Pesawat melandas sempurna di Bandara Internasional. Ghea dan Rowan turun dari pesawat dan menunggu dijemput. Tadi Bian sudah mengabari jika akan menjemput mereka. Namun, saat sampai di Bandara, Bian belum juga datang. Ghea mencoba menghubungi Bian, tetapi belum sampai sambungan telepon itu terhubung, mobil Bian sudah sampai di depan mereka. Bian menurunkan kaca mobil. “Maaf aku terlambat,” ucapnya. “Menyebaklkan,” gumam Ghea.“Tidak apa-apa.” Rowan lebih santai dibanding Ghea. Rowan dan Ghea memasukkan barang ke bagasi mobil. Kemudian masuk ke mobil. Rowan duduk di depan, sedangkan Ghea duduk di belakang. “Kenapa terlambat?” tanya Ghea pada adiknya. Tadi suaminya sudah mengajak untuk ke restoran untuk menunggu Bian, tetapi dia tidak mau karena yakin Bian akan datang. Dari pesan yang dikirim Bian, adiknya itu tampak sudah akan sampai. “Macet.” Bian tersenyum. Beberapa tahun di London, membuatnya tidak dapat memperkirakan waktu tempo. Biasanya di London tiga puluh menit perjalanan
Rowan dan Ghea pagi ini menjemput Gemma. Mereka begitu merindukan Gemma. Saat tiba di rumah El, ternyata anak-anak sedang bermain di depan rumah. Tampan mereka sedang menikmati berjemur di bawah matahari. “Mommy.” Gemma yang melihat mommy dan daddy-nya langsung berteriak. “Kenapa selalu mommy-nya yang dipanggil, apa aku tidak dianggap.” Rowan yang mendapati Gemma hanya memanggil istrinya hanya merasa gemas. Padahal jelas-jelas mereka bersama. Ghea meraih lengan Rowan. “Jangan marah seperti itu. Lihat wajahmu jelek sekali.” Ghea tersenyum manis. Rowan hanya memutar bola matanya malas. Dia tidak benar-benar marah. Ketika Gemma sampai di depan mereka, Ghea langsung memberikan pelukannya. Dia amat merindukan Gemma beberapa hari ini. Baginya, Gemma sudah menjadi bagian hidupnya, jadi memang terasa aneh ketika tidak ada Gemma. “Mommy rindu dengan Gemma.” Ghea mendaratkan kecupan di puncak kepala Gemma. “Gemma juga rindu dengan Mommy.” Gadis kecil itu mengeratkan pelukannya. “Ha
Pagi-pagi sekali Rowan pergi ke rumah yang disewa Ghea dan Raya. Meminta Raya untuk mengambilkan baju Ghea. Dengan beberapa baju yang dibawanya, Rowan pulang untuk memberikan baju itu pada istrinya. Ghea bersyukur akhirnya dapat memakai bajunya sendiri. Paling tidak, dia tidak keluar dari kamar dengan seksi. Pagi-pagi Ghea sibuk memasak sebelum berangkat bekerja. Dia benar-benar bersemangat dengan kegiatan barunya. Menyiapkan apa keperluan anak dan suaminya. “Mommy.” Suara Gemma dan Rowan terdengar dari dalam kamar. Ghea yang mendengar suara itu, meminta asisten rumah tangga melanjutkan merapikan meja makan. Dia yang sudah selesai masak, jadi hanya tinggal merapikan saja. Dengan langkah cepat, Ghea menghampiri anak dan ayah itu. Saat masuk ke kamar Gemma, dia melihat suami dan anaknya itu tersenyum menyambutnya. Tangan mereka memberikan dasi pada Ghea. Mereka berada dalam posisi yang sama. Ghea tersenyum melihat hal indah itu. Rasanya lucu sekali melihat anak dan ayah
“Apa yang mereka lakukan kira-kira?” Ghea menatap kakak iparnya dari kaca besar yang ada di hadapannya. Sambil sesekali memerhatikan rambutnya yang sedang dikeringkan.“Aku rasa mereka sedang kewalahan.” Freya tahu bagaimana aktifnya anaknya. Jadi wajar saja jika menebak para suami itu sedang kewalahan. “Tentu, dan jika mereka harus memilih, mereka lebih memilih untuk bekerja saja.” Cia tertawa. Selama ini Noah selalu tahu bagaimana anaknya tenang saat dia pulang. Padahal seharian anaknya itu sudah membuat huru-hura di rumah.“Sudah jangan pikirkan mereka. Nikmati waktu kita.” Shera tersenyum. Dia memang buka seratus persen ibu rumah tangga. Shera masih tetap bekerja di sela-sela jadi ibu. Waktu seharian itu terkadang memang benar-benar habis. Jadi wajar dia ingin menikmati me time-nya.Ghea menganggukkan kepalanya. Kemudian kembali fokus pada dirinya sendiri. Tidak ada salahnya menikmati. Lagi pula, Rowan sudah biasa mengurus Gemma. Jadi tidak ada yang dikhawatirkan.
Rowan menautkan alisanya. Merasa bingung kenapa tiba-tiba istrinya itu melarangnya untuk melihatnya. “Apa yang kamu sembunyikan?” tanyanya penasaran. “Tidak, aku tidak menyembunyikan apa-apa,” elak Ghea. “Kamu tahu bukan jika antara suami dan istri tidak ada yang boleh disembunyikan.” Rowan mencoba mengingatkan Ghea tentang komitmen mereka. “Iya, tapi—” “Kalau tidak mau aku tidak akan memaksa.” Rowan memilih berbalik. Mengayunkan langkahnya ke tempat tidur. “Sayang,” ucap Ghea seraya menarik tangan Rowan. Menghentikan langkah suaminya itu. “Apa?” tanya Rowan menatap lekat wajah sang istri. “Lihatlah.” Ghea memberikan paper bag pada Rowan. Wajahnya tertunduk malu ketika memberikan paper bag. Rowan semakin penasaran apa yang sebenarnya disembunyikan istrinya itu. Karena tidak mau berlama-lama dengan rasa penasarannya, akhirnya Rowan memilih langsung membuka paper bag tersebut. Satu per satu dilihatnya. Tidak ada yang aneh dengan baju yang dibeli Ghea. Semua tampak biasa saja.
Sebulan sudah Rowan dan Ghea menikah. Mereka berdua sedang menikmati masa-masa bahagia mereka. Sebulan ini Ghea sudah mengurus kepindahannya. Dia akan bekerja di Maxton Hospital, jadi mereka akan pindah ke rumah lama Rowan. “Apa semua sudah selesai?” Rowan yang sedang memakai kemejanya sambil menatap sang istri. “Sudah, hari ini aku tinggal bertemu dengan pemilik Klinik lagi dan mengadakan perpisahan dengan teman-teman saja.” Ghea menghampiri Rowan. Meraih kancing baju suaminya itu dan mengancingkannya. Dengan telaten, dia mengancingkan satu persatu kancing kemeja yang dipakai Rowan. “Kamu jadi makan-makan dengan teman-temanmu di restoran?” Rowan memastikan. Kemarin, istrinya itu sudah menyampaikan jika akan mengajak teman-temannya ke restoran suaminya. “Jadi, nanti setelah aku jemput Gemma. Tepat di jam istirahat juga.” Ghea tersenyum menjelaskan. “Baiklah.” Rowan mendaratkan kecupan di dahi Ghea. Mereka berdua keluar dari kamar menuju ke meja makan. Sudah ada Gemma yang duduk
Hari ini Ghea, Rowan, dan Gemma akan pindah ke rumah baru. Rencananya, rumah lama akan ditempati oleh asisten rumah tangga, dan di rumah baru, mereka akan menggunakan asisten rumah tangga yang memang sudah di sana.Gemma begitu senang ketika perjalanan. Dia tidak sabar bisa bertemu dengan teman-temannya. Semenjak Gemma mengenal keluarga Ghea, dia seperti menemukan banyak sekali kebahagiaan. Ghea dan Rowan yang melihat akan hal itu, ikut bahagia. Rowan menatap Ghea. Bersyukur Ghea hadir dengan membawa kebahagiaan. Tidak hanya untuk dirinya, tetapi untuk Gemma juga. Mobil sampai di rumah. Ghea, Rowan, dan Gemma turun. Saat sampai, mereka melihat mobil begitu banyak. Ternyata bala tentara sudah datang ke rumah. Siapa lagi jika bukan keluarga Ghea. Semua hadir di rumah mereka. “Kejutan.” Semua menyambut Ghea, Rowan, dan Gemma. Mereka bertiga begitu senang dengan kedatangan keluarga. Mereka selalu saja ada untuk mereka. Sebulan ini kebetulan ada renovasi di rumah Rowan, semua khusus di
Pagi ini Ghea dan Rowan pergi ke Rumah sakit jiwa. Mereka sudah melakukan rangkai prosedur untuk kepulangan Kiara. Dokter akan terus mengecek keadaan Kiara secara berkala nanti selama Kiara melakukan perawatan di rumah. Perawat yang akan menjaga Kiara pun akan memberikan laporan pada Rumah sakit. Hal itu untuk melihat sejauh apa perkembangan dari Kiara ketika menjalani perawatan di rumah. Setelah semua prosedur sudah diselesaikan, Ghea dan Rowan menghampiri Kiara di kamarnya. Kiara memang sudah tidak seperti dulu yang marah-marah. Dia hanya diam saja tanpa banyak bicara.“Hai, Kak, hari ini Kakak akan pulang. Aku harap Kakak bisa segera pulih.” Rowan memegang tangan Kiara. Kiara hanya memandangi Rowan saja. Tak banyak bicara. “Aku akan menjaga Kakak.” Ghea tersenyum pada Kiara. Kiara hanya memandangi wajah Ghea saja. Tanpa menjawab ucapannya. “Ayo.” Ghea menarik lembut tangan Kiara. Dia tidak takut sama sekali dengan apa yang dilakukan. Padahal dia berada di jarak yang dekat deng