Dengan mobil Rowan mereka menuju Vila. Gemma duduk manis bersama dengan Daddy Bryan. Membiarkan Ghea sendiri duduk di kursi depan samping kemudi. Mereka ang sampai di vila dibuat tercengang. Vila begitu besar sekali. Terlihat jika mungkin diisi banyak kamar. Dominasi warna putih terlihat pertama kali saat mereka sampai di vila. Mereka yang turun dari mobil segera menuju dalam vila. Alangkah terkejutnya mereka ketika pemandangan di belakang begitu indah. Hamparan rumput di taman belakang begitu luas. Belum lagi pemandangan kota terlihat dari sana. Pemandangan sama dengan di restoran. “Pasti besok semua akan suka dengan suasana ini.” Papa Felix yang meliat vila pun sudah menebak bagaimana hebohnya para wanita. “Iya.” Daddy Bryan pun membayangkan hal yang sama. “Anak-anak juga bisa bermain dengan leluasa.” Maklum, keluarga mereka terlalu banyak. Terutama anak kecil. Jadi harus memilih tempat yang pas. Papa Felix mengangguk. Membenarkan ucapan Daddy Bryan. Daddy Bryan langsung memf
Para dewasa mengobrol di taman belakang setelah makan. Para pria bercerita tentang bisnis mereka dan para wanita menceritakan banyak hal, fashion, desain, anak, makanan, tempat wisata. Obrolan para wanita pun tidak ada habisnya. Hingga membuat untuk dibahas. Di saat para dewasa sedang mengobrol anak-anak sedang sibuk menggambar. Anka bersebelahan dengan Gemma menggambar. Mereka semua menggambar keluarga mereka. Kean, Lean, Anka, dan Rigel, menggambar kedua orang tua mereka dan saudara mereka, sedangkan Gemma menggambar Ghea, Rowan, Mommy Shea, dan Daddy Bryan. “Gemma amu gambal apa?” Anka yang melihat gambar Gemma pun bertanya. “Ini mommy, ini daddy, ini grandma, ini grandpa.” Gemma menunjukkan satu persatu orang yang digambarnya. “Mommy amu yang ana?” tanya Anka. “Itu.” Gemma menunjuk Ghea. “Aunty Ghea?” “Iya.” “Kalau glandma yang ana?” Kembali gadis kecil yang berbeda satu tahun dengan Gemma itu bertanya. “Itu grandma aku.” Gemma menunjuk Mommy Shea. “Itu gland
Malam menyapa. Semua keluarga menikmati bercengkerama bersama. Anak-anak bermain bersama dengan riangnya. Makanan yang disediakan Rowan pun membuat mereka tidak perlu susah untuk memasak. Chef restoran khusus datang ke vila melayani keluarga Ghea. “Rowan, sepertinya kamu harus sering-sering membawa kami ke sini.” El yang merasa nyaman di vila merasa jika tidak akan cukup jika hanya pergi sekali saja. “Tentu saja, kapan saja ingin datang, aku membuka pintu, Kak.” Rowan tersenyum. “Kapan lagi dilayani chef restoran langsung. Begitu bukan El?” tanya Papa Felix mendapatkan anggukan dari El. “Sepertinya memang harus punya mantu pemilik restoran. Pemilik kue sudah ‘kan, jadi akan lebih lengkap menantu pemilik restoran.” Papa Felix menambahi pembicaraan sambil tertawa. “Iya, jika kalian makan berkolesterol kalian bisa berkunjung ke Rumah sakitku.” Papa Erix tertawa menimpali. “Jika ingin tinggal di hotel, tinggal pilih mau Hotel Maxton atau Hotel W.” Al pun menambahkan pembicaraan. Taw
Daddy Bryan dan Mommy Shea menghampiri anaknya. Merasa senang putrinya sudah menemukan pria yang dicintainya. Paling tidak itu adalah hal yang membuat sang putri bahagia. “Selamat, Sayang.” Mommy Shea langsung memeluk sang putri. “Terima kasih, Mom.” “Mommy berharap semua dilancarkan. Mommy sudah tidak sabar menunggu cucu.” Mommy Shea tersenyum. Dia berharap hal segera mendapatkan cucu dari anak-anaknya. Pipi Ghea merona ketika membahas anak. Rasanya dia belum bisa membayangkan sejauh itu. Pikirannya masih memikirkan bagaimana Rowan mempersiapkan ini semua tanpa dirinya curiga sama sekali. “Mereka baru saja bersatu, kenapa sudah membahas anak. Yang ada kamu membuat mereka ingin segera punya anak sebelum pernikahan.” Daddy Bryan yang sedari tadi mendengar pembicaraan anak dan istrinya. “Mereka tidak seperti ….” Mommy Shea langsung menghentikan ucapannya yang hampir saja kelepasan menceritakan aib buruk dari suaminya. “Seperti siapa, Mom?” Ghea begitu penasaran. “Itulah, seperti
Suasana pagi ini begitu riuh. Para ibu menemani anak-anak di taman. Anak-anak begitu riang ketika bermain. Mereka bersama-sama menikmati udara pagi yang begitu sejuk. Sebagian mereka belum bangun mengingat semalam mereka begadang semalam. Tepat pukul tujuh mereka sudah berkumpul, menikmati sarapan pagi. Anak-anak yang sudah makan lebih awal, langsung bermain bersama. Di meja makan semua menikmati sarapan-sarapan sambil berbincang-bincang. Seolah obrolan tidak pernah habis. “Jadi kapan kalian akan menikah?” Daddy Regan memulai pembicaraan setelah mereka semua sudah mulai selesai makan.Ghea dan Rowan saling pandang, mereka belum memikirkan akan hal itu. Mereka masih merasakan euforia lamaran semalam. “Mungkin satu bulan dari ini, Pak.” Rowan sadar persiapan pernikahan butuh waktu. Jadi wajar jika dia butuh waktu lama. “Apa tidak terlalu lama?” Daddy Bryan sadar anaknya jauh darinya. Jadi wajar juga jika dia ingin secepatnya. Semakin cepat, anaknya akan semakin aman.“Tapi, Dad, wa
Ghea membersihkan rumah ketika sampai di rumah. Selang beberapa saat kemudian Raya datang diantar oleh Ray. Hari ini memang Raya pulang ke rumahnya. “Hai, sudah pulang,” ucap Ghea yang melihat Raya pulang. Dia yang membawa secangkir teh di tangan, langsung duduk di sofa. Raya yang mendapat ada sesuatu di tangan Ghea, bergegas menghampiri. Meraih tangan Ghea yang sedang baru saja meletakkan cangkir di meja. “Ini apa?” tanya Raya mendapati cincin yang melingkar di jari manis Ghea. Ghea tersenyum. “Rowan melamarku di hadapan keluargaku.” Dia menceritakan kebahagiaan yang sedang dirasakannya. “Wah … benarkah?” Raya terkejut. “Dia so sweet sekali.” Tidak bisa Raya bayangkan momen itu. “Harusnya kamu ikut, jadi kamu bisa melihatnya.” Ghea sebenarnya ingin mengajak Raya, tetapi dia tidak bisa. “Iya, kamu tahu bukan jika mamaku ingin bertemu dengan Ray.” Ghea baru teringat jika Raya juga sedang mengenalkan kekasihnya itu pada orang tuanya. “Bagaimana? Mereka suka tidak dengan Ray?” Di
Beberapa saat kemudian para wanita membawa gaun pilihan mereka. Ghea mencoba gaun satu persatu. Gaun pertama yang dicoba Ghea adalah pilihan Mommy Selly. Gaun dengan potongan melebar ke bawah dengan bagian atas terbuka sampai ke bahu, menampilkan kesederhanaan, tetapi terlihat elegan. Rowan yang melihat itu langsung memalingkan matanya. Malas sekali melihat bahu putih milik Ghea. Tanggapan Rowan itu sudah menunjukan ketidaksukaan dari Rowan dan seketika membuat mood Ghea buyar. “Jangan itu, itu terlalu terbuka!” El pun memberikan tanggapannya. Rowan langsung tersenyum. Akhirnya ada yang sependapat dengan dirinya. “Justru itu cantik, karena kulit Ghea putih.” Mommy Selly memberikan pembelaan. Ghea juga merasa senang karena mendapatkan dukungan. “Cantik tidak harus memperlihatkan kulit putih yang berada di dalam, Bu,” ucap Rowan sopan. “Iya, memang benar.” Mommy Selly tidak mau sampai ada memaksakan kehendak. “Coba saja selanjutnya, siapa tahu kamu suka.” Seketika Mommy Selly mem
Hari ini sengaja Ghea dan Rowan menjemput Gemma. Rencananya mereka akan ke rumah Mommy Shea dan Daddy Bryan. Karena besok mereka akan mencari cincin pernikahan di toko langganan Mommy Shea. . Namun, di depan sekolah Gemma keluar dengan menangis. Ghea dan Rowan panik melihat hal itu. Bingung kenapa bisa Gemma menangis. “Kamu kenapa, Sayang?” Ghea berjongkok agar dapat menjangkau tubuh Gemma. Ibu jarinya mengusap lembut air mata yang menetes di pipi Gemma. “Kata teman aku, Mommy dan Daddy aku sudah bercerai.” Gemma menangis sesenggukan. “Menikah saja belum, bagaimana bisa bercerai?” Rowan yang mendengar itu menggeleng heran. “Kenapa bisa begitu?” Ghea dengan lembut membelai rambut Ghea. “Aku bilang jika mommy dan daddy tinggalnya terpisah, lalu teman aku bilang jika mommy dan daddy sudah bercerai seperti orang tuanya. Orang tuanya juga tinggal terpisah. Dia hanya bertemu dengan daddy-nya seminggu sekali. Lalu dia bilang daddy-nya punya pacar, mommy-nya juga. Lalu pacar daddy-nya g