Pagi ini cuaca begitu cerah. Hari kedua Ghea bekerja, membuatnya begitu bersemangat. Apalagi kemarin ada banyak pasien di sore hari. Hal itu membuatnya senang. Bertemu dengan pasien adalah hal yang paling dia suka. Terlebih lagi setelah melihat mereka sembuh setelah memeriksakan diri.
Ghea yang sedang bersiap mendapati ponselnya berdering. Saat dilihat, ternyata sang mommy yang menghubunginya. Sejenak Ghea merutuki kesalahannya karena kemarin seharian tidak menghubungi sang mommy itu. Seharian kemarin, dia begitu sibuk. Hingga membuatnya lupa mengabari sang mommy.Dengan segera Ghea mengangkat sambungan telepon. Tak mau sampai sang mommy menunggu lama.“Sayang, kenapa kamu tidak menghubungi kemarin?” Mommy Shea yang kesal langsung mencecar dengan pertanyaan tersebut.“Kemarin aku sibuk, Mom. Pagi aku ke sekolah TK untuk melakukan pemeriksaan rutin.” Ghea lebih memilih memberikan alasan pada sang mommy.“Lalu, apa kamu makan dengan teratur? Apa kamu bisa tidur nyenyak di sana?” Mommy Shea begitu khawatir dengan anaknya.“Aku baik. Mommy tenang saja. Mommy puas-puaskan saja bulan madu setiap hari dengan daddy.” Ghea tertawa menggoda sang mommy.“Ide bagus itu.” Suara Daddy Bryan terdengar menjawab ucapan Ghea.“Jangan lupa umur!” Suara Mommy Shea terdengar.“Aku tidak lupa, Sayang, hanya saja kebutuhan biologi tidak kenal umur.” Daddy Bryan tampak asyik menjawab.Ghea yang mendengar obrolan mommy dan daddy hanya menggeleng. “Sepertinya ini adalah obrolan orang dewasa,” celetuknya.“Kamu pikir, kamu belum dewasa? Cepatlah menikah agar obrolan seperti ini kamu mengerti.” Daddy Bryan pun menyindir anaknya.Ghea memutar bola matanya. Dia paling malas jika membahas tentang pernikahan. Baginya, itu membuatnya pusing. “Mom-Dad, aku harus segera berangkat. Nanti aku akan menghubungi, Da ….” Ghea lebih memilih untuk menghindar. Tak mau obrolan semakin panjang.Ghea segera mematikan ponselnya, kemudian memasukkan ponselnya ke dalam tas. Bergegas berangkat, karena tidak mau terlambat bekerja. Berharap pasien akan banyak pagi ini.⭐⭐⭐Ghea menyandarkan kepalanya ketika akhirnya selesai juga pekerjaannya. Pagi ini cukup banyak pasien, dan didominasi oleh anak-anak. Mungkin karena sedang pancaroba, jadi anak-anak mudah sakit.Mengingat jam praktiknya sore nanti, akhirnya Ghea bersiap untuk pulang. Melepas jas dokternya dan meraih tasnya yang berada di atas meja.Mengayunkan langkahnya, dia keluar dari ruangannya. Saat keluar tampak dari kejauhan perawat sedang berkumpul. Dari kaki yang dilihat Ghea, tampak anak kecil di tengah-tengah para perawat. Mungkin perawat sedang melayani pasien anak itu, pikir Ghea.Tak menghiraukan apa yang dilakukan perawat, Ghea berlalu begitu saja. Menuju ke mobilnya. Segera pulang agar dapat beristirahat.“Mommy.”Seketika langkah Ghea terhenti ketika mendengar panggilan itu. Panggilan itu mengingatkannya pada Gemma kemarin. Sebuah pelukan di pinggangnya seketika membuatnya terkejut. Dari tangan yang memeluk, dia yakin itu adalah tangan milik anak kecil. Tepat saat Ghea menoleh, dia mendapati Gemma yang mendongak melihatnya.“Mommy.”Ghea melihat ke sekitar. Memerhatikan para perawat yang melihatnya. Mereka sudah tahu jika dirinya belum menikah, jadi pasti mereka terkejut melihat ada anak kecil yang memanggilnya seperti itu. Terlebih lagi Raya tidak ada, jadi tidak ada yang bisa dimintai tolong olehnya untuk menjelaskan pada semua orang.“Gemma datang dengan siapa?” Ghea memilih mengabaikan pandangan orang. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui bagaimana bisa Gemma datang ke kliniknya.“Dengan, Bibi.” Gemma menunjuk seseorang.Melihat dari penampilannya, Ghea yakin itu adalah asisten rumah tangga Gemma.Asisten rumah tangga menghampiri Ghea. “Maaf, Bu Dokter, tadi Gemma memaksa untuk ke sini,” ucapnya.“Tidak apa-apa.” Ghea tersenyum. Tak mau menjadi pusat perhatian orang, akhirnya Ghea mengajak Gemma untuk pergi dari Klinik. “Gemma mau es krim?” tanyanya.“Mau-mau.”Ghea menggandeng Gemma dan mengajaknya beserta asisten rumah tangga untuk menemani Gemma. Mereka semua masuk ke mobil. Ghea melajukan mobilnya untuk mencari restoran cepat saji.Di restoran cepat saji Ghea membelikan es krim untuk Gemma. Gadis kecil itu meminta rasa stroberi kesukaannya. Dia terus menempel bak prangko pada Ghea, membuat Ghea merasa lucu. Dia sudah seperti memiliki anak.“Maaf, Bu Dokter, tadi Non Gemma minta untuk ke klinik terus. Jadi mau tidak mau saya antarkan.” Asisten rumah tangga merasa tidak enak. Dia sendiri tadi bingung ketika Gemma merengek minta untuk menemui sant mommy di klinik. “Apa benar Bu Dokter mommy-nya Gemma?”Ghea semakin dibikin pusing. Kenapa pertanyaan itu dilontarkan padanya. Niatnya untuk mencari tahu dari asisten rumah tangga seketika kandas begitu saja ketika Asisten rumah tangga itu bertanya seperti itu.“Memang Bibi sudah berapa lama bekerja di rumah Gemma?” Ghea begitu penasaran dengan keberadaan asisten rumah tangga itu. Karena dia sampai tidak tahu ibu dari majikannya sendiri.“Saya bekerja di rumah Pak Kavin sejak Gemma umur dua tahun, Bu.”‘Oh nama daddy-nya Gemma Kavin,’ batin Ghea mengetahui nama ayah Gemma.Ghea yang mendengar nama itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun, tetap saja masih bingung kenapa bisa Gemma memanggilnya mommy.‘Apa aku mirip dengan mommy-nya mungkin?’ Itulah yang terpikir dalam hati oleh Ghea.“Lalu Bibi tidak tahu istri Pak Kavin?” tanya Ghea mengorek lagi.“Saya tidak pernah tahu istri Pak Kavin. Yang saya tahu istri Beliau di luar negeri, karena Pak Kavin selalu mengatakan itu pada Non Gemma.” Asisten rumah tangga itu berpikir Ghea pulang dari luar negeri dan tidak mau menemui suaminya.Ghea melihat Gemma. Jika didengar dari cerita gadis kecil yang duduk di sampingnya itu tidak punya ibu sejak kecil. Melihat itu, Ghea merasa iba. Membayangkan bagaimana sedihnya tubuh tanpa ibu.“Mommy mau?” ucapnya seraya menyuapi Ghea.Ghea membuka mulutnya. Membiarkan Gemma menyuapinya. Sejenak dia berpikir untuk membiarkan Gemma memanggilnya mommy. Lagi pula hanya sebuah sebutan. Jika panggilan itu membuat anak kecil bahagia, kenapa tidak dia membiarkan saja. Lagi pula Gemma begitu manis dan cantik, jadi pastinya akan sangat senang mendapatkan anak secantik itu.“Apa kamu suka?” tanya Ghea.“Iya, tapi daddy bilang, tidak boleh banyak-banyak.”“Apa yang dibilang Daddy benar, jadi tidak boleh banyak-banyak. Nanti giginya sakit.” Ghea tersenyum seraya membelai lembut rambut Gemma.Ghea mendengarkan cerita Gemma hanya tersenyum. Gadis cilik itu terus saja berceloteh. Menceritakan banyak hal tentang teman-temannya. Dari cerita Gemma, tampak dia begitu sedih ketika menceritakan jika dia tidak pernah dijemput mamanya. Saat acara sekolah juga ibunya tidak pernah datang. Hal itu membuat Gemma sedih. Mendengar itu Ghea langsung memeluk. Dia merasakan bagaimana rasanya tanpa ibu.Usai makan, Ghea mengantarkan Gemma ke rumahnya. Dilihatnya rumah Gemma begitu besar membuat Ghea yakin keluarga Gemma adalah orang kaya.“Apa Mommy tidak pulang?” tanya Gemma.“Mommy masih harus bekerja, jadi tidak bisa pulang.” Ghea pun memberikan pengertian. Dia mendaratkan kecupan di dahi Gemma.“Baiklah, sampai bertemu, Mommy.”Gemma turun dari mobil bersama dengan asisten rumah tangga. Ghea yang melihat Gemma turun langsung melajukan mobilnya. Gemma yang masih di depan gerbang melambaikan tangannya.“Bi, jangan bilang daddy jika kita bertemu mommy, oke?” Gemma memberikan kelingkingnya. Mengajak asisten rumah tangga untuk mengingat janji.“Baik, Non.” Asisten rumah tangga juga tidak akan berani jika menyangkut istri tuannya. Dia berpikir jika mungkin majikannya berpisah karena satu alasan.Jadwal Ghea praktik hari ini adalah sore saja. Jadi dia bisa menikmati waktu di rumah. Pagi-pagi sekali dia sudah bersiap berolah raga. Dengan sepatu memakai sepatu olah raga dan topi di kepalanya, rencananya dia akan berlari keliling kompleks. Sambil memasang earphone di telinganya, Ghea berlari menyusuri jalanan kompleks. Sekali pun libur, dia tidak mau hanya berleha-leha saja di rumah. Sambil berlari, dia memerhatikan sekitar. Perumahan memang disusun dengan baik. Banyak sekali fasilitas yang diberikan di perumahan ini. Dekat dengan mal, ada kolam renang, dan terutama ada taman yang dihuni beberapa rusa. Ghea merasa perumahan ini benar-benar paket komplit. Ke depan, dia akan usulkan pada kakaknya perumahan seperti ini. “Sepertinya jika perumahan secantik ini, aku akan sangat betah.” Ghea sudah tidak merasa pindah ke kota ini adalah pilihan yang tepat karena dia tidak pusing mendengar suara sang mommy yang protes kapan dia akan menikah. Tepat saat melihat melintas rumah Gemma, dia
Ghea membawa Gemma keluar. Di luar dilihatnya temannya sedang menyiapkan makanan yang diyakininya dipesannya di layanan aplikasi pesan antar. “Ayo, kita makan.” Ghea mengajak Gemma untuk makan bersama. Gemma begitu senang sekali. Dia ikut duduk di samping Ghea. Makan makanan yang disiapkan untuknya. Ghea dengan telaten menyuapi Gemma dengan telaten. Raya yang melihat pemandangan itu hanya tersenyum. Temannya itu sudah seperti ibu satu anak. “Kalau Ghea ke sini apa daddy tidak marah?” Ghea begitu penasaran. “Pak Kavin pulang malam, Bu, jadi Beliau tidak tahu jika kami pergi.” Asisten yang ikut duduk dan makan menjawab. “Tapi, tidak baik, Bi, jika Bibi mengajak tanpa mengatakan pada daddy Gemma. Aku harap Bibi mengatakannya agar tidak menjadi salah paham nanti.” Ghea tidak mau jadi sasaran jika sampai terjadi apa-apa. “Baik, Bu.” Ghea beralih menyuapi Gemma. Melihat Gemma begitu lahap, membuatnya gemas. Sesekali mendaratkan kecupan di pipinya. Mereka sudah seperti ibu dan anak.
Ghea yang selesai praktik pagi, menunggu Gemma di lobi klinik. Sayangnya, setelah lama menunggu, Gemma tak kunjung datang. Padahal mereka sudah membuat janji. Rencananya Ghea akan mengantarkan gadis kecil itu untuk membeli gaun Princes Elsa yang diinginkannya. Selang beberapa saat akhirnya gadis kecil itu datang bersama dengan asisten rumah tangga. “Mommy pikir kamu tidak akan datang, Sayang.” Ghea sudah mulai terbiasa dengan sebutan itu, membuatnya akhirnya lancar menyebut dirinya sendiri seperti itu. “Tadi tukang ojeknya lama, Bu.” Asisten rumah tangga menjelaskan. “Jadi selama ini kalian pulang dengan ojek?” Ghea baru tahu. Dia merasa heran, karena Gemma termasuk anak orang kaya. “Nona Gemma malas jika harus pakai mobil, karena kadang jam pulang sekolah itu macet, jadi membuat kami menunggu lama. Akhirnya Pak Kavin menyewa tukang ojek.” Ghea menganggukkan kepala. Tadinya dia sudah berpikir negatif pada daddy Gemma. Namun, untuk asisten rumah tangga langsung menjelaskan. Palin
Ghea menunggu di dalam mobil anak-anak keluar dari sekolahnya. Pandangannya fokus memerhatikan setiap anak yang pulang. Kemarin dia sudah membuat janji dengan asisten rumah tangga, tetapi sejak tadi dia tidak melihat asisten rumah tangga dan Gemma. Hal itu membuat Ghea khawatir. Rasa penasaran membuatnya akhirnya turun dari mobil. Menemui guru Gemma. Untuk menanyakan keberadaan Gemma. “Permisi, Miss,” ucap Ghea menyapa guru Gemma. “Bu Dokter, ada yang bisa saya bantu?” tanya guru Gemma. “Tadinya saya ingin bertemu dengan Gemma, tetapi tampaknya Gemma tidak ada.” “Gemma, tadi daddy-nya mengabari jika dia tidak masuk hari ini, Bu Dokter.” “Tidak masuk?” Ghea begitu terkejut. “Apa dia sakit?” “Maaf saya kurang tahu, Bu. Daddy Gemma tidak menjelaskan.” Ghea mengangguk. “Terima kasih, Miss. Kalau begitu permisi.” Mendapatkan informasi itu akhirnya, Ghea merasa khawatir. Menebak-nebak apakah Gemma sakit. Untuk menghilangkan pikirannya itu, akhirnya Ghea memilih untuk segera pergi k
Ghea masih menatap tajam pada Rowan. Bisa-bisanya pria itu membohongi anaknya seperti itu. Hal ini jelas akan membuat keruh masalah yang ada. Akan melukai perasaan anak kecil yang tidak tahu apa-apa. “Mommy.” Gemma memeluk Ghea. Ghea tak bisa menolak sama sekali. Tak mau melukai anak kecil yang bersamanya itu. Posisi Gemma yang menghadap ke belakang membuat Ghea dapat menatap Rowan dengan tajam. Dia benar-benar akan membuat perhitungan dengan laki-laki itu. Rowan dengan tenangnya ketika Ghea menatapnya. Merasa jika tak bersalah sama sekali. “Mommy, jangan pergi.” Gemma yang memeluk merasa begitu sedih karena takut kehilangan mommy-nya lagi. “Mommy tidak akan meninggalkanmu.” Ghea membelai lembut punggung Gemma. “Jadi anak cantik jangan menangis.” Ghea melepaskan pelukannya. Kemudian menghapus air mata yang mengalir di wajah Gemma. “Gemma tidak akan menangis.” Gemma ikut menghapus air matanya. Ghea tersenyum. Tangannya membelai lembut pipi Gemma. “Mommy, ayo katanya Mommy m
Enam tahun lalu. Hujan begitu deras mengguyur ibu kota siang itu. Sesekali suara petir terdengar. Beberapa hari ini memang kota sedang dilanda hujan deras. Beberapa pohon tumbang pun sering terjadi karena hujan yang disertai angin kacang terjadi. Ghea duduk menunggu kekasihnya untuk menjemputnya. Tadi, dia sudah bilang pada Dean jika dia akan pulang dengan Rowan. Jadi temannya itu sudah meninggalkannya sendiri di kampus. Kampus Ghea dan Rowan berada dalam satu wilayah, hanya berbeda beberapa blok, karena mereka berbeda jurusan. Rowan mengambil jurusan bisnis management, sedangkan Ghea mengambil kedokteran. Cukup lama Ghea menunggu, tetapi Rowan tak kunjung tiba. Hingga akhirnya dering telepon terdengar. Saat melihat ponselnya, dilihatnya itu adalah Rowan. Dengan segera Ghea mengangkat sambungan telepon. “Halo, Sayang.” Hujan deras membuat Ghea harus berteriak. Agar suaranya terdengar oleh Rowan. “Ghe, aku mau kita putus.” Sekali pun guyuran hujan begitu deras. Ghea jelas mende
Ghea yang mengingat semua kenangan itu hanya bisa menahan sesaknya. Mengingat pria yang meninggalkannya tanpa alasan itu membuatnya begitu sakit. Namun, kini dia harus kembali bertemu dengan pria itu lagi. Lebih sialnya lagi, harus terjebak dalam drama yang dibuat Rowan untuk anaknya. “Sebaiknya aku berhenti menemuinya. Lagi pula, jika aku tidak menemuinya semua akan selesai.” Satu jalan yang dipilih Ghea adalah hal itu. Tak mau terlalu dalam masuk ke dalam drama yang dibuat oleh mantan kekasihnya. Menurutnya, semakin drama berakhir, semakin dia akan terlepas dari semuanya. Ghea pikir pindah ke kota lain memberikannya ketenangan. Nyatanya tidak. Karena pada akhirnya, dia justru terlibat dengan Rowan dan anaknya. Suara ketukan kaca mobil mengalihkan Ghea. Dia yang melihat Raya di sana langsung membuka kaca mobil. “Kamu sudah sampai?” Jam praktik masih sekitar lima belas menit lagi, jadi dia sedikit terkejut ketika melihat temannya sudah datang. “Aku pergi berangkat Ray tadi. Jadi
Siang hari akhirnya El datang juga. Dia tak sendiri saat datang. Ada Freya dan anak-anaknya yang juga ikut datang. Rumah Ghea seketika begitu ramai sekali. Namun, beruntung dia sudah siap. Jadi tak butuh waktu lama dia segera pergi. “Apa kamu betah, Ghe?” Freya yang dalam perjalanan bertanya pada adik iparnya itu. Ghea sendiri bingung. Jika dibilang betah, mungkin dia sangat betah. Namun, dia sedikit terusik ketika bertemu dengan Gemma dan Rowan. “Ghe, kenapa diam?” Ghea tersadar dari pikirannya. “Aku betah, Kak,” jawabnya, “di sini perumahannya begitu asri. Ada taman rusa juga. Kamu harus membuat perumahan seperti ini juga, Kak.” Ghea yang duduk di samping kemudi, menatap sang kakak yang sedang menyetir. “Wah … konsepnya bagus, tapi jika aku buat, aku tidak mau buat taman rusa. Aku mau buat taman gajah saja.” El tertawa menjawab ide adiknya itu. “Dasar menyebalkan sekali!” Ghea membuang muka. Saat membuang muka, dia melihat Gemma dan asisten rumah tangga sedang berjalan kaki.