Sesuai dengan rencana pagi ini Daddy Bryan dan Papa Felix pergi mengunjungi Ghea. Mereka ingin mengecek vila dan juga menikmati restoran juga.“Nanti jangan lupa foto setia sudut. Jadi aku bisa membayangkan acara apa yang cocok di sana.” Mommy Shea yang mengantarkan suaminya sampai ke depan.“Iya, nanti aku akan foto setiap sudut.” Daddy Bryan tidak tahu apa yang dilakukan istrinya dan para wanita. Tepat di depan rumah, Papa Felix sudah menghampiri. Daddy Bryan pun bergegas mengajaknya untuk masuk ke mobil dan tidak berlama-lama. Beralasan jika mereka akan kena macet nanti. Kali ini mereka menggunakan supir. Kemarin saat Daddy Bryan mengatakan jika akan ke sana, anaknya itu mengatakan jika harus memakai supir agar orang tuanya tidak merasa lelah. Alhasil Daddy Bryan pun menuruti semuanya. Daddy Bryan dan Papa Felix duduk di kursi belakang. Saat mereka sudah siap, supir mengantarkan mereka untuk ke rumah yang selama ini di sewa oleh Ghea. “Kenapa paper bag-nya masih di sini?” Papa F
Rowan terperangah. Dia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Daddy Bryan. Dia pikir Daddy dari Ghea itu tidak ada terbesit di hatinya untuk menerimanya. Papa Felix selalu senang ketika temannya dengan bodoh mengatakan apa yang di dalam hatinya. Saat menyadari jika yang dikatakannya adalah sesuatu yang sangat penting untuk dijaga, dia pun memutar otak untuk bagaimana caranya menghindar. “Aku ingin menghubungi Ghea dulu. Anak itu bilang selesai praktik jam segini, tetapi jam segini dia belum sampai.” Daddy Bryan langsung berdiri. Kemudian berlalu menuju menjauh dari meja. Papa Felix tertawa melihat aksi temannya. “Dia sudah mengizinkanmu sebenarnya, tetapi masih terlalu gengsi.” Rowan tersenyum. Dia senang mendengar hal itu dari mulut Daddy Bryan. “Temui dia, bujuklah. Dia pasti akan luluh.” Papa Felix menatap Rowan. “Baiklah.” Rowan berdiri dan menyusuk Daddy Bryan. Daddy Bryan benar-benar menghubungi Ghea. Dia ingin memastikan anaknya itu karena sudah berjanji akan sege
Ghea mengikuti Rowan ke dapur. Memerhatikan pria yang seusia dengannya itu memasak. Wajahnya begitu ceria. Menandakan jika pria itu sedang sangat bahagia sekali. “Kemu kenapa?” tanya Ghea yang begitu penasaran. “Memang kenapa?” Rowan menoleh ketika sedang mem-plating makanan yang disajikan. “Sejak tadi kamu tersenyum terus.” Ghea memiringkan wajahnya agar menjangkau wajah Rowan. Sedari tadi dia sudah memerhatikan Rowan dan dia yakin ada yang terjadi saat dirinya tadi tidak ada. “Aku senang saja karena Daddy ke sini. Itu artinya dia membuka pintu hatinya untuk menerima aku jadi menantunya.” Rowan tidak mau mengatakan pada Ghea lebih dulu. Dia ingin mengatakan pada suasana yang tepat. “Benar. Aku juga senang daddy ke sini. Artinya dia mau menerima kamu dan jalan kita akan mudah.” “Iya.” Rowan masih melanjutkan menyiapkan makanan. Tampilan begitu menggiurkan. Bekerja di restoran membuat Rowan tahu teknik dan resep. Sifatnya yang selalu ingin belajar membuatnya akhirnya belajar
Dengan mobil Rowan mereka menuju Vila. Gemma duduk manis bersama dengan Daddy Bryan. Membiarkan Ghea sendiri duduk di kursi depan samping kemudi. Mereka ang sampai di vila dibuat tercengang. Vila begitu besar sekali. Terlihat jika mungkin diisi banyak kamar. Dominasi warna putih terlihat pertama kali saat mereka sampai di vila. Mereka yang turun dari mobil segera menuju dalam vila. Alangkah terkejutnya mereka ketika pemandangan di belakang begitu indah. Hamparan rumput di taman belakang begitu luas. Belum lagi pemandangan kota terlihat dari sana. Pemandangan sama dengan di restoran. “Pasti besok semua akan suka dengan suasana ini.” Papa Felix yang meliat vila pun sudah menebak bagaimana hebohnya para wanita. “Iya.” Daddy Bryan pun membayangkan hal yang sama. “Anak-anak juga bisa bermain dengan leluasa.” Maklum, keluarga mereka terlalu banyak. Terutama anak kecil. Jadi harus memilih tempat yang pas. Papa Felix mengangguk. Membenarkan ucapan Daddy Bryan. Daddy Bryan langsung memf
Para dewasa mengobrol di taman belakang setelah makan. Para pria bercerita tentang bisnis mereka dan para wanita menceritakan banyak hal, fashion, desain, anak, makanan, tempat wisata. Obrolan para wanita pun tidak ada habisnya. Hingga membuat untuk dibahas. Di saat para dewasa sedang mengobrol anak-anak sedang sibuk menggambar. Anka bersebelahan dengan Gemma menggambar. Mereka semua menggambar keluarga mereka. Kean, Lean, Anka, dan Rigel, menggambar kedua orang tua mereka dan saudara mereka, sedangkan Gemma menggambar Ghea, Rowan, Mommy Shea, dan Daddy Bryan. “Gemma amu gambal apa?” Anka yang melihat gambar Gemma pun bertanya. “Ini mommy, ini daddy, ini grandma, ini grandpa.” Gemma menunjukkan satu persatu orang yang digambarnya. “Mommy amu yang ana?” tanya Anka. “Itu.” Gemma menunjuk Ghea. “Aunty Ghea?” “Iya.” “Kalau glandma yang ana?” Kembali gadis kecil yang berbeda satu tahun dengan Gemma itu bertanya. “Itu grandma aku.” Gemma menunjuk Mommy Shea. “Itu gland
Malam menyapa. Semua keluarga menikmati bercengkerama bersama. Anak-anak bermain bersama dengan riangnya. Makanan yang disediakan Rowan pun membuat mereka tidak perlu susah untuk memasak. Chef restoran khusus datang ke vila melayani keluarga Ghea. “Rowan, sepertinya kamu harus sering-sering membawa kami ke sini.” El yang merasa nyaman di vila merasa jika tidak akan cukup jika hanya pergi sekali saja. “Tentu saja, kapan saja ingin datang, aku membuka pintu, Kak.” Rowan tersenyum. “Kapan lagi dilayani chef restoran langsung. Begitu bukan El?” tanya Papa Felix mendapatkan anggukan dari El. “Sepertinya memang harus punya mantu pemilik restoran. Pemilik kue sudah ‘kan, jadi akan lebih lengkap menantu pemilik restoran.” Papa Felix menambahi pembicaraan sambil tertawa. “Iya, jika kalian makan berkolesterol kalian bisa berkunjung ke Rumah sakitku.” Papa Erix tertawa menimpali. “Jika ingin tinggal di hotel, tinggal pilih mau Hotel Maxton atau Hotel W.” Al pun menambahkan pembicaraan. Taw
Daddy Bryan dan Mommy Shea menghampiri anaknya. Merasa senang putrinya sudah menemukan pria yang dicintainya. Paling tidak itu adalah hal yang membuat sang putri bahagia. “Selamat, Sayang.” Mommy Shea langsung memeluk sang putri. “Terima kasih, Mom.” “Mommy berharap semua dilancarkan. Mommy sudah tidak sabar menunggu cucu.” Mommy Shea tersenyum. Dia berharap hal segera mendapatkan cucu dari anak-anaknya. Pipi Ghea merona ketika membahas anak. Rasanya dia belum bisa membayangkan sejauh itu. Pikirannya masih memikirkan bagaimana Rowan mempersiapkan ini semua tanpa dirinya curiga sama sekali. “Mereka baru saja bersatu, kenapa sudah membahas anak. Yang ada kamu membuat mereka ingin segera punya anak sebelum pernikahan.” Daddy Bryan yang sedari tadi mendengar pembicaraan anak dan istrinya. “Mereka tidak seperti ….” Mommy Shea langsung menghentikan ucapannya yang hampir saja kelepasan menceritakan aib buruk dari suaminya. “Seperti siapa, Mom?” Ghea begitu penasaran. “Itulah, seperti
Suasana pagi ini begitu riuh. Para ibu menemani anak-anak di taman. Anak-anak begitu riang ketika bermain. Mereka bersama-sama menikmati udara pagi yang begitu sejuk. Sebagian mereka belum bangun mengingat semalam mereka begadang semalam. Tepat pukul tujuh mereka sudah berkumpul, menikmati sarapan pagi. Anak-anak yang sudah makan lebih awal, langsung bermain bersama. Di meja makan semua menikmati sarapan-sarapan sambil berbincang-bincang. Seolah obrolan tidak pernah habis. “Jadi kapan kalian akan menikah?” Daddy Regan memulai pembicaraan setelah mereka semua sudah mulai selesai makan.Ghea dan Rowan saling pandang, mereka belum memikirkan akan hal itu. Mereka masih merasakan euforia lamaran semalam. “Mungkin satu bulan dari ini, Pak.” Rowan sadar persiapan pernikahan butuh waktu. Jadi wajar jika dia butuh waktu lama. “Apa tidak terlalu lama?” Daddy Bryan sadar anaknya jauh darinya. Jadi wajar juga jika dia ingin secepatnya. Semakin cepat, anaknya akan semakin aman.“Tapi, Dad, wa