Rowan dan Mama Lyra kembali ke ruang keluarga. Mereka melihat semua sedang asyik berbincang ria. Rowan yang melihat tidak tampak istrinya langsung merasa aneh, kenapa istrinya itu tidak kunjung keluar dari kamar?“Ghea, belum keluar, Mom?” tanya Rowan pada sang mommy. Mommy Shea baru sadar jika anaknya tidak ada. “Iya, kenapa Ghea tidak kunjung keluar?” Rowan langsung berlari ke kamarnya. Diikuti dengan semau anggota keluarga. Mereka semua takut ketika Ghea tidak kunjung keluar. “Sayang.” Rowan mendorong pintu kamar dengan kasar. Memastikan apa yang terjadi pada Ghea. Dilihatnya istrinya itu duduk di tempat tidur. “Ghe ….” Semua yang berada di balik tubuh Rowan ikut memanggil. Ghea mengalihkan pandangan pada orang-orang di depan pintu. Dilihatnya suami dan keluarganya. Dia tidak menyangka jika ternyata ada keluarganya di rumah. Rowan memerhatikan Ghea. Dilihatnya istrinya itu sedang menangis. Hal itu membuat Rowan panik. Dia bergegas menghampiri Ghea. Untuk tahu apa sebenarnya y
Rowan mendaratkan kecupan di perut Ghea. Walaupun perut sang istri belum membuncit, tetapi dia gemas sekali. “Daddy ingin segera melihatmu.” Rowan gemas sekali. Berkali-kali dia mendaratkan kecupan di perut Ghea. “Aku baru hamil tiga bulan, kamu sudah ingin melihatnya saja.” Ghea membelai lembut rambut sang suami. Sang suami yang merebahkan tubuhnya di atas pahanya membuat Ghea dapat menjangkau sang suami dengan mudah. Rowan menengadah dia melihat sang istri yang semakin hari semakin cantik itu. “Aku hanya tidak sabar melihat seperti apa hasil karya kita. Apa akan secantik kamu atau akan setampan aku?” “Kamu sedang memuji dirimu sendiri?” Ghea mencubit pipi Rowan. “Kata orang, siapa lagi jika bukan kita sendiri yang memuji. Itu artinya kita menghargai diri sendiri.” “Baiklah, aku akan temani agar kamu tidak sendiri. Kamu memang tampan.” Ghea tersenyum. Rowan yang gemas pun segera mendaratkan kecupan di bibir Ghea. Sayangnya, kecupan itu tak berhenti begitu saja. Kecupan itu beru
Ghea masih bekerja seperti biasa. Sebelum berangkat dia selalu menyempatkan untuk melihat kakak iparnya. Walaupun kakaknya tampak sudah jauh lebih baik, dia masih melihat sang kakak yang memilih diam saja. Namun, Ghea selalu menyempatkan menyapanya. Di Rumah sakit Ghea mulai bekerja. Trimester awal sudah dilewati, jadi dia jauh lebih tenang saat bekerja karena rasa mual yang dirasakan sudah berkurang. Rutinitas Ghea tetaplah sama. Pagi bekerja dan sore dia sudah di rumah. Gemma selalu di rumah bersama dengan babysitter. Namun, tetap Ghea selalu pulang tepat waktu. Menemani sang anak yang berada di rumah. Menjadi ibu sekaligus wanita karier memang tidak mudah, tetapi dia menjalani dengan senang. Sore ini keluarga berkumpul. Mereka bercanda gurau bersama. Ghea memang menyayangi Gemma seperti anaknya sendiri. Gemma menempelkan telinganya di perut sang mommy. Dia ingin mendengarkan adik kecilnya di dalam perut sang mommy. “Ada suara Mommy.” Gemma yang mendengarkan perut Ghea pun mera
Pagi-pagi Ghea sudah bangun. Dia begitu bersemangat sekali ketika akan pergi untuk menunggang kuda. Rasanya, dia sudah tidak sabar. Pagi-pagi sekali dia membangunkan sang suami. “Sayang, ayo kita mau naik kuda ‘kan.” Ghea menggoyangkan tubuh sang suami. “Sayang, ini masih pagi.” Rowan menarik selimutnya kembali. “Kamu sudah janjikan jika mengajakku naik kuda.” Ghea menarik selimut Rowan. Dia tidak mau menunggu. Rowan yang mengingat jika dia ada janji dengan sang istri. Terpaksa dia pun membuka matanya. Senyum Ghea menyambutnya ketika matanya terbuka. Rasanya Rowan ingin tertawa. Istrinya benar-benar bersemangat sekali, hingga membuatnya tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia mengetahui semuanya. “Aku akan bangun.” Rowan berangsur bangun. Ghea tersenyum manis ketika sang suami akhirnya bangun. Dia pun segera berlalu untuk menyiapkan segala kebutuhan untuk mereka pergi. Setelah semua siap, mereka segera berangkat. Ghea dan Gemma duduk di belakang. Mereka menikmati perjalanan
Rowan memarkirkan mobilnya di tempat parkir. Karena ramai, Rowan memilih menggendong anaknya. Tempat yang mereka tuju adalah tempat kuda berada. Ghea langsung membelai kuda yang ada di depannya. Begini saja Ghea sudah sangat senang sekali. Tak melepaskan kesempatan itu, akhirnya dia memilih untuk ke segera meminta Rowan memotretnya. Mengabadikan momen bersama kuda. Rowan hanya bisa pasrah. Istrinya yang memiliki keinginan aneh itu memang membuatnya sedikit kesulitan, tetapi bersyukur karena dirinya bisa mewujudkannya. Di taman kota, mereka tidak hanya menikmati itu saja. Mereka juga menikmati makanan yang ada di taman kota. Jajanan yang ada di stand-stand makanan tersebut membuatnya merasa senang sekali.Hari sudah malam, Ghea, Rowan, Gemma pulang ke rumah. Mereka langsung beristirahat. Rowan meminta sang istri untuk istirahat lebih dulu, karena dia akan menemani Gemma dulu. Ghea menunggu sang suami di kamarnya. Hari ini dia cukup puas. Walaupun tidak naik kuda, tetapi melihat kuda
“Nenek Sonia jemput cucunya yang sekolah di sekolah Gemma juga, Mom.” Gemma kembali menjelaskan. “Gemma tahu cucunya siapa?” Ghea memastikan lebih dulu. “Tidak tahu.” Gemma menggeleng. Ghea merasa aneh. Gemma tidak tahu, tetapi bisa menjawab seperti itu. “Sayang, lain kali kamu harus lebih hati-hati. Jangan bicara pada orang asing yang tidak dikenal.” “Baik, Mommy.” Gemma mengangguk. **Pagi ini Ghea dan Rowan bersiap untuk bekerja. Gemma sudah selesai bersiap dan sedang menunggu Ghea dan Rowan keluar. Kemarin, Rowan pulang malam. Karena setelah mengantarkan kakaknya pulang, dia kembali ke restoran. “Bagaimana keadaan Kak Kiara?” Semalam Ghea tidak sempat bertanya karena dia sudah lebih dulu tidur. “Dokter bilang dia sudah jauh lebih baik. Sudah sedikit terlihat ekspresi dari wajahnya saat ditanya. Ada jawaban anggukan dan gelengan sebagai respon.” Mendengar itu Ghea merasa ikut senang. Dia berharap kakak iparnya bisa baik-baik saja. “Hari ini kamu akan menjemput
Ghea segera mengayunkan langkahnya menuju ke tempat parkir di mana suaminya menunggunya. Jam masuk sekolah seperti ini parkiran memang tidak boleh lama-lama karena banyak yang datang mengantarkan anak-anak juga. Ghea masuk ke mobil. Tangannya langsung bergerak memasang sabuk pengaman. Rowan yang melihat sang istri sudah siap, segera melajukan kembali mobilnya. Sepanjang perjalanan Ghea diam saja. Dia masih memikirkan siapa gerangan nenek tersebut. “Kamu kenapa, Sayang?” Rowan menoleh pada sang istri. Tampak wajah sang istri yang begitu cemas sekali. “Jadi beberapa hari yang lalu ada seorang nenek yang menghampiri Gemma saat aku terlambat menjemput.” Ghea menceritakan pada sang suami kejadian tersebut. “Lalu apa masalahnya?” Rowan tersenyum merasa aneh. “Nenek itu bukan nenek salah satu siswa di sini. Jadi tentu saja aku merasa aneh. Lalu apa dia datang untuk menculik anak-anak, atau jangan-jangan dia berniat menculik Gemma.” Ghea begitu panik sekali. Dia benar-benar takut anaknya
Rowan akhirnya tahu ke mana sang istri membawanya. Ternyata menemui sang kakak. Dia masih bingung memang kenapa dengan kakaknya? Dia tampak biasa saja. “Rowan.” Mendengar namanya disebut, Rowan langsung membulatkan matanya. Tidak menyangka sang kakak memanggilnya. “Kak Kiara.” Rowan mendekat. Air matanya menetas. Setelah sekian lama kakaknya mau bicara juga. Kiara mengusap pipi Rowan. Menghapus air matanya. “Rowan.” Satu kata yang diucapkan Kiara. “Kakak.” Rowan langsung memeluk Kiara. Merasa senang karena kakaknya mau bicara. Walaupun hanya namanya yang disebut saja. Ghea yang melihat pemandangan itu merasa benar-benar senang sekali. Tidak menyangka akhirnya kakak iparnya mau membuka mulutnya. Beberapa bulan dia selalu mengajak bicara, tetapi baru kali ini ada respon. Kiara yang menangis tiba-tiba pingsan. Rowan yang melihat hal itu pun segera membawa sang kakak ke kamarnya. Ghea pun segera menghubungi dokter. “Mommy Kiara kenapa, Mom?” Gemma yang melihat Kiara pingsa