Wajah Nadine memerah saat rengkuhan di tubuhnya terlepas. Janu tersenyum senang dan juga menang.Matanya menyusuri lekuk sosok cantik di hadapannya ini. Membuat gadis itu merasa jengah dan melotot karena kesal. Janu sudah mulai berani sekarang, menampakkan hasratnya kepada sang kekasih. Mungkin karena mereka baru saja berbaikan. Juga sikap Nadine yang sejak tadi hanya pasrah, bahkan membalas sentuhannya. "Mata dijaga."Jemari halus Nadine menutup kedua mata kekasihnya. Melihat itu, tangan besar Janu kembali menarik tubuh mungil itu. "Kita kawin lari aja, yuk!" bisiknya mesra. "Idih." Nadine mendorong tubuh kekasihnya kemudian membuka pintu mobil. Sebelum dia benar-benar keluar, Janu mengucapkan sesuatu. "Ndin. Kita harus nyusun rencana buat naklukin papa," katanya serius. "Aku gak tau gimana caranya. Kamu yang lebih ngerti," kata Nadine pasrah.Janu merenung sejenak, lalu tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di benaknya."Kamu bisa masak?" Dia bertanya.Nadine menggeleng. "Aku j
Nadine menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu rumah itu. Sebenarnya, tak pantas bagi seorang gadis mendatangi rumah pacarnya.Namun, inilah usahanya untuk memenangkan hati sang calon mertua agar merestui hubungan mereka."Nadine?"Sarah terbelalak saat melihat siapa yang datang. Dia sungguh tak menyangka jika pagi-pagi sang calon menantu menampakkan diri."Tante."Nadine meraih tangan Sarah dan menciumnya sebagai tanda hormat. Bagiamanapun juga, adab tetap diutamakan. Itulah yang diajarkan oleh kedua orang tuanya sejak kecil."Ayo, masuk. Nanti Tante panggilkan Janu."Sarah membuka pintu lebar-lebar dan mempersilakan Nadine masuk. Gadis menatap sekeliling ruangan dan duduk di sofa. Dia meletakkan bungkusan yang tadi dibawa ke meja.Sementara itu, Sarah berjalan ke belakang dan memanggil putranya. Tak lama, dia keluar dengan seorang ART yang mengikutinya dari belakang, dengan membawa sebuah nampan berisi minuman."Kamu ke sini sama siapa?"Sarah bertanya dengan ramah. Dia memang
Rendang. Menu itulah yang harus Nadine bawakan weekend nanti. Tak tanggung, yang diminta Raka adalah rendang khas Minang yang kering dengan warna sedikit gelap. Sepertinya beliau ingin calon menantunya membuat masakan khas dari berbagai daerah. Saat mengatakan itu kepada mamanya, Nadine seperti hendak menangis karena ingin menyerah. "Kita beli di warung Sederhana aja, Ma. Rendangnya enak banget," usul Nadine cepat. "Eh, gak boleh gitu. Kamu harus bikin sendiri. Nanti mama carikan resepnya di gugel," tolak mamanya. Sebenarnya menu itu sudah biasa dimasak di rumah mereka, hanya saja dalam versi yang berbeda. Keluarga Nadine adalah keturunan suku Sunda sehingga rasa rendang yang dibuat agak manis karena menambahkan gula. "Itu ngaduknya harus empat jam, Ma. Aku mana sanggup," keluh Nadine. Wajah Nadine terlihat masam sejak tadi. Bahkan dia menghabiskan sarapan dengan ogah-ogahan. Padahal hari ini mamanya membuat nasi goreng lengkap yang menjadi favorit keluarga. Ayam goreng men
Nadine memencet bel rumah Janu dengan tangan gemetaran. Gadis itu menarik napas berulang kali sembari melantunkan doa, semoga hari ini semua rencananya berjalan lancar. Di tangannya kini ada sebuah boks berisi rendang sesuai dengan permintaan sang calon mertua. Seorang ART membukakan Nadine pintu dan memintanya untuk menunggu sebentar. "Eh, kamu udah datang."Sarah menyambut Nadine dengan ramah di ruang tamu. Wanita paruh baya itu tampak cantik dengan blouse panjang berwarna biru laut dan rambut yang digelung. Dalam hati gadis itu berucap, pantas saja Janu begitu tampan. Mamanya saja tetap cantik di usia senja. "Iya, Tante. Rendangnya udah masak," kata Nadine sembari menyerahkan boksnya."Ayo, kita makan bareng. Om udah nungguin," ajak Sarah. Nadine tertegun, antara sungkan dan ragu. Lebih tepatnya mungkin takut karena jika salah berbicara atau bersikap, maka Anton akan berubah lagi. Dia sudah cukup nekat melakukan banyak kebohongan untuk mengambil hati mereka selama ini."Kenapa
Nadine mengintip dari balik partisi ruangan, ketika keluarga Janu memenuhi ruang tamu. Gadis itu berulang kali menggosok tangan karena gugup. Dia memang diminta untuk menunggu di dalam, lalu akan dibawa keluar jika ibunya memanggil. Pada lamaran sebelumnya hanya keluarga inti Janu yang datang. Kali ini, lelaki itu membawa om dan tante dari pihak papa dan juga mamanya. Hal itulah yang membuat keluarga Nadine benar-benar mempersiapkan penyambutan yang maksimal. Ratih sejak subuh berbelanja ke pasar untuk membeli aneka lauk, sayur dan buah. Untuk dessert mereka memesannya kepada salah satu toko bakery terkenal. Sementaranya Raka dan Nabil membersihkan rumah, juga membuang beberapa barang yang tergeletak sembarangan di beberapa ruangan. Tadinya Nadine ingin mengecat ruangan agar lebih rapi. Namun, Raka menolak karena akan menimbulkan aroma tak sedap. Sehingga, mereka memanggil tukang dan memasang wallpaper baru. Gadis itu juga membeli beberapa hiasan bunga yang dipajang di sudut ruanga
Beni menatap salah satu karyawannya itu dengan gamang. Hatinya galau saat Nadine mengajukan cuti satu hari dengan alasan fitting baju pengantin. Dia tak menyangka jika si cantik itu akan melepas lajang dengan orang lain. Padahal lelaki matang itu berharap agar dialah yang menjabat tangan ayah gadis itu untuk mengucapkan ijab kabul. "Apa fittingnya gak bisa dilakukan di hari libur?" tanya Beni sembari mengetuk jemari di meja."Saya punya hak curi 12 hari, Pak. Saya cuma mau ambil satu hari untuk minggu depan. Sama nanti pas acara nikahan."Nadine menjelaskan keinginannya dengan hati-hati. Sudah setengah jam dia duduk di sini untuk menunggu jawaban. Sejak tadi Beni mengulur waktu untuk menyetujuinya. Padahal sebagai atasan yang baik, lelaki itu harusnya mendukung keputusan bawahannya."Saya gak bisa--""Loh, memangnya kenapa, Pak? Saya hanya ingin mengambil hak. Lagi pula alasan cuti saya juga jelas. Saya mau menikah," lanjut Nadine."Saya gak rela," ucap Beni frustrasi. "Yang mau say
Raka menatap Anton dengan lekat. Kali ini mereka duduk berdua di sebuah cafe sembari menikmati segelas kopi dan alunan live music sebagai hiburannya.Mereka sepakat untuk bertemu dan membahas banyak hal sebelum acara lamaran resmi dilakukan. Anton berbesar hati menghubungi Raka dan meminta maaf atas sikapnya selama ini. Raka juga melakukan hal yang sama. Itu semua demi masa depan dan kebahagiaan putrinya. Memang benar bahwa kita tak boleh berlebihan dalam membenci sesuatu. Bisa jadi justeru itulah yang terbaik. Tuhan bisa dengan mudahnya membolak-balikkan hati manusia. "Jadi kita bakalan besanan, Pak Anton?" "Ya begitulah. Tapi Janu belum tau.""Loh kenapa begitu?" tanya Raka heran."Nanti kesenangan dia," jawab Anton cepat."Pak Anton ini sama sekali belum berubah. Masih suka mempersulit orang lain."Anton melotot menatap Raka, lalu gelak tawa mereka menggema. Perbincangan dilanjutkan dengan rencana masa depan putra-putri mereka. Untuk persiapan acara, kedua istri mereka yang aka
Prang!Gelas yang yang terletak di nakas terjatuh saat Nadine tak sengaja menyenggolnya. Dia menjadi salah tingkah ketika melihat Janu keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk."Kamu kenapa?" Janu ikut berjongkok dan membantu istrinya membersihkan pecahan kaca."Itu tadi gak sengaja."Wajah Nadine memerah apalagi tubuh mereka berdekatan sehingga aroma sabun yang dipakai lelaki itu menguar hingga ke inderanya."Hati-hati. Jangan buru-buru." Janu dengan cekatan memasukkan bekas pecahan kaca ke dalam plastik dan membuangnya di tempat sampah yang terletak di sudut kamar."Iya, Mas," jawab Nadine sembari mengambil tissue basah dan membersihkan lantai. Dia khawatir masih ada sisa pecahan dan bisa mengenai kaki. Mendengar Nadine memanggilnya 'mas', senyum melengkung di bibir Janu."Sana mandi. Gak gerah?" tanya Janu mencuri pandang. "Udah," jawab Nadine saat hendak berdiri. Bersamaan dengan itu Janu juga melakukan hal yang sama sehingga kepala mereka berbenturan. Nadine mering