Cukup lama Dean menunggu Ghea dan Raya, hingga akhirnya dua dokter muda itu selesai juga. Sebelum ke rumah, mereka memilih makan di restoran dekat dengan Klinik. “Kamu menginap di mana?” Ghea yang sedang menikmati makan, melayangkan pertanyaan. “Aku akan cari hotel di dekat sini.” Setelah mengantarkan Ghea dan Raya, Dean akan mencari hotel di dekat sini. “Kenapa kamu harus tidur di hotel. Kamu bisa tidur di kamarku saja.” Ghea tidak mengizinkan Dean untuk ke hotel. “Lalu kamu tidur di mana?” Raya membulatkan matanya. Takut-takut jika Ghea akan tidur dengan Dean. “Jelas saja aku tidur denganmu.” Ghea tersenyum melihat ekspresi wajah temannya itu. Pasti temannya itu mengira jika dirinya akan tidur dengan Dean. “Aku pikir ….” Raya melirik Dean. Dia pikir temannya itu akan tidur dengan pria yang duduk di depannya itu. “Tidur denganku begitu?” tanya Dean menggoda. Senyumnya tertarik di sudut bibirnya. Merasa lucu dengan apa yang sedang dipikirkan Raya. “Kamu ini, itu tidak akan mun
Dean melihat pria yang berada di depannya. Dia hafal betul siapa itu. Siapa lagi jika bukan Rowan-mantan kekasih Ghea. Lalu kenapa dia bisa ada di sini? Pertanyaan itu berada di kepala Dean. Terakhir dia bertemu adalah ketika Dean ke kampus, mengurus kepindahahannya. Dean mencoba mengingatkan memori dalam ingatannya.Enam Tahun LaluPagi itu Dean sedang ada urusan di fakultas ekonomi. Ghea yang pergi dengan Raya pun membuatnya dapat leluasa untuk menyelesaikan urusannya. Tepat di tempat parkir Dean melihat seseorang yang begitu tidak asing dilihatnya. Rahangnya mengeras ketika melihat pria itu. Sudah setahun ini pria itu menghilang bak ditelan bumi dan kini pria itu datang ke kampus dan tampak tenang sekali. Dean yang turun dari mobil langsung menghampiri Rowan yang kala itu hendak masuk ke mobil. Dean yang kesal langsung menarik Rowan dan melayangkan bogem mentah di pipi Rowan. Beruntung tempat parkir kala itu sepi. Jadi apa yang dilakukan Dean tidak mencuri perhatian banyak oran
“Halo, kamu ke sini?” tanya Ghea membelai tubuh Gemma. Senyumnya mengembang dengan sempurna. “Iya, Gemma mau sekolah.” Gemma menengadah menatap Ghea. “Mommy belum mandi, jadi tidak bisa antar Gemma. Bagaimana jika berangkat dengan Daddy dulu, nanti Mommy akan jemput.” Ghea tersenyum memberikan pengertian. “Oke, Mommy.” Gemma mengangguk. Ghea mendaratkan kecupan di pipi. Kemudian meraih tangan Gemma mengajaknya menghampiri daddy-nya. “Aku akan menjemputnya nanti.” “Baiklah, aku juga sedang banyak pekerjaan.” Rowan sudah beberapa hari sibuk dengan Gemma, jadi dia memilih untuk menitipkan Gemma pada Ghea. Dia langsung mengulurkan tangan pada anaknya. “Da … Mommy.” Gemma melambaikan tangan pada Ghea. “Da-da, Sayang.” Ghea dengan senyum terbaiknya melambaikan tangan. Rowan membawa anaknya pergi dari rumah Ghea. Mengantarkan anaknya dengan segera. Dia hanya menganggukkan kepalanya sejenak pada Dean yang berdiri mematung di depan pintu. Dia bergegas, mengingat jika Gemma sudah kesia
Dean sudah kehilangan seleranya untuk berolahraga. Dia lebih memilih duduk manis di rumah Ghea. Menanyakan banyak hal yang harus diketahuinya. Ghea yang hari ini praktik sore pun memanfaatkan untuk membersihkan rumahnya. Bergantian dengan Raya. “Jadi Rowan pernah bertemu dengan Daddy Bryan dan Mommy Shea.” Dean yang mendengar cerita Ghea yang sedang menyapu pun terkejut. “Iya, dan daddy murka saat tahu jika istrinya Rowan di luar negeri. Waktu itu kan aku belum tahu kisah Rowan.” Ghea memberikan kode pada Dean untuk menaikkan kakinya saat di sedang menyapu. “Jadi artinya Daddy Bryan tidak setuju dengan Rowan.” Dean memancing pembicaraan. “Iya, karena dia tahunya Rowan punya istri. Kalau dia tahu jika Rowan tidak punya istri mungkin dia setuju saja.” Ghea mengarahkan kotoran yang disapunya ke arah pintu masuk. Menampungnya dengan pengki dan membuangnya. Setelah selesai menyapu, dia kembali. Mencuci tangan dan ikut duduk di samping Ghea. “Jadi kamu ingin kembali padanya?” tanya Dea
Mobil melaju kembali ke rumah Ghea yang tak jauh dari sana. Beberapa baju sudah dibawakan asisten rumah tangga, cukup untuk sampai nanti sore. Sampai di rumah, Ghea langsung membantu Gemma untuk mengganti baju. Kemudian meminta Gemma untuk makan siang. Mereka memesan secara online karena memang Ghea tidak memasak. Gemma begitu senang makan bersama dengan sang mommy. Dia makan dengan lahapnya. “Kamu yakin akan meninggalkan dia padaku?” tanya Dean berbisik ketika sedang makan bersama. “Iya, memangnya kenapa? Kamu keberatan?” Ghea berbalik berbisik pada Dean. “Aku saja benci sekali dengan daddy-nya, bagaimana jika aku mencekikinya?” tanya Dean dengan konyol. Ghea tersenyum. Dia tahu Dean tidak akan sampai melakukan hal itu. “Jika kamu tega tidak apa-apa.” Dean menatap Gemma yang duduk di samping Ghea. Gadis kecil itu begitu mengemaskan. Mirip Anka-keponakannya. Lagi pula dia bukan psikopat bukan yang membunuh anak kecil. Usai makan mereka bertiga beralih ke ruang tamu. Gemma memil
Ghea melihat makanan tersusun rapi di meja makan. Ada banyak sekali makanan hingga membuatnya bingung. “Em … sepertinya enak.” Ghea begitu merasa senang karena melihat makanan yang begitu menggiurkan. Di atas meja akan tumis brokoli, ayam kecap, dan udang tepung. Semua begitu membuat liur di permukaan lidahnya. Ghea mengambil nasi, kemudian melihat menu mana yang akan dimakan. “Ini kesukaanmu, Ghe, makanlah.” Dean yang duduk di depan Ghea menawarkan ayam kecap buatannya. Menyodorkan ayam kecap yang dibauatnya.“Kamu juga suka udah ‘kan, Ghea.” Rowan juga di sebelahnya pun tak kalah. Dia menyodorkan udang tepung pada Ghea.Dean melirik malas. Dia tadi memang meminta Rylan untuk masak udang yang dibelinya, karena dia sibuk masak ayam. Semua mereka kerjakan bersama-sama hingga dapat menyajikan makanan enak. Ghea terperangah dengan yang dilakukan dua orang itu. Karena tidak mau menyinggung satu orang ketika mengambil satu makanan, akhirnya dia mengambil keduanya. Rowan dan Dean pun lan
“Gemma, tidak mau pulang. Mau di sini.” Seharian tadi Gemma berada di rumah Ghea bersama Dean. Saat daddy-nya pulang gadis kecil itu justru tidak mau pulang. Semua orang saling tatap. Sekali pun kemarin sudah dijelaskan tetap saja hari ini lupa. Memang begitulah sifat anak-anak. Harus diberitahu dengan perlahan dan berkali-kali. “Baiklah, Gemma biarkan saja di sini.” Ghea akhirnya memilih untuk membiarkan gadis kecil itu tinggal di rumahnya. Dia yang baru saja pulang dari Klinik tepat bersamaan dengan Rowan yang menjemput Gemma. Rowan tidak bisa berbuat apa-apa ketika anaknya sudah memutuskan untuk tetap tinggal. “Baiklah, kalau begitu daddy akan pulang,” ucapnya seraya membelai lembut kepala Gemma. “Tapi, aku juga mau daddy di sini,” ucap lirih Gemma. Semua kembali saling menatap. Mereka tahu jika ini adalah sesuatu hal yang tidak mungkin. Jika Gemma saja yang tinggal itu tidak masalah, tetapi jika Rowan yang tinggal, ini akan jadi masalah. “Gemma—” “Iya, Daddy akan tinggal di
Ghea, Rowan, Gemma, Dean, Raya siap untuk pulang ke rumah masing-masing. Raya yang kebetulan ingin pulang juga memilih menumpang di mobil Dean, sedangkan Ghea berada dalam satu mobil dengan Rowan dan Gemma. Mereka memilih untuk berangkat pagi menghindari macet yang sudah menjadi biasa untuk ibu kota. Dean melajukan mobilnya. Membelah jalanan yang masih lengang. Mobilnya yang berada di belakang mobil Rowan membuatnya terus fokus mengikuti mobil Rowan.“Sepertinya aku menyerah sebelum mencoba.” Suara Raya seketika memecah keheningan. Dean menoleh pada raya. Membagi konsentrasinya pada jalanan. Dia mengerti apa yang dimaksud oleh Raya. Apalagi jika bukan tawarannya yang memintanya untuk membujuk Ghea ke Rumah sakitnya. “Iya, sepertinya kamu kalah berperang.” Dean tertawa.“Padahal tadinya aku mau bernegosiasi dengan.” Raya menekuk bibirnya. Kesal karena rencananya akhirnya gagal juga. “Negosiasi apa?” Dean justru penasaran. “Meminta bea siswa untuk adikku.” Raya tadinya ad