Mobil melaju kembali ke rumah Ghea yang tak jauh dari sana. Beberapa baju sudah dibawakan asisten rumah tangga, cukup untuk sampai nanti sore. Sampai di rumah, Ghea langsung membantu Gemma untuk mengganti baju. Kemudian meminta Gemma untuk makan siang. Mereka memesan secara online karena memang Ghea tidak memasak. Gemma begitu senang makan bersama dengan sang mommy. Dia makan dengan lahapnya. “Kamu yakin akan meninggalkan dia padaku?” tanya Dean berbisik ketika sedang makan bersama. “Iya, memangnya kenapa? Kamu keberatan?” Ghea berbalik berbisik pada Dean. “Aku saja benci sekali dengan daddy-nya, bagaimana jika aku mencekikinya?” tanya Dean dengan konyol. Ghea tersenyum. Dia tahu Dean tidak akan sampai melakukan hal itu. “Jika kamu tega tidak apa-apa.” Dean menatap Gemma yang duduk di samping Ghea. Gadis kecil itu begitu mengemaskan. Mirip Anka-keponakannya. Lagi pula dia bukan psikopat bukan yang membunuh anak kecil. Usai makan mereka bertiga beralih ke ruang tamu. Gemma memil
Ghea melihat makanan tersusun rapi di meja makan. Ada banyak sekali makanan hingga membuatnya bingung. “Em … sepertinya enak.” Ghea begitu merasa senang karena melihat makanan yang begitu menggiurkan. Di atas meja akan tumis brokoli, ayam kecap, dan udang tepung. Semua begitu membuat liur di permukaan lidahnya. Ghea mengambil nasi, kemudian melihat menu mana yang akan dimakan. “Ini kesukaanmu, Ghe, makanlah.” Dean yang duduk di depan Ghea menawarkan ayam kecap buatannya. Menyodorkan ayam kecap yang dibauatnya.“Kamu juga suka udah ‘kan, Ghea.” Rowan juga di sebelahnya pun tak kalah. Dia menyodorkan udang tepung pada Ghea.Dean melirik malas. Dia tadi memang meminta Rylan untuk masak udang yang dibelinya, karena dia sibuk masak ayam. Semua mereka kerjakan bersama-sama hingga dapat menyajikan makanan enak. Ghea terperangah dengan yang dilakukan dua orang itu. Karena tidak mau menyinggung satu orang ketika mengambil satu makanan, akhirnya dia mengambil keduanya. Rowan dan Dean pun lan
“Gemma, tidak mau pulang. Mau di sini.” Seharian tadi Gemma berada di rumah Ghea bersama Dean. Saat daddy-nya pulang gadis kecil itu justru tidak mau pulang. Semua orang saling tatap. Sekali pun kemarin sudah dijelaskan tetap saja hari ini lupa. Memang begitulah sifat anak-anak. Harus diberitahu dengan perlahan dan berkali-kali. “Baiklah, Gemma biarkan saja di sini.” Ghea akhirnya memilih untuk membiarkan gadis kecil itu tinggal di rumahnya. Dia yang baru saja pulang dari Klinik tepat bersamaan dengan Rowan yang menjemput Gemma. Rowan tidak bisa berbuat apa-apa ketika anaknya sudah memutuskan untuk tetap tinggal. “Baiklah, kalau begitu daddy akan pulang,” ucapnya seraya membelai lembut kepala Gemma. “Tapi, aku juga mau daddy di sini,” ucap lirih Gemma. Semua kembali saling menatap. Mereka tahu jika ini adalah sesuatu hal yang tidak mungkin. Jika Gemma saja yang tinggal itu tidak masalah, tetapi jika Rowan yang tinggal, ini akan jadi masalah. “Gemma—” “Iya, Daddy akan tinggal di
Ghea, Rowan, Gemma, Dean, Raya siap untuk pulang ke rumah masing-masing. Raya yang kebetulan ingin pulang juga memilih menumpang di mobil Dean, sedangkan Ghea berada dalam satu mobil dengan Rowan dan Gemma. Mereka memilih untuk berangkat pagi menghindari macet yang sudah menjadi biasa untuk ibu kota. Dean melajukan mobilnya. Membelah jalanan yang masih lengang. Mobilnya yang berada di belakang mobil Rowan membuatnya terus fokus mengikuti mobil Rowan.“Sepertinya aku menyerah sebelum mencoba.” Suara Raya seketika memecah keheningan. Dean menoleh pada raya. Membagi konsentrasinya pada jalanan. Dia mengerti apa yang dimaksud oleh Raya. Apalagi jika bukan tawarannya yang memintanya untuk membujuk Ghea ke Rumah sakitnya. “Iya, sepertinya kamu kalah berperang.” Dean tertawa.“Padahal tadinya aku mau bernegosiasi dengan.” Raya menekuk bibirnya. Kesal karena rencananya akhirnya gagal juga. “Negosiasi apa?” Dean justru penasaran. “Meminta bea siswa untuk adikku.” Raya tadinya ad
“Aku baru kerja di Klinik itu, secara etika tidak baik jika langsung pindah. Aku akan pertimbangkan, Dad, nanti setelah sudah cukup lama di sana. Jadi agar sama-sama enak. Jangan sampai membuat nama aku jadi jelek karena main keluar saja.” Ghea mencoba memberikan pengertiannya pada daddy-nya. “Iya, paling tidak biarkan tiga bulan Ghea di sana. Itu waktu pas untuk mengundurkan diri.” Mommy Shea kali ini sependapat dengan anaknya. “Yang dibilang Mommy benar.” Ghea senang ketika sang mommy mendukungnya. Paling tidak dia kali ini dalam posisi yang kuat untuk mempertahankan argumennya.“Apa? Tiga bulan?” Daddy Bryan meninggikan suaranya. “Tidak-tidak. Bisa-bisa duda beranak itu mendekati Ghea dengan waktu yang selama itu.” Daddy Bryan mendengus kesal. Tak akan dia biarkan putrinya di dekat orang macam itu. Ghea mengembuskan napas pasrah. Dia tahu yang dimaksud daddy-nya adalah Rowan. Entah kenapa Ghea tidak yakin dengan keputusannya untuk menerima Rowan lagi ketika melihat daddy-nya sep
Sesuai dengan janji, Ghea mengantarkan mommy-nya ke toko kue kakak iparnya. Sebenarnya toko kue itu dikelola oleh Cia, sayangnya kini Cia tinggal di London. Alhasil toko kue itu dikelola oleh Kak Freya-kakak ipar Ghea sekaligus kakak Cia sendiri. “Kamu benar-benar mendengarkan kata daddy bukan?” Pertanyaan itu memecah keheningan di dalam mobil. Ghea yang sedang fokus menyetir pun menoleh pada sang mommy yang sedang berbicara. Membagi konsentrasinya pada jalanan yang dilaluinya. “Tentang apa?” tanya Ghea. “Tentang pria yang punya anak itu.” Ghea terdiam. Yang dimaksud mommy-nya pastinya adalah Rowan. Saat membahas Rowan, dia tidak tahu harus mulai dari mana. Mengingat terlalu rumit untuk dijelaskan. Ghea sendiri yang mengatakan jika Rowan memiliki istri. “Mom, semua tidak seperti yang mommy bayangkan.” Ghea mencoba mencari celah untuk menjelaskan. “Memang apa yang mommy bayangkan?” tanya Mommy Shea yang menatap anaknya lekat. “Kemarin, aku bilang bukan jika dia sudah punya istr
Setelah perjalanan yang cukup macet, akhirnya mereka sampai di rumah Dean. Dari dalam mobil dia memerhatikan mobil siapa saja yang berjajar di depan rumah orang tua Dean. Ghea memerhatikan mobil itu adalah milik, Al-kakak sepupunya, El-kakaknya, Daddy Regan-daddy dari Al, Papa Felix-papa dari kakak iparnya, dan dua mobil lagi yang Ghea tidak tahu. Dia yakin itu adalah mobil teman Papa Erik. Dari mobil yang terparkir itu tidak ada mobil Rowan. 'Apa jangan-jangan Dean sudah memindahkan Rowan ke hotel?' Ghea menebak hal itu ketika tidak menemukan mobil Rowan tidak terparkir di rumah Dean. “Ghe, ayo turun.” Mommy Shea yang melihat Ghea hanya duduk manis dan tidak bergeming ketika mobil berhenti, langsung memanggilnya. “Iya,” jawabnya ketika mendengar panggilan dirinya. Mereka semua masuk ke rumah. Menekan bel dan menunggu pintu dibuka. Saat pintu dibuka, tampak Dean yang membuka pintu.“Selamat datang.” Dean dengan semringahnya menyambut keluarga Ghea. Melihat wajah dengan penuh sen
“Mommy.” Gemma yang melihat Ghea ada di pesta itu langsung berlari.Semua orang yang melihat pemandangan itu terperangah. Mereka saling menatap siapa gerangan yang dipanggil mommy oleh anak kecil itu. Alangkah terkejutnya jika ternyata yang dipanggil mommy itu adalah Ghea. Gadis kecil yang berlari tadi langsung memeluk Ghea, itu artinya yang dimaksud mommy adalah Ghea. Daddy Bryan, Mommy Shea, El, dan Freya sudah tahu jika yang dimaksud oleh Gemma adalah Ghea, sedangkan yang lain belum ada yang tahu sama sekali tentang panggilan yang disematkan Gemma. Hal itu membuat mereka semua jadi bingung. “Gemma kenal Aunty Ghea?” Mama Lyra dengan lembut membelai rambut Gemma. “Ini mommy Gemma, Bu dokter, bukan aunty.” Mata kecil bocah lima tahun itu tidak suka Ghea dipanggil aunty. Setahunya memang Ghea adalah mommy-nya. “Jadi ini mommy Gemma?” Mama dari Dean itu memastikan kembali. “Iya,” jawab Gemma mengangguk pasti.Mama Lyra hanya tersenyum saja. Dia masih bingung dengan situasi yang ad