Seharian kemarin Gemma benar-benar melupakan mommy-nya. Gadis itu seharian bermain dengan asisten rumah tangga di taman restoran. Pagi ini pun gadis kecil itu masih tidur saat Rowan berangkat. “Apa Gemma belum bangun, Bi?” tanya Rowan pada asisten rumah tangga. “Biarkan dulu dia tidur. Aku sudah minta izin pada gurunya.” Rowan tidak mau sampai anaknya menangis lagi. Lebih baik anaknya beristirahat dari pada dia harus menangis. “Baik, Pak.” Rowan kali ini berangkat dengan lebih tenang karena anaknya tidak menangis sama sekali. Namun, dia akan tetap mencari cara untuk memberikan alasan yang tepat untuk Gemma. Asisten rumah tangga melanjutkan pekerjaan ketika sang majikan pergi. Menjelang jam sembilan dia menghampiri Gemma mengecek keadaan gadis kecil yang sudah terlampau pulas. Saat sampai di kamar, dia mendapati Gemma masih tertidur pulas. “Nona Gemma.” Bibi menghampiri. Membelai lembut dahi Gemma. Namun, baru saja tangannya menempel, dia mendapati dahi Gemma panas. Bibi langsun
Langit mulai gelap. Lampu-lampu di sepanjang jalan mulai menyala menerangi jalanan. Mobil Rowan terus melaju menuju rumahnya. Ghea masih terus mendekap erat Gemma. Pendingin mobil tak dapat mendinginkan suhu tubuh yang begitu panas. Hingga membuat tubuh Ghea berkeringatMobil akhirnya sampai di rumah kediaman Kavin. Ghea langsung membawa Gemma masuk ke dalam. Dia sudah seperti pemilik rumah. Masuk tanpa permisi dan langsung menuju ke kamar Gemma. Menurunkan gadis kecil itu di tempat tidur. Saat diturunkan Gemma membuka matanya. Posisi Ghea yang menunduk membuat wajah Ghea berada tepat di depan wajah Gemma. “Mommy.” Tangan mungil itu membelai wajah Ghea. Sorot mata penuh kerinduan terlihat jelas di sana. Ghea merasa tidak tega melihat gadis kecil di depannya itu. Wajahnya yang pucat dan lemas begitu tampak merindukannya. “Iya, Sayang, ini Mommy.” Ghea menahan tangisnya. Biarlah orang-orang dewasa yang egois, tetapi tidak bisa dirinya membiarkan anak kecil menjadi korban.
“Tentu saja, aku akan pulang.” Ghea mengayunkan langkahnya. Kali ini dia memilih untuk jalan kaki saja. Lagi pula rumahnya tidak terlalu jauh. Gemma saja sering jalan kaki ke rumahnya. “Kamu mau jalan kaki?” Rowan berteriak. “Iya.” Ghea menjawab tanpa menoleh. “Mau aku antar saja?” tanya Rowan masih dengan berteriak. Ghea terus saja berjalan. “Tidak,” jawabnya tanpa menoleh lagi. “Baiklah.” Rowan pasrah ketika sang mantan tidak mau diantar pulang. Ghea terus mengayunkan langkahnya. Jalanan begitu sepi. Mengingat sudah hampir tengah malam. Mungkin orang-orang sudah tidur. Komplek yang memang dihuni oleh rumah-rumah besar. Sehingga terasa horor ketika dilewati. Entah kenapa bulu kuduk Ghea seketika berdiri. Merasakan rasa takut. Tepat saat itu Ghea mendengar suara langkah kaki mengikutinya. Ghea berbalik. Sayangnya, tidak ada siapa-siapa di sana. Ghea semakin ketakutan. Dia takut ada orang jahat yang mengikutinya. Ghea semakin mempercepat langkah kakinya. Merasa dia harus
“Baiklah, aku akan mendengarkanmu.” Kali ini Ghea memilih untuk mendengarkan apa yang terjadi pada Rowan. Tak akan menjeda ucapan Rowan sama sekali seperti yang dia minta. Rowan mengangguk. Memulai pembicaraannya. “Enam tahun yang lalu ada seorang yang datang menemuiku. Dia mengatakan jika dia adalah kakakku dan memintaku untuk menemui seorang wanita paruh baya di Rumah sakit di daerah ini. Saat aku melihat wanita itu, ternyata dia benar adalah ibuku. Wajahnya sama persis seperti foto yang pernah diberikan papaku. Ternyata selama ini papa menyembunyikan fakta jika mama masih hidup. Sayangnya, aku hanya bertemu dengannya sebentar, karena beberapa jam setelah aku bertemu, dia meninggal dunia.” Air mata Rowan lolos begitu saja dari sudut matanya. Sesungguhnya dia teramat merindukan mereka yang pernah singgah sebentar saja di kehidupannya. Ghea benar-benar tidak menduga jika itu semua terjadi pada Rowan. Dia tidak tahu mengenai itu semua. Tidak menyangka juga jika Rowan benar-benar memi
“Tidak apa-apa, kini aku sudah tahu dan tidak masalah jika Gemma menganggap aku adalah mommy-nya. Biarkan dia menganggap hal itu agar dia bahagia. Jangan hancurkan impian itu.” Ghea menghapus air mata Rowan. “Ghe,” panggilnya menatap Ghea lekat. “Aku tidak keberatan jika dia menganggapku mommy-nya.” “Terima kasih, Ghe.” Rowan memeluk Ghea erat. Merasa bersyukur karena bisa mengerti akan dirinya. Pelukan Rowan itu benar-benar menenangkan hingga perlahan Rowan kembali tenang. Perlahan dia melepaskan pelukannya. “Maafkan aku kamu melihatku begitu rapuh.” Rowan merasa malu karena menangis di hadapan Ghea.“Jika aku tahu sejak lama, mungkin aku akan memelukmu sejak lama.” Ghea tersenyum tipis. “Maaf aku sudah meninggalkamu.” Tangan Rowan membelai lembut wajah Ghea. Tidak ada niat Rowan sama sekali. Dia hanya ingin memilih mana yang harus diprioritaskan saat itu. “Jika aku jadi kamu, aku akan melakukan hal yang sama. Aku sadar jika dulu memang aku terlalu manja. Selalu memintamu ada un
Seharian Ghea berada di rumah Rowan. Menjaga Gemma agar lebih cepat sembuh. Gemma begitu senang ketika ada Ghea di rumahnya. Dia merasa jika mommy-nya selalu ada di sisinya. Hingga tak takut lagi kehilangan. “Besok jika Gemma sembuh, kita akan main ke kebun binatang.” Besok Ghea praktik sore. Jadi dia punya waktu untuk jalan-jalan di pagi hari. Dia ingin membuat Gemma senang. Karena dengan begitu Gemma akan cepat sembuh. “Benarkah, Mommy.” Bola mata kecil yang begitu polos berbinar. Tidak sabar menunggu hari di mana dia akan segera sembuh dan pergi untuk jalan-jalan.“Iya, jadi Gemma harus cepat sembuh.” Ghea membelai lembut rambut Gemma. Sore hari Ghea harus kembali ke Klinik. Dia berpamitan dengan Gemma. Awalnya Gemma tidak mengizinkan Ghea untuk pergi. Namun, setelah dibujuk akhirnya Gemma mau juga membiarkan Ghea pergi. Rowan mengantarkan Ghea ke Klinik, mengingat mobil Ghea masih dibawa oleh Raya.“Aku rasa nanti malam, kamu tidak perlu ke rumah.” Rowan yang menyetir menoleh s
“Kamu bisa menebak.” “Aku ingat sekali kita menghias rumahmu dengan lampu-lampu.” Dulu, Ghea sering sekali menghabiskan waktu dengan Rowan. Semua terasa begitu indah. “Kamu masih ingat.” Rowan tersenyum.“Sebuah kenangan bukan untuk dilupakan, tetapi untuk dikenang.” “Apa berat saat aku tidak ada di sisimu?” Rowan menatap lekat wajah Ghea. Dia ingin tahu apa hanya dirinya saja yang terluka atas hubungan dengan Ghea. “Awalnya cukup berat, tetapi aku mulai terbiasa.” Ghea tersenyum tipis. Memang tidak nyaman di awal-awal saat mengetahui jika hubungan kandas. Terbiasa ada Rowan dalam hidupnya membuatnya harus beradaptasi ulang ketika pria itu tidak ada. “Apa kamu membenciku saat itu?” “Sangat,” jawab Ghea dengan tersenyum tipis. Setiap hari dia mencaci maki Rowan yang dengan teganya meninggalkannya tanpa alasan. Ingin rasanya saat itu dia mencekik Rowan untuk membuat kekesalannya lega. Sayangnya, hal itu tak pernah dilakukannya. “Apa sekarang juga kamu membenciku?” Rowan menarik t
Waktu bergulir dengan cepatnya. Ghea yang harus bekerja di sore hari membuat mereka akhirnya mengakhiri perjalanan jalan-jalan hari ini. Bagaimana bahagianya Gemma sudah membuat Rowan dan Ghea puas. Rowan melajukan mobilnya ke rumah. Tadinya dia ingin mengantarkan Ghea dulu. Sayangnya, karena Gemma tidur mau tidak mau dia harus membawa Gemma pulang dulu baru mengantarkan Ghea. Ketika mobil sampai di rumah, Ghea langsung menggendong tubuh mungil Gemma untuk masuk ke rumah. Kemudian menurunkannya dengan perlahan ke tempat tidur. Gemma tidur dengan pulasnya. Mungkin karena dia begitu lelah beraktivitas seharian. Melihat Gemma yang tidur pulas, akhirnya Ghea segera pulang. Dia harus segera bersiap untuk berangkat bekerja. Rowan mengantarkannya untuk pulang. Sebelum nanti Gemma bangun dan protes karena mommy-nya harus kerja.“Terima kasih sudah membuat Gemma bahagia hari ini.” Saat dalam perjalanan ke rumah Ghea. “Tidak hanya Gemma yang bahagia. Aku pun juga bahagia.” Ghea tersenyum. S