Ghea hanya tertunduk. Daddy-nya adalah orang yang selalu membebaskan anak-anaknya. Jika dia sampai melarang berarti memang dia berusaha menjaga anak-anaknya. Seperti apa yang dikatakan oleh kakaknya. “Semua laki-laki punya seribu alasan membuat wanita percaya. Daddy harap kamu tidak mudah percaya.” Berdasarkan pengalaman diri sendiri, dia merasa jika apa yang dikatakan ada benarnya. Begitulah pengalaman selalu menjadi pelajaran. Sekali pun dirinya sendiri yang menjadi pemainnya. “Benar apa yang dikatakan daddy-mu. Jangan mudah percaya. Cia yang percaya Noah saja, bisa tertipu. Padahal Noah dekat. Apa lagi orang asing. Intinya adalah kita tetap harus menjaga diri baik-baik dan tidak mudah percaya.” Papa Felix menimpali ucapan temannya.Daddy Bryan mengangguk-anggukkan kepalanya. Membenarkan yang diucapkan oleh temannya. “Pria punya segala tipu muslihat untuk memperdaya wanita. Jadi kamu harus membentengi dirimu.” Berkaca pada dirinya sendiri yang selalu mengambil kesempatan dalam kes
Ghea terkesiap mendengar apa yang diucapkan oleh Rowan. Padahal jelas-jelas pria itu yang meninggalkannya kala itu, tetapi bisa-bisanya pria itu mengatakan jika masih mencintainya. “Jangan mencoba menipuku! Cinta mana yang kamu bicarakan?” Rahang Ghea mengeras. Tak kuasa menahan amarahnya. Dia ingat betul bagaimana pria itu meninggalkannya tanpa alasan. Memutuskan hubungan melalui sambungan telepon. Menghilang bak ditelan bumi. Sebagai wanita, dia benar-benar kecewa diperlakukan seperti itu. “Aku memang mencintaimu dari dulu sampai sekarang, itu tidak pernah berubah, Ghe.” Rowan berusaha menarik tangan Ghea. “Maafkan aku yang meninggalkan kamu begitu saja waktu itu. Aku benar-benar kalut saat itu. Aku mohon percayalah padaku.” Rowan menatap Ghea dengan lekat. Berharap mantan kekasihnya itu mendengarkannya.Tatapan Rowan itu terlihat begitu tulus dari hati, tetapi Ghea ingat betul bagaimana daddy dan papanya mengatakan jika pria sangat lihai melancarkan bujuk rayunya. “Lalu apa kam
Rowan bersiap untuk berangkat kuliah. Dia begitu bersemangat sekali ketika mengingat jika akan segera bertemu dengan kekasihnya. Wanita yang begitu dicintainya. Tepat saat Rowan membuka pintu rumahnya, tampak seorang pria dan wanita di depannya. “Maaf mencari siapa?” Rowan tidak tahu siapa pria dan wanita yang berada di depannya itu. Dua orang itu berbalik. Seorang wanita menatap Rowan begitu lekat. Sesaat kemudian dia menangis. “Rowan,” ucap wanita itu. Rowan merasa heran karena wanita itu mengetahui namanya. “Anda siapa?” Belum juga mendapatkan jawaban wanita itu langsung memeluknya. Rowan merasa bingung. Karena tidak suka asal dipeluk, dia pun memilih mendorong lembut tubuh wanita itu. “Maaf Anda siapa?” “Aku kakakmu.” Wanita itu menangis. Rowan menautkan alisanya. Merasa bingung karena seingatnya, papanya bilang jika dia anak satu-satunya. Mamanya meninggal saat melahirkannya. Tidak mungkin jika dia tiba-tiba punya kakak. “Maaf aku tidak punya kakak.” “Aku Kiara Adlina K
Rowan meminta mamanya untuk beristirahat. Berjanji akan menunggu sang mama di luar. Tidak akan meninggalkan mamanya. Rowan sebenarnya masih sangat bingung. Dia tidak mengerti kenapa orang tuanya bisa berpisah dan kenapa mereka semua hidup secara terpisah di lain kota. Di depan ruang tunggu, Rowan dan Kiara menunggu sang mama. Ada banyak pertanyaan di pikirannya, dan yang bisa menjawab adalah sang kakak. “Apa yang terjadi di masa lalu, Kak?” “Mama dulu adalah seorang yang gigih bekerja. Dia ingin membangun usahanya sendiri. Sayangnya, papa tidak suka akan hal itu. Karena membuat mama akan melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Mama tetap bertekad. Hingga akhirnya dia mendapatkan sebuah tanah di sini. Dia mengajak papa untuk pindah, tetapi papa tidak mau. Papa justru menawarkan untuk mereka berpisah jika mama tetap bersikeras, dan mama melakukannya demi apa yang diinginkannya.” Rowan benar-benar terkejut dengan yang didengarnya. Ternyata ada hal besar yang tak pernah di
Rowan menjaga kakaknya. Sejak semalam dia belum mengabari Ghea. Dia tidak mau sampai kekasihnya itu khawatir. Rowan mengirimkan pesan pada Ghea jika besok dia akan menjemput Ghea di kampus. Rencananya, besok dia akan menemui Ghea sebentar, agar kekasihnya itu tidak khawatir. Kiara yang sadar begitu histeris ketika membuka matanya, memanggil mama dan calon suaminya. Rowan tak berdaya.“Aku ingin menyusul mereka.” Kiara menarik selang infusnya. Berusaha untuk turun dari ranjang pasien. “Kak, tenanglah.” Rowan hanya bisa menenangkan kakaknya. Berusaha keras agar kakaknya itu tidak melakukan hal gila. Sambil memeluk kakaknya, tangannya bergerak memanggil dokter. Saat itu juga dokter langsung datang. Memberikan obat penenang bagi Kiara. Perawat pun turun membantu memegangi tubuh Kiara. Berharap dapat membuat Kiara tenang. Sesaat obat penenang bereaksi, Kiara mulai kembali tenang. “Sepertinya, dia harus dalam pengawasan ekstra. Jadi saya harap sebagai keluarga Anda selalu ada. Kondisi p
Pagi-pagi sekali Gemma kembali menangis. Dia merengek ingin bertemu dengan mommy-nya. Rowan terpaksa memberitahu jika mommy-nya belum kembali. Jadi dia belum bisa menemui. Sayangnya, anaknya tidak mendengarkan apa yang dijelaskannya. Rowan sampai tidak tega melihat anaknya menangis. Namun, ini sudah menjadi pilihannya. Dia memilih membiarkan anaknya tenang dengan sendirinya saja. Dari pada terus memberikan alasan bohong. “Bagaimana jika kita ke restoran?” Rowan pun memilih untuk membawa anaknya bekerja. Paling tidak itu dapat membuat Gemma lupa dengan keinginannya. “Mau-mau. Gemma mau.” Gemma menjawab dengan masih sesenggukan. Namun, begitu senang sekali ketika mendengar jika daddy-nya mengajak ke restoran. Karena jarang sekali daddy-nya mengajak ke restoran. “Baiklah, Daddy akan bilang pada bibi untuk menyiapkan semuanya.” Rowan mendaratkan kecupan di dahi sang anak. Di depan pintu ada asisten rumah tangganya yang sejak tadi menunggu Rowan yang menunggu. Saat Rowan berdiri, dia la
Seharian kemarin Gemma benar-benar melupakan mommy-nya. Gadis itu seharian bermain dengan asisten rumah tangga di taman restoran. Pagi ini pun gadis kecil itu masih tidur saat Rowan berangkat. “Apa Gemma belum bangun, Bi?” tanya Rowan pada asisten rumah tangga. “Biarkan dulu dia tidur. Aku sudah minta izin pada gurunya.” Rowan tidak mau sampai anaknya menangis lagi. Lebih baik anaknya beristirahat dari pada dia harus menangis. “Baik, Pak.” Rowan kali ini berangkat dengan lebih tenang karena anaknya tidak menangis sama sekali. Namun, dia akan tetap mencari cara untuk memberikan alasan yang tepat untuk Gemma. Asisten rumah tangga melanjutkan pekerjaan ketika sang majikan pergi. Menjelang jam sembilan dia menghampiri Gemma mengecek keadaan gadis kecil yang sudah terlampau pulas. Saat sampai di kamar, dia mendapati Gemma masih tertidur pulas. “Nona Gemma.” Bibi menghampiri. Membelai lembut dahi Gemma. Namun, baru saja tangannya menempel, dia mendapati dahi Gemma panas. Bibi langsun
Langit mulai gelap. Lampu-lampu di sepanjang jalan mulai menyala menerangi jalanan. Mobil Rowan terus melaju menuju rumahnya. Ghea masih terus mendekap erat Gemma. Pendingin mobil tak dapat mendinginkan suhu tubuh yang begitu panas. Hingga membuat tubuh Ghea berkeringatMobil akhirnya sampai di rumah kediaman Kavin. Ghea langsung membawa Gemma masuk ke dalam. Dia sudah seperti pemilik rumah. Masuk tanpa permisi dan langsung menuju ke kamar Gemma. Menurunkan gadis kecil itu di tempat tidur. Saat diturunkan Gemma membuka matanya. Posisi Ghea yang menunduk membuat wajah Ghea berada tepat di depan wajah Gemma. “Mommy.” Tangan mungil itu membelai wajah Ghea. Sorot mata penuh kerinduan terlihat jelas di sana. Ghea merasa tidak tega melihat gadis kecil di depannya itu. Wajahnya yang pucat dan lemas begitu tampak merindukannya. “Iya, Sayang, ini Mommy.” Ghea menahan tangisnya. Biarlah orang-orang dewasa yang egois, tetapi tidak bisa dirinya membiarkan anak kecil menjadi korban.