“Aku sudah mendengarkan mereka, lalu mau apa lagi?” Daddy Bryan yang melihat Papa Erix kembali menarik tangannya. “Kamu sudah mendengarkan penjelasan dari mereka, tetapi kamu belum mendengar penjelasan dari aku dan Lyra bukan?” tanya Papa Erix. Dahi Daddy Bryan berkerut dalam. Penjelasan apa yang dimaksud oleh temannya itu, dia tidak mengerti sama sekali. “Memang kamu mau menjelaskan apa?” tanyanya. “Duduklah dulu!” pinta Papa Erix. “Jika ini—” “Duduklah dulu, Bry,” pinta Papa Erix kembali.Daddy Bryan kembali duduk. Dia tidak mengerti penjelasan apa yang akan diberikan oleh temannya. Mommy Shea pun yang berniat untuk mengikuti suaminya pun ikut mendudukkan tubuhnya. “Cepat! Apa yang ingin kamu katakan.” Daddy Bryan sudah tidak sabar menunggu apa yang dijelaskan oleh Papa Erix. Papa Erix menoleh pada istrinya. Kemudian mendapatkan anggukan dari istrinya itu. “Yang dikatakan Rowan adalah kenyataan. Dia memang belum menikah dan Gemma adalah anak kakaknya.” Dia pun menjelaskan apa
Ghea hanya bisa menggeleng heran dengan apa yang dilakukan daddy-nya. Dia pikir sang daddy akan tersentuh seperti yang lain, tetapi nyatanya tidak. Hal itu membuat air matanya mengalir.“Jangan dimasukkan hati apa yang dilakukan daddy. Mungkin dia butuh waktu untuk menerima kenyataan ini.” El yang melihat adiknya menangis pun langsung berusaha menenangkan. Mommy Selly pun langsung menghampiri keponakan yang sudah dianggapnya anak sendiri itu. “Aku tahu dia sedang merasakan hal yang sama dengan kita, hanya dia tidak bisa mengungkapkan seperti kita. Benar kata El, dia butuh waktu untuk menerima semua,” ucapnya membelai lembut rambut Ghea. Ghea hanya bisa membenamkan di dada sang mommy. Baginya, Mommy Selly adalah mommy keduanya. Dia benar-benar kecewa dengan tanggapan daddy-nya. Bagaimana bisa hubungannya berlanjut jika daddy-nya bersikap seperti ini.“Terima kasih Dr. Erix dan Dr. Lyra sudah menjelaskan semua.” Rowan menatap Papa Erix dan Mama Lyra. Tidak menyangka jika mereka akan m
Ghea menuruni anak tangga. Dari kejauhan dia melihat sang mommy sedang sibuk di dapur membuatkan kopi. Seperti yang dikatakan oleh kakaknya, dia harus membujuk sang mommy terlebih dahulu, agar sang mommy berada di pihaknya dan dapat membantu. Dengan segera Ghea menghampiri mommy-nya. “Pagi,” sapanya. “Pagi.” Mommy Shea tersenyum. Seperti biasa senyumannya itu selalu menghiasi hari-harinya. “Mom,” regek Ghea. Tanpa Ghea mengatakan apa-apa seorang ibu selalu tahu yang dirasakan anaknya. Pun dengan Ghea kali ini. Dia tahu anaknya sedang sangat sedih karena perihal semalam. “Apa?” tanyanya pura-pura ingin tahu. “Apa Mommy tidak percaya yang dikatakan Rowan?” Ghea mendekat. Berada di tepat di belakang sang mommy menyandarkan dagunya di bahu sang mommy. Mommy Shea menahan senyuman muncul di wajahnya. Ingin melihat usaha anaknya sebesar apa lebih dulu. “Mama Lyra dan Papa Erix sudah mengatakan juga yang mereka ketahui. Apa Mommy masih belum yakin?” Ghea melanjutkan ucapannya. “Lalu k
Di saat kedua orang tuanya di taman belakang, Ghea yang berada di dalam rumah mencoba menghubungi Rowan. Untuk sesaat telepon tidak terhubung, hingga akhirnya Gemma yang mengangkat sambungan telepon. “Hello, Mommy,” ucap Gemma dengan suara khas anak kecil. “Hello, Sayang, apa daddy ada?” tanya Ghea pada Gemma. “Daddy sedang mandi.” “Oh … ya sudah, sampaikan pada daddy untuk membawa Gemma ke rumah grandpa dan grandma.” Ghea memilih untuk menyampaikan pesan itu. “Ye … ke rumah grandpa … ke rumah grandma.” Gemma tampak senang. Ghea tersenyum ketika mendengar suara yang begitu riang dari Ghea. “Baiklah, Sayang, sampai jumpa.” “Da … Mommy.” Ghea mematikan sambungan telepon. Dia berharap jika Gemma akan menyampaikan pada Rowan untuk datang ke rumah. ***Rowan keluar dari kamar mandi dengan menggosok rambutnya yang basah. Dilihatnya anaknya sedang memegang ponselnya di tempat tidur. “Siapa yang telepon, Gem?” tanyanya. “Mommy.” Gemma menjawab dengan senyuman d
Rowan melajukan mobil Daddy Bryan. Tidak ada yang memulai bicara. Hingga akhirnya Rowanlah yang memulainya. “Apa ada kerusakan, Pak?” tanya Rowan menoleh sejenak. Membagi konsentrasinya dengan jalanan. “Bagian mana?” Rowan begitu ingin tahu. Sesama pria dia tahu sedikit tentang mobil. “Hati.” Tanpa sadar jawaban itu yang keluar dari mulut Daddy Bryan. Rowan mengerutkan dahinya. Bingung dengan yang sedang dibahas oleh Daddy Bryan. Padahal jelas yang dibahas adalah mobil dan tidak mungkin salah mendengar. “Maksudnya?” tanyanya. Daddy Bryan yang menyadari jika salah bicara pun memilih mengalihkan pembicaraan. “Hati-hati maksud aku, kamu bicara terus sedari tadi. Aku masih mau hidup lama. Masih mau menimang anak Ghea. Jika aku mati sekarang karenamu, semua impianku sirna.” Bisa saja Daddy Bryan mengelak. “Jika Anda mati karena kecelakaan, artinya saya juga. Artinya Ghea akan jadi janda sebelum menikah.” Rowan tersenyum tipis. Kali ini dia tanpa menoleh sama sekali. Pandanganny
Mereka berdua menikmati kopi. Daddy Bryan memang pencinta kopi. Berbeda dengan putranya yang lebih suka teh. Menikmati sesapan kopi yang dibuat Rowan membuat Daddy Bryan merasakan kenikmatan. Banyak kopi yang pernah diminumnya, tetapi tidak ada yang senikmat ini. “Bagaimana, Pak, apa enak?” tanya Rowan yang menatap Daddy Bryan. “Lumayan tidak mengecewakan. Rowan tersenyum tipis. Dari ekspresi Daddy Bryan tadi saat meminum kopi, Rowan tahu jika sang daddy begitu menyukai kopi buatannya, tetapi terlalu gengsi untuk mengatakannya. “Kopi memang harus dibuat dengan benar. Dari komposisi bahan dan dari waktu yang ada. Jika waktunya terlalu lama hasilnya pun tidak enak.” Daddy Bryan tahu sedikit tentang kopi, jadi dia mengerti yang dijelaskan oleh Rowan. “Seperti halnya cinta, komposisinya juga harus pas. Wanita yang mencintai dan pria yang mencintai. Sebagai pelengkap adalah restu orang tua. Maka jadilah pernikahan itu akan jadi bahagia.” Rowan menatap Daddy Bryan. Dia mengibaratkan di
Mereka semua masuk ke rumah. Daddy Bryan akhirnya menemani Papa Felix untuk minum kopi di taman belakang. Di saat Papa Felix minum kopi, Daddy Bryan mengajaknya sambil bermain catur. Sayangnya, Papa Felix tidak mau dan memilih untuk menemani saja. Meminta Rowan yang bermain catur. “Kamu bisa main catur?” tanya Daddy Bryan saat memasang pion-pion catur. “Sedikit.” Rowan tersenyum. Daddy Bryan merasa senang ketika Rowan hanya mengerti sedikit saja. Paling tidak dia harus menang melawan Rowan. Tak mau sampai dikalahkan. Permainan catur dimulai. Daddy Bryan memimpin pertandingan. Dia bersorak senang karena dia dapat mengalahkan Rowan. “Lihat, aku akan menang,” ucapnya pada Papa Felix. Papa Felix yang menyeruput kopi tersenyum tipis. “Jangan salah, biasanya jagoan itu mengeluarkan jurusnya di akhir.” Dia sudah sedari tadi memerhatikan Rowan. Pria muda itu tampak tenang sekali. Hingga membuatnya menyadari jika dia sedang memerhatikan pergerakan Daddy Bryan. Rowan tersenyum. Dia meman
Usai makan, Ghea bersiap untuk pulang ke rumah yang dikontraknya. Daddy Bryan dan Mommy Shea ikut mengantarkan sampai ke depan rumah. Di sana mereka menunggu Gemma yang sedang dipasang sabuk pengaman di kursi belakang. Mommy Shea menghampiri Gemma. Mendaratkan kecupan di pipi manis Gemma. “Sampai berjumpa anak manis.”“Sampai jumpa Grandma.” Gemma pun membalas dengan memberikan kecupan di pipi Gemma. Mommy Shea memudurkan tubuhnya. Daddy Bryan dari kejauhan melihat sabuk pengaman yang dipakai Gemma. Dia begitu khawatir tidak pas. Rasa khawatir itu mengantarkannya untuk mendekat. Mengecek sudah pas atau belum. Benar saja dengan feeling-nya. Ternyata ada yang belum terkait. “Aku sudah bilang kaitkan yang benar. Ini akan bahaya,” gumam Daddy Bryan mengaitkan sabuk pengaman. Jaraknya yang begitu dekat dengan Gemma membuat Gemma mendaratkan kecupan di pipi sang daddy. Hal itu membuat Daddy Bryan terperangah. Tersenyum tipis ketika menoleh. “Sampai jumpa, Gemma,” ucapnya lir