Ghea yang berada di samping Daddy Bryan langsung menyenggolnya. Mengingatkan untuk tidak membahas hal itu, mengingat yang ditahu Gemma adalah dirinya adalah mommy-nya. Tadi sebelum keluar, Ghea meminta orang tuanya untuk tetap berdrama sebagai kakek dan nenek. Tak boleh menyakiti anak kecil yang tak berdosa. Mommy Shea sangat bersemangat ketika diminta untuk menjadi nenek Gemma, sedangkan Daddy Bryan terpaksa mengikutinya begitu saja. “Bagaimana jika kita semua ke mal? Bukankah kita tadi berniat untuk ke mal?” Mommy Shea begitu antusias. Tak sabar mengajak Gemma juga. Semua? Kata itu membuat Daddy Bryan mendengus kesal. Artinya dia juga akan pergi bersama dengan Rowan juga. “Kami tidak ikut saja, Mom, karena rencananya kami akan segera pulang.” Rowan yang melihat raut wajah Daddy Bryan tidak suka, membuatnya menolak ajakan dari Mommy Shea. “Tidak apa-apa. Ikut saja. Lagi pula Gemma masih begitu senang bertemu teman.” Mommy Shea mencoba membujuk. Karena melihat jika Rowan masih ra
Gemma menarik tangan Ghea dan Rowan. Keduanya hanya pasrah ketika gadis kecil itu menarik. Gemma membawa mereka ke perosotan yang berisi bola-bola kecil. Mengajak mereka berdua untuk meluncur. Gemma berada di tengah-tengah antara Ghea dan Rowan. Mereka meluncur bersama ke dalam kolam bola-bola. Gemma begitu senang merasakan meluncur. Tak mau melepas kesempatan itu, dia langsung menarik tangan Ghea untuk kembali lagi meluncur. “Daddy, tunggu di bawah, nanti tangkap aku.” Gemma terus menarik Ghea. Dari atas Gemma duduk di pangkuan Ghea. Mereka bersiap meluncur ke bawah. Gemma terus berteriak untuk meminta daddy-nya menunggu di bawah. Bersiap untuk menerima kedatangannya. Gemma dan Ghea meluncur. Tepat saat di bawah, Rowan menangkap mereka berdua, dengan merentangkan tangannya. Tubuh Ghea dan Gemma pun masuk ke pelukan Rowan. Pria itu mendekap erat tubuh mereka. Rowan yang memeluk Ghea dan Gemma, membuatnya berada dalam satu garis pandang dengan Ghea. Mereka saling menatap. Tatapan
“Saya bisa jelaskan!” Rowan langsung berusaha menjelaskan. “Ghe, suruh dia pergi. Daddy tidak mau melihatnya!” Rahang Daddy Bryan mengeras. Sekuat tenaga mengontrol amarahnya mengingat ini sedang di luar negeri. “Dad, kita bisa bicarakan baik-baik.” Ghea menyesali apa yang dikatakannya. Hal itu justru menimbulkan kekesalan yang dirasakan oleh daddy-nya. “Tidak ada yang perlu dijelaskan. Harusnya, dia sadar jika dia punya istri kenapa harus membawa kamu dan mengenalkan kamu sebagai ibunya.” Daddy Bryan sudah berapi-api. Suaranya sudah meninggi membuat orang-orang di sekitar melihat ke arah mereka. “Sebaiknya kamu pergi saja.” Mommy Shea yang biasa membela, kali ini memilih untuk meminta Rowan juga pergi. Bukan karena dia tidak suka Rowan sudah menikah, tetapi karena kini mereka menjadi pusat perhatian orang lain. “Mom, Gemma akan bingung jika tiba-tiba harus pulang.” Ghea masih memikirkan gadis kecil itu. “Dia bukan anakmu, jadi tidak perlu memikirkannya.” “Ghe, tidak apa-apa.”
Ghea bersiap untuk berangkat ke rumah yang disewanya. Tadi pagi kakaknya mengabari jika tidak bisa mengantarkan karena jadwal bertemu klien diajukan. Mau tidak mau Ghea berangkat sendiri. Sejak semalam, Ghea tidak keluar kamar sama sekali. Dia memilih mengurung dirinya. Lagi pula, daddy-nya sedang sangat marah dengannya. Jadi dia tidak berani menemuinya. Ghea tahu, dirinya salah. Terlebih lagi karena sejak awal tidak mencari tahu lebih detail. Memaksakan diri untuk menanyakan pada Rowan. Bukan justru menunggu waktu tepat saat tidak ada Gemma. Padahal anak itu sudah menempel bak prangko padanya. Ghea menuruni anak tangga. Dilihatnya orang tuanya berada di meja makan. Menunggunya untuk sarapan lebih dulu sebelum berangkat. “Nanti Daddy yang akan antar kamu.” Baru juga Ghea menarik kursinya, daddy-nya sudah menyambut dengan ucapan yang membuatnya terkejut. Daddy Bryan begitu sangat protektif sampai rela mengantarkan sendiri. Untuk usia daddy-nya, Ghea tentunya tidak akan membiarkan
Ghea hanya tertunduk. Daddy-nya adalah orang yang selalu membebaskan anak-anaknya. Jika dia sampai melarang berarti memang dia berusaha menjaga anak-anaknya. Seperti apa yang dikatakan oleh kakaknya. “Semua laki-laki punya seribu alasan membuat wanita percaya. Daddy harap kamu tidak mudah percaya.” Berdasarkan pengalaman diri sendiri, dia merasa jika apa yang dikatakan ada benarnya. Begitulah pengalaman selalu menjadi pelajaran. Sekali pun dirinya sendiri yang menjadi pemainnya. “Benar apa yang dikatakan daddy-mu. Jangan mudah percaya. Cia yang percaya Noah saja, bisa tertipu. Padahal Noah dekat. Apa lagi orang asing. Intinya adalah kita tetap harus menjaga diri baik-baik dan tidak mudah percaya.” Papa Felix menimpali ucapan temannya.Daddy Bryan mengangguk-anggukkan kepalanya. Membenarkan yang diucapkan oleh temannya. “Pria punya segala tipu muslihat untuk memperdaya wanita. Jadi kamu harus membentengi dirimu.” Berkaca pada dirinya sendiri yang selalu mengambil kesempatan dalam kes
Ghea terkesiap mendengar apa yang diucapkan oleh Rowan. Padahal jelas-jelas pria itu yang meninggalkannya kala itu, tetapi bisa-bisanya pria itu mengatakan jika masih mencintainya. “Jangan mencoba menipuku! Cinta mana yang kamu bicarakan?” Rahang Ghea mengeras. Tak kuasa menahan amarahnya. Dia ingat betul bagaimana pria itu meninggalkannya tanpa alasan. Memutuskan hubungan melalui sambungan telepon. Menghilang bak ditelan bumi. Sebagai wanita, dia benar-benar kecewa diperlakukan seperti itu. “Aku memang mencintaimu dari dulu sampai sekarang, itu tidak pernah berubah, Ghe.” Rowan berusaha menarik tangan Ghea. “Maafkan aku yang meninggalkan kamu begitu saja waktu itu. Aku benar-benar kalut saat itu. Aku mohon percayalah padaku.” Rowan menatap Ghea dengan lekat. Berharap mantan kekasihnya itu mendengarkannya.Tatapan Rowan itu terlihat begitu tulus dari hati, tetapi Ghea ingat betul bagaimana daddy dan papanya mengatakan jika pria sangat lihai melancarkan bujuk rayunya. “Lalu apa kam
Rowan bersiap untuk berangkat kuliah. Dia begitu bersemangat sekali ketika mengingat jika akan segera bertemu dengan kekasihnya. Wanita yang begitu dicintainya. Tepat saat Rowan membuka pintu rumahnya, tampak seorang pria dan wanita di depannya. “Maaf mencari siapa?” Rowan tidak tahu siapa pria dan wanita yang berada di depannya itu. Dua orang itu berbalik. Seorang wanita menatap Rowan begitu lekat. Sesaat kemudian dia menangis. “Rowan,” ucap wanita itu. Rowan merasa heran karena wanita itu mengetahui namanya. “Anda siapa?” Belum juga mendapatkan jawaban wanita itu langsung memeluknya. Rowan merasa bingung. Karena tidak suka asal dipeluk, dia pun memilih mendorong lembut tubuh wanita itu. “Maaf Anda siapa?” “Aku kakakmu.” Wanita itu menangis. Rowan menautkan alisanya. Merasa bingung karena seingatnya, papanya bilang jika dia anak satu-satunya. Mamanya meninggal saat melahirkannya. Tidak mungkin jika dia tiba-tiba punya kakak. “Maaf aku tidak punya kakak.” “Aku Kiara Adlina K
Rowan meminta mamanya untuk beristirahat. Berjanji akan menunggu sang mama di luar. Tidak akan meninggalkan mamanya. Rowan sebenarnya masih sangat bingung. Dia tidak mengerti kenapa orang tuanya bisa berpisah dan kenapa mereka semua hidup secara terpisah di lain kota. Di depan ruang tunggu, Rowan dan Kiara menunggu sang mama. Ada banyak pertanyaan di pikirannya, dan yang bisa menjawab adalah sang kakak. “Apa yang terjadi di masa lalu, Kak?” “Mama dulu adalah seorang yang gigih bekerja. Dia ingin membangun usahanya sendiri. Sayangnya, papa tidak suka akan hal itu. Karena membuat mama akan melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Mama tetap bertekad. Hingga akhirnya dia mendapatkan sebuah tanah di sini. Dia mengajak papa untuk pindah, tetapi papa tidak mau. Papa justru menawarkan untuk mereka berpisah jika mama tetap bersikeras, dan mama melakukannya demi apa yang diinginkannya.” Rowan benar-benar terkejut dengan yang didengarnya. Ternyata ada hal besar yang tak pernah di