Ghea yang selesai praktik pagi, menunggu Gemma di lobi klinik. Sayangnya, setelah lama menunggu, Gemma tak kunjung datang. Padahal mereka sudah membuat janji. Rencananya Ghea akan mengantarkan gadis kecil itu untuk membeli gaun Princes Elsa yang diinginkannya.
Selang beberapa saat akhirnya gadis kecil itu datang bersama dengan asisten rumah tangga.“Mommy pikir kamu tidak akan datang, Sayang.” Ghea sudah mulai terbiasa dengan sebutan itu, membuatnya akhirnya lancar menyebut dirinya sendiri seperti itu.“Tadi tukang ojeknya lama, Bu.” Asisten rumah tangga menjelaskan.“Jadi selama ini kalian pulang dengan ojek?” Ghea baru tahu. Dia merasa heran, karena Gemma termasuk anak orang kaya.“Nona Gemma malas jika harus pakai mobil, karena kadang jam pulang sekolah itu macet, jadi membuat kami menunggu lama. Akhirnya Pak Kavin menyewa tukang ojek.”Ghea menganggukkan kepala. Tadinya dia sudah berpikir negatif pada daddy Gemma. Namun, untuk asisten rumah tangga langsung menjelaskan. Paling tidak dia segera membuang pikiran buruknya itu. Namun, tetap saja jika ada mobil kenapa harus pakai motor. Itu masih jadi pertimbangannya. Entahlah, Ghea tidak mau pusing memikirkannya.“Ayo, kalau begitu.” Ghea langsung mengulurkan tangannya. Mengajak Gemma untuk ke mobil. Segera pergi ke mal yang tak jauh dari rumah . Gemma duduk di depan dengan senangnya. Wajahnya berseri-seri ketika hendak berangkat. Saat Ghea mendekat untuk memasangkan sabuk pengaman pun, dia mendaratkan kecupan di pipi Ghea. Membuat Ghea tersenyum. Kemudian membalas kecupan tersebut.Ghea melajukan mobilnya. Menuju ke mal. Sepanjang jalan Gemma terus menyanyi. Menggeleng-gelengkan kepalanya begitu riang. Ghea yang melirik-memerhatikan ikut senang. Saat sampai di mal, dia langsung mengulurkan tangan. Menggandeng tangan Gemma.Mereka sampai di sebuah toko yang menjual pakaian anak. Di sana Ghea memilihkan pakaian untuk Gemma. Dia juga membantu Gemma untuk menjajal gaun pilihan Ghea.“Aku cantik, Mommy.” Gemma tersenyum melihat dirinya di pantulan cermin.“Nanti tinggal rambutnya dikepang. Jadi princes.” Ghea tersenyum membayangkan hal itu. Dia benar-benar sudah seperti punya anak perempuan.Tak hanya itu saja yang dibeli oleh Ghea. Dia juga membeli gaun lain. Warnanya yang cerah pas sekali untuk dipakai oleh Ghea. Kali ini yang merasa senang bukan hanya Gemma saja, tetapi juga Ghea. Dia merasa puas bisa memenuhi keinginan Ghea.“Nona Gemma tidak pernah sebahagia ini.” Asisten rumah tangga yang merawat Gemma sejak kecil merasa senang sekali, karena akhirnya melihat Gemma yang senang saat berada bersama Ghea.Ghea terdiam. Mendengar hal itu, hatinya sakit. Jika hanya kebahagiaan kecil bisa dibagikannya, kenapa tidak? Lagi pula itu tidak akan sebanding dengan senyuman yang dilihatnya dari wajah Gemma.Sebenarnya Ghea ingin mengajak Gemma untuk bermain. Namun, dia tidak enak karena sudah terlalu lama pergi. Akhirnya, Ghea mengajak Gemma untuk pulang.“Terima kasih, Mommy.” Gemma mendaratkan kecupan di pipi Ghea sebelum turun dari mobil. Merasa senang karena hari ini dia dapat menghabiskan waktu bersama dengan Ghea.“Sama-sama, Sayang. Sampai berjumpa besok.” Ghea tersenyum membelai lembut pipinya. Kemudian beralih pada asisten rumah tangga Gemma. “Bi, jangan lupa besok saya yang akan jemput, jadi jangan langsung pulang.” Ghea mengingatkan kembali asisten rumah tangga. Dia tadi sudah membujuk Gemma untuk mau pulang naik mobil. Baginya anak seusia Gemma harusnya dijemput naik mobil. Kecuali memang tidak punya mobil.“Baik, Bu.”Gemma dan asisten rumah tangga turun. Mereka langsung berlalu masuk ke rumah. Saat masuk mereka dikejutkan dengan kehadiran Rowan. Dia memandang Gemma dan asisten rumah tangga dengan tajam.Rowan sebenarnya sejak kemarin curiga. Terlebih lagi ketika asisten rumah tangga ditanya mana obat untuk Gemma dan mengatakan tidak ada obat. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang. Tak lantas marah. Hingga akhirnya, tadi dia datang ke sekolahan lagi. Berniat menjemput Gemma lagi. Lagi-lagi Rowan mendapati Gemma sudah pulang. Untuk membuktikan apakah dugaannya benar jika asisten rumah tangganya berbohong, akhirnya Rowan memilih pulang. Mengecek keberadaan mereka. Benar saja. Di rumah mereka semua tidak ada.“Gemma masuk!”Gemma yang melihat daddy-nya tampak marah langsung bergegas masuk. Tak membantah atau pun menjawab perintah daddy-nya.Asisten rumah tangga begitu berdebar-debar ketika melihat jika ternyata majikannya sudah pulang. Dia kini tak bisa lagi berbohong apa lagi sejak kemarin sudah kepergok.“Dari mana sebenarnya? Apa yang selama ini Bibi lakukan pada Gemma.” Rowan yang melihat belanjaan yang dibawa asisten rumah tangga merasa curiga ada hal yang dilakukan di belakangnya.“Tadi kami pergi bersama dengan mommy Nona Gemma, Pak.”Dahi Rowan berkerut dalam. “Apa maksud kamu? Bukankah aku sudah bilang jika mommy Gemma di luar negeri? Apa kamu sedang memberikan alasan padaku?” tanyanya kesal.“Tidak, Pak. Saya tidak beralasan. Saya memang pergi menemui mommy Gemma.”“Lalu kalau kamu tahu mommy Gemma, katakan siapa namanya?”Asisten rumah tangga itu merutuki kebodohannya karena dia tidak tahu siapa nama dokter yang dibilang mommy Gemma. Dia hanya memanggilnya ibu saja. “Sa-saya tidak tahu, Pak,” ucapnya menundukkan pandangan.“Jika kamu tidak tahu, bagaimana bisa kamu memberikan alasan padaku jika kamu dan Gemma bertemu dengan mommy-nya. Dari mana kamu tahu jika itu adalah mommy Gemma?” Rowan berapi-api. Ini sudah keterlaluan. Bisa-bisanya asisten rumah tangganya menggunakan alasan tidak masuk akal.“Nona Gemma yang mengatakan jika dia adalah mommy-nya.”Rowan menggeleng heran. Tidak mengerti kenapa bisa ucapan Gemma membuat asisten rumah tangga membawanya pergi. Sudah Rowan duga jika asisten rumah tangganya sedang berbohong. Tidak mungkin juga dia tahu mommy Gemma, karena selama ini dia menutup rapat semuanya. Tak mau sampai Gemma tahu siapa ibunya. Rowan hanya ingin Gemma tahu hanya dia orang tuanya.“Kamu sudah bekerja lama di rumah ini. Aku tahu jika kamu pasti berusaha untuk menjaga dan melindungi Gemma. Sebenarnya aku kecewa dengan tindakanmu ini, tetapi aku memberikan kamu kesempatan untuk memperbaiki. Aku tidak mau kejadian seperti ini terulang.” Rowan tidak mau terlalu kejam. Lagi pula asisten rumah tangganya itu sudah lama bekerja di rumahnya.“Baiklah, Pak. Saya tidak akan mengulang lagi.”Rowan mengembuskan napasnya. Berusaha untuk menguatkan dirinya. Rasanya berat sekali langkahnya harus diayunkan ke kamar Gemma. Terlebih lagi, Gemma pergi dengan alasan mommy-nya, yang diyakini jika itu pasti tidak benar. Namun, dia harus menemui anaknya. Menanyakan ke mana dan apa yang menyebabkan dia terlambat pulang.Rowan yang sampai di kamar Gemma membuka pintu kamarnya. Dilihatnya anaknya itu sedang duduk diam di tempat tidurnya. Masih memakai seragam yang dipakainya. Hanya saja sepatunya sudah dilepas.Masuk ke kamar, Rowan menghampiri anaknya. Duduk tepat di samping anaknya. “Gemma pergi ke mana tadi?” Rowan dengan lembut bertanya.“Gemma pergi dengan mommy.”Jawaban itu membuat Rowan pusing. Mommy siapa yang anaknya maksud. Namun, dia tidak mau langsung menghardik anaknya. Tak mau sampai anaknya itu takut. “Lalu, apa yang Gemma lakukan?”“Gemma tadi beli gaun princes. Apa Daddy tahu, jika gaun yang dibeli adalah Princes Elsa.” Dia menceritakan dengan semangat.Rowan mendengarkan dengan saksama. “Lalu apa lagi?”“Mommy bilang, nanti tinggal dikepang, jadi Gemma akan secantik Princes Elsa.”Rowan mengangguk-anggukan kepalanya. Menanggapi dengan tenang cerita anaknya.“Tadinya, Mommy ingin mengajak Gemma bermain, tetapi tidak jadi.”Rowan masih dalam mode mendengarkan. “Lalu, Gemma akan bertemu lagi dengan mommy?” tanya Gemma.“Iya, besok dia akan menjemput sekolah Gemma.”Rowan terkejut mendengar penuturan anaknya. Dia pasti tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Terlebih lagi, anaknya bertemu dengan orang asing. Namun, tidak mungkin dia langsung begitu saja melarang. Anaknya pasti akan sangat kecewa.“Baiklah, sekarang Gemma ganti baju, karena Daddy akan mengajak Gemma bermain.”“Ye … Gemma main dengan Daddy.” Gemma langsung meloncat senang. Dia memang selalu senang ketika bermain dengan daddy-nya. Apalagi beberapa hari ini dia tidak bermain dengan sang daddy karena dia begitu sibuk.Ghea menunggu di dalam mobil anak-anak keluar dari sekolahnya. Pandangannya fokus memerhatikan setiap anak yang pulang. Kemarin dia sudah membuat janji dengan asisten rumah tangga, tetapi sejak tadi dia tidak melihat asisten rumah tangga dan Gemma. Hal itu membuat Ghea khawatir. Rasa penasaran membuatnya akhirnya turun dari mobil. Menemui guru Gemma. Untuk menanyakan keberadaan Gemma. “Permisi, Miss,” ucap Ghea menyapa guru Gemma. “Bu Dokter, ada yang bisa saya bantu?” tanya guru Gemma. “Tadinya saya ingin bertemu dengan Gemma, tetapi tampaknya Gemma tidak ada.” “Gemma, tadi daddy-nya mengabari jika dia tidak masuk hari ini, Bu Dokter.” “Tidak masuk?” Ghea begitu terkejut. “Apa dia sakit?” “Maaf saya kurang tahu, Bu. Daddy Gemma tidak menjelaskan.” Ghea mengangguk. “Terima kasih, Miss. Kalau begitu permisi.” Mendapatkan informasi itu akhirnya, Ghea merasa khawatir. Menebak-nebak apakah Gemma sakit. Untuk menghilangkan pikirannya itu, akhirnya Ghea memilih untuk segera pergi k
Ghea masih menatap tajam pada Rowan. Bisa-bisanya pria itu membohongi anaknya seperti itu. Hal ini jelas akan membuat keruh masalah yang ada. Akan melukai perasaan anak kecil yang tidak tahu apa-apa. “Mommy.” Gemma memeluk Ghea. Ghea tak bisa menolak sama sekali. Tak mau melukai anak kecil yang bersamanya itu. Posisi Gemma yang menghadap ke belakang membuat Ghea dapat menatap Rowan dengan tajam. Dia benar-benar akan membuat perhitungan dengan laki-laki itu. Rowan dengan tenangnya ketika Ghea menatapnya. Merasa jika tak bersalah sama sekali. “Mommy, jangan pergi.” Gemma yang memeluk merasa begitu sedih karena takut kehilangan mommy-nya lagi. “Mommy tidak akan meninggalkanmu.” Ghea membelai lembut punggung Gemma. “Jadi anak cantik jangan menangis.” Ghea melepaskan pelukannya. Kemudian menghapus air mata yang mengalir di wajah Gemma. “Gemma tidak akan menangis.” Gemma ikut menghapus air matanya. Ghea tersenyum. Tangannya membelai lembut pipi Gemma. “Mommy, ayo katanya Mommy m
Enam tahun lalu. Hujan begitu deras mengguyur ibu kota siang itu. Sesekali suara petir terdengar. Beberapa hari ini memang kota sedang dilanda hujan deras. Beberapa pohon tumbang pun sering terjadi karena hujan yang disertai angin kacang terjadi. Ghea duduk menunggu kekasihnya untuk menjemputnya. Tadi, dia sudah bilang pada Dean jika dia akan pulang dengan Rowan. Jadi temannya itu sudah meninggalkannya sendiri di kampus. Kampus Ghea dan Rowan berada dalam satu wilayah, hanya berbeda beberapa blok, karena mereka berbeda jurusan. Rowan mengambil jurusan bisnis management, sedangkan Ghea mengambil kedokteran. Cukup lama Ghea menunggu, tetapi Rowan tak kunjung tiba. Hingga akhirnya dering telepon terdengar. Saat melihat ponselnya, dilihatnya itu adalah Rowan. Dengan segera Ghea mengangkat sambungan telepon. “Halo, Sayang.” Hujan deras membuat Ghea harus berteriak. Agar suaranya terdengar oleh Rowan. “Ghe, aku mau kita putus.” Sekali pun guyuran hujan begitu deras. Ghea jelas mende
Ghea yang mengingat semua kenangan itu hanya bisa menahan sesaknya. Mengingat pria yang meninggalkannya tanpa alasan itu membuatnya begitu sakit. Namun, kini dia harus kembali bertemu dengan pria itu lagi. Lebih sialnya lagi, harus terjebak dalam drama yang dibuat Rowan untuk anaknya. “Sebaiknya aku berhenti menemuinya. Lagi pula, jika aku tidak menemuinya semua akan selesai.” Satu jalan yang dipilih Ghea adalah hal itu. Tak mau terlalu dalam masuk ke dalam drama yang dibuat oleh mantan kekasihnya. Menurutnya, semakin drama berakhir, semakin dia akan terlepas dari semuanya. Ghea pikir pindah ke kota lain memberikannya ketenangan. Nyatanya tidak. Karena pada akhirnya, dia justru terlibat dengan Rowan dan anaknya. Suara ketukan kaca mobil mengalihkan Ghea. Dia yang melihat Raya di sana langsung membuka kaca mobil. “Kamu sudah sampai?” Jam praktik masih sekitar lima belas menit lagi, jadi dia sedikit terkejut ketika melihat temannya sudah datang. “Aku pergi berangkat Ray tadi. Jadi
Siang hari akhirnya El datang juga. Dia tak sendiri saat datang. Ada Freya dan anak-anaknya yang juga ikut datang. Rumah Ghea seketika begitu ramai sekali. Namun, beruntung dia sudah siap. Jadi tak butuh waktu lama dia segera pergi. “Apa kamu betah, Ghe?” Freya yang dalam perjalanan bertanya pada adik iparnya itu. Ghea sendiri bingung. Jika dibilang betah, mungkin dia sangat betah. Namun, dia sedikit terusik ketika bertemu dengan Gemma dan Rowan. “Ghe, kenapa diam?” Ghea tersadar dari pikirannya. “Aku betah, Kak,” jawabnya, “di sini perumahannya begitu asri. Ada taman rusa juga. Kamu harus membuat perumahan seperti ini juga, Kak.” Ghea yang duduk di samping kemudi, menatap sang kakak yang sedang menyetir. “Wah … konsepnya bagus, tapi jika aku buat, aku tidak mau buat taman rusa. Aku mau buat taman gajah saja.” El tertawa menjawab ide adiknya itu. “Dasar menyebalkan sekali!” Ghea membuang muka. Saat membuang muka, dia melihat Gemma dan asisten rumah tangga sedang berjalan kaki.
Suara ketukan pintu yang tak berhenti-henti membuat Ghea yang sedang menikmati tidurnya terbangun. Dia yang masih mengantuk terpaksa bangun. Untuk membuka pintu. Alangkah terkejutnya Ghea ketika keponakannya yang datang mengganggu. “Aunty, ayo kita ke mal.” Kean menarik tangan Ghea. “Astaga, ini masih pagi untuk mengajak Aunty ke mal.” Ghea hanya bisa menggeleng heran. Bisa-bisa keponakannya itu mengajaknya ke mal pagi-pagi. “Aunty ciap-ciap dulu caja.” Lean yang berada di sebelah Kean pun sok dewasa memberitahu Ghea. Ghea hanya bisa mendengus kesal. Niatnya beristirahat justru mendapatkan ajakan ke mal. “Iya, Aunty siap-siap dulu,” ucapnya. “Ye ….” Dua anak laki-laki yang begitu mirip itu bersorak senang. Ghea tersenyum. Hanya pergi ke mal bersamanya saja anak-anak itu begitu senang. “Sudah sana, ke bawah dulu.” Dia mendorong dua anak kecil itu, kemudian berbalik-menutup pintu kamar dan bersiap untuk mandi. Setengah jam kemudian, Ghea selesai. Dia sudah rapi sekali dengan sete
Daddy Bryan dan El yang kebetulan mengekor di belakang Ghea, berniat untuk menggoda Ghea justru dikejutkan oleh anak kecil yang tiba-tiba memanggil Ghea dengan panggilan ‘mommy’.“El, apa adikmu itu dalam seminggu bisa punya anak?” tanya Daddy Bryan berbisik.“Entah, Dad. Daddy sendiri dulu berapa lama?” tanya El balik. “Buatnya aku sehari jadi El, tapi tetap saja butuh waktu untuk bisa dapat sebesar itu,” ucap Daddy Bryan seraya mengarahkan matanya pada anak yang sedang memeluk Ghea. “Sepertinya itu seusia Kean dan Lean.” Ghea hanya termangu ketika Gemma memeluknya. Pelukan hangat dari tangan mungil itu memang sangat dirindukannya. Namun, tatapan sang mommy yang mengisyaratkan tentang sebuah pertanyaan siapa sebenarnya anak kecil itu membuat Ghea menjadi berdebar-debar. Panggilan ‘mommy’ yang disematkan oleh Gemma padanya, pasti memancing kecurigaan pada mommy-nya. Ghea melepas tangan mungil itu. Berangsur berjongkok untuk menjangkau wajah Gemma. “Gemma rindu, kenapa mommy pergi
Selesai makan Daddy Bryan mengajak Ghea untuk ke kamarnya. Mommy Shea yang melihat sang suami ingin mengajak bicara anaknya, akhirnya memilih untuk ikut. Mengekor di belakang mereka. Daddy Bryan langsung mendorong tubuh anak dan istrinya. Kemudian menutup pintu. Mommy Shea dan Ghea hanya pasrah. “Jelaskan siapa mereka?” Daddy Bryan langsung melemparkan pertanyaan pada anaknya. “Iya, kenapa anak itu memanggil kamu mommy?” Mommy Shea tak kalah bingung. Ghea bingung mulai dari mana menjelaskan. “Jadi begini, sewaktu aku berkunjung ke sekolah, anak itu memanggil aku mommy. Lalu dia sempat masuk ke mobilku. Beberapa setelah kejadian itu dia datang ke klinik, akhirnya kami dekat.” Ghea menatap Daddy dan momm-nya. Menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Daddy Bryan dan Mommy Shea mencerna apa yang dijelaskan oleh anaknya. “Lalu apa yang membuat dia memanggilmu ‘mommy’?” Mommy Shea masih belum mendapatkan alasan kenapa putrinya dipanggil ‘mommy’. Ghea sendiri bingung apa alasan Gemma