aku baik-baik saja."Dia hanya berpikir bahwa masalah ini tidak boleh dibiarkan begitu saja seperti ini.Candra menunduk, merasa pan
Winda menggaruk kepalanya, mencoba mencari ingatan tentang sosok pria berbaju putih ini.Belum sempat dia menemukan jawabannya, kedua orang itu sudah berjalan mendekat.Rafael melirik Winda dengan senyum. "Halo, kita bertemu lagi!"Ditatap oleh mata indah yang penuh kasih sayang itu, Winda dengan tidak tahu malunya langsung tersipu malu.Dia bertanya pelan, "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"Rafael terkejut, lalu tertawa terbahak-bahak. "Kamu menarik sekali. Saat itu kamu mabuk dan muntah di bajuku. Kamu bilang bakal cuci bajuku dan mengembalikannya kepadaku. Kamu bukan hanya nggak balikin baju itu, tapi sekarang malah pura-pura nggak mengenalku?"Winda terkejut dan tiba-tiba teringat kalau sepertinya memang ada kejadian seperti itu.Malam itu, dia dan Hazel pergi ke bar untuk minum bersama. Hazel mabuk dan dibawa pergi oleh Sergio, jadi dia tinggal di sana minum sendirian.Setelah itu, ada seorang pria datang dan mengatakan kalau dia teman Sergio yang ingin mengantarnya pulang.Win
"Minta Line mu saja, biar gampang balikin uangnya."Winda mengangguk, lalu menambahkan Line Rafael.Setelah permasalahan di antara keduanya terselesaikan, Rafael mulai memperkenalkan diri, "Halo, Hazel, namaku Rafael Bramantyo. Panggil Rafael saja."Vexal mengangguk pelan pada Hazel, lalu menyeletuk, "Vexal Erlangga."Rafael tidak tahan lagi, jadi dia memeluk lehernya dan memperkenalkan Hazel sambil tersenyum, "Ini Vexal. Dia memang orang yang dingin dan nggak peduli sama orang lain. Hazel, tolong jangan keberatan."Vexal memelototinya. "Singkirkan tangan kotormu."Rafael kembali menarik tangannya, tetapi menolak untuk kalah. "Ini pertama kalinya kita ketemu Hazel, jadi tolong pedulikan harga diriku sedikit. Siapa juga yang mau sentuh kamu."Hazel terkekeh pelan, "Halo, senang bertemu dengan kalian. Namaku Hazel.""Aku sudah tahu. Hazel, kamu mungkin belum tahu, tapi Sergio sudah ... aduh!"Saat Rafael tengah mengucapkan kalimatnya, Vexal yang berada di sampingnya langsung menyodok per
Hazel menatap curiga pada Sergio. Apa dia sudah salah bicara?Kenapa reaksi yang ditunjukkan Rafael dan Vexal sangat aneh?Melihat tatapan kosong Hazel, Sergio tersenyum tipis, mengusap puncak kepala Hazel dan mengatakan, "Jangan pedulikan mereka. Bagian sininya mereka rasa nggak normal."Saat mengatakan itu, Sergio mengetuk pelipisnya dengan ujung jarinya.Hazel terhibur oleh tindakannya. Dia tersenyum hingga memperlihatkan lesung pipit di pipinya yang terlihat manis dan menyenangkan.Hati Rafael serasa ditusuk dengan keras, lalu menimpali dengan kesal, "Sergio, mentang-mentang sudah punya suami jadi teman dibuang. Ya nggak, Vexal?"Vexal yang sejak tadi hanya diam pun memberikan reaksi dengan mengangguk setuju, "Ya, memang nggak patut."Sergio tidak merasa bersalah, malah menjawab dengan percaya diri, "Antara istri dan teman, bukankah sudah jelas mana yang lebih penting?"Rafael dan Vexal terdiam sesaat, merasa jantung mereka terkena pukulan telak.Bukannya teman itu seperti kaki dan
Ibarat seorang sales yang bekerja keras menjual suatu produk, Rafael memuji Sergio dari atas hingga bawah, luar dan dalam.Hazel mendengarkan dengan seksama dan tahu banyak tentang masa lalu Sergio dari Rafael.Di akhir kalimat, mulut Rafael mulai kering, jadi dia mengambil gelas anggur dan meneguknya.Hazel tersenyum, lalu mengatakan, "Sepertinya hubungan kalian sangat baik. Aku pikir dengan kepribadian Om Sergio yang dingin seperti itu, dia nggak akan bisa punya teman dekat."Rafael langsung menjawab, "Memang benar dia nggak punya banyak teman. Cuma kita berdua yang tahan sama temperamennya yang buruk itu."Meski mengucapkan kata-kata yang menyakitkan, wajah Rafael penuh senyuman.Faktanya, ketiga bersaudara itu adalah teman dekat.Sebenarnya masih ada satu orang lagi yang meninggal karena kecelakaan. Bagi ketiganya, kepergiannya merupakan rasa sakit yang tidak bisa disembuhkan sepanjang hidup mereka.Meskipun Sergio memiliki kepribadian yang dingin, dia sangat murah hati.Rafael dan
Saat dalam perjalanan pulang ke rumah, Hazel ingin mengatakan sesuatu, tetapi kembali mengurungkannya.Sergio menyadari tatapan ragunya, lalu tersenyum tidak berdaya. "Mau tanya apa, tanya saja."Mendengar itu, Hazel langsung mengutarakan keraguan di dalam hatinya. "Kepribadian kalian bertiga berbeda jauh, kenapa kalian bisa jadi teman baik?"Sergio berpikir serius, lalu menjawab, "Sebenarnya dulu hubungan kami nggak bagus dan saling nggak suka. Lalu setelah dewasa, teman kami yang paling tua dibunuh oleh sekelompok pembunuh. Demi membalas dendam, kami bertiga berdamai untuk sementara waktu."Seiring berjalannya waktu, proses kerja sama itu pun membuat mereka jadi mengerti satu sama lain.Dari konfrontasi dan permusuhan di antara mereka, perlahan-lahan mereka mulai memahami dan mempercayai satu sama lain.Meski nada bicara Sergio terkesan meremehkan, kata-katanya penuh keseriusan.Hazel tidak berani bertanya lagi dan menutup mulutnya.Sergio menoleh dan meliriknya, berkata dengan sedik
Sergio dan Hazel saling bertukar pandang. Reaksi pertama mereka adalah tidak percaya dengan situasi yang dikatakan Irma.Meski Hazel hanya pernah bertemu Erlina beberapa kali, kelihatannya Erlina bukan orang yang bisa berbuat bodoh.Namun, kepanikan yang ditunjukkan Irma sepertinya bukanlah sesuatu yang mengada-ada.Hazel ragu-ragu sejenak lalu menyarankan, "Om, kenapa nggak kesana dan lihat dulu saja? Syukur-syukur dia nggak apa-apa, tapi kalau sampai terjadi sesuatu, hatiku pasti nggak akan bisa tenang."Sebenarnya, Hazel dan Erlina tidak memiliki banyak dendam pribadi. Mereka hanya bertukar kata beberapa kali selama bertahun-tahun ini.Dia memang menyukai Sergio, tetapi tubuhnya 'kan tidak bersalah.Jika Sergio cukup tegas, tidak peduli berapa banyak wanita yang menggodanya, para wanita itu tidak akan bisa menggoyahkan pernikahan mereka.Hazel juga tidak menginginkan pria yang bisa dengan mudah digoda oleh wanita lain.Sergio ingin mengatakan kalau hidup dan mati orang lain bukanlah