Bab 14 PRUKGus Zainal segera mengayun langkahnya ke luar rumah, mengecek keberadaan Kamila melalui jendela kamarnya. "Ya Allah, Kamila, masa iya sih kabur lagi?" gumamnya seraya terus mempercepat langkah kakinya menuju bagian luar dari kamarnya.Gus Zainal menyingkap korden yang menutupi jendela kamarnya dengan cepat, dan seketika ia bernafas lega, sebab terntaya Kamila tengah terlelap dalam buaian alam mimpinya."Ya Allah, Kamila ... Bisa-bisanya nih bocah malah tidur," gumam Gus Zainal pelan seraya tersenyum simpul. Ia lalu menyalakan AC melalui remot di hp yang sudah ia sinkronkan, kemudian menutup rapat jendela dari luar, membiarkan Kamila istirahat dengan nyaman, setidaknya sampai waktu ashar hampir tiba.Ia lalu kembali memasuki rumahnya, mempersiapkan segala sesuatu yang perlu dipersiapkannya.Ia memanggil ketua asrama putri, untuk menitipkan pemantauan Kamila padanya, kemudian memintanya untuk selalu melaporkan apapun aktivitas Kamila di dalam asrama. "Ini nomor saya, Mbak.
Bab 15 PRUKTanpa banyak menjawab lagi, Kamila segera memasuki kamar mandi untuk mengambil wudhu, kemudian segera melakukan sholat dzuhur tanpa banyak drama.Kata-kata yang diucapkan Gus Zainal terasa sangat menohok hatinya. Ia tak dapat lagi mendebat ucapan Gus Zainal. Bahkan, pertanyaan tentang adakah cinta di hatinya untuk Tuhan terus terngiang-ngiang di benaknya.Melihat Kamila yang hanya menurut pasrah, Gus Zainal tersenyum penuh makna. Ia memutuskan untuk keluar dan menunggu Kamila di luar.Beberapa menit kemudian, Kamila kembali keluar dari kamar."Sudah selesai?" tanya Gus Zainal memastikan."Sudah, Gus.""Ya sudah, mari saya antar ke asrama," ajak Gus Zainal seraya membantu membawakan barang-barang Kamila."Baju-baju yang saya belikan tadi, kamu bawa saja, untuk ganti-ganti sementara. Baju-baju kamu yang tidak bisa dipakai di pesantren ditinggal di sini saja, supaya nggak menuhin lemari kamu," ucap Gus Zainal menyarankan."Oke, Gus." Kamila pun meninggalkan mini kopernya di k
Bab 16 PRUK"Wa'alaikumsalam warahmah. Oh, Mbak Aqilah, ya?" jawab Gus Zainal yang menoleh ke belakang, diikuti oleh Kamila."Nggih, Gus.""Oh, ya, Mbak, ini Kamila, yang tadi saya ceritakan," ucap Gus Zainal memperkenalkan Kamila."Oh, nggih, perkenalkan, Ning, saya Aqilah," ucap Aqilah seraya mengulurkan tangan ke arah Kamila.Kamila tersenyum ramah, kemudian menjabat tangan Aqilah, "Aku Kamila, panggilnya Kamila, atau Mila aja, nggak usah nang ning ya," jawab Kamila santai.Aqilah tersenyum pada gadis yang ia taksir berusia lima tahun di bawahnya itu."Oke Mila, kamu sudah siap?" tanya Aqilah."Hah, siap apa?" tanya Kamila bingung."Nikah," celetuk Gus Zainal."Wey, Gus! Ga usah bercanda ya!" gumam Kamila seraya memandang nyalang ke arah lelaki yang kini tengah menahan tawa itu."Ya siap masuk asrama lah, Kamila, kok pakai nanya?" sambung Gus Zainal."Oh, itu, tinggal masuk doang, kan? Harus siap-siap gimana lagi? Siap kok aku," jawab Kamila mantap."Ya, bukan hanya tinggal masuk,
Bab 17 PRUKKamila berjalan gontai dari Aula ke arah kamarnya, bersama tiga teman barunya yang tinggal sekamar dengannya. Berkumpul dengan ratusan manusia di satu ruangan dan berdusel-duselan membuat perutnya mual."Mila, kok loyo gitu?" sapa Nayla–teman sekamar Kamila yang cukup mudah akrab dengannya."Gimana nggak loyo, weey? Dari sehabis maghrib sampai hampir jam sembilan, lho, kita cuma duduk ngaji dan sholat!" keluh Kamila disambut tawa oleh Nayla."Ya gitu emang kegiatan di pesantren, Mil, kamu harus terbiasa mulai sekarang, padahal ini belum Ramadhan, kalau Ramadhan malah makin padet," celetuk Nayla membuat langkah Kamila terhenti seketika."Hah, sumpah?" tanya Kamila dengan ekspresi yang entah."Iya, ada banyak kajian kitab kuning yang dikebut khatam selama bulan Ramadhan," jelas Nayla."Tapi aku nggak ngerti lho soal kitab kuning itu, jangankan artinya, bacanya aja kaga bisa, mana nggak ada harakatnya," gerutu Kamila mulai stres dengan kehidupan pesantren."Kamu kan bisa deng
Bab 18 PRUK"Kamu belum makan, kan? Saya mau ajak kamu makan," ucap Gus Zainal membuat Kamila yang mulai membaik moodnya tiba-tiba merasakan keroncongan di perutnya."Oke, aku yang traktir deh, tapi pinjem uang Gus dulu, sebab dompet aku tertinggal di asrama," ucap Kamila bersemangat, membuat Gus Zainal terkekeh."Kamu, ya ... Mau berbuat baik saja harus merepotkan orang dulu," balas Gus Zainal membuat gadis berkacamata itu mencebikkan bibirnya. "Ya habis mau gimana lagi, Gus? Masa harus masuk ke asrama lagi sih?" gerutu Kamila, malas."Nggak usah, kamu nggak usah repot-repot, saya mau ajak kamu makan gratis kok, makan bareng sama keluarga saya. Sekalian saya mau kenalkan kamu dengan Ning-ning saya," lanjut Gus Zainal membuat Kamila kembali tak berselera."Jangan di rumahnya Gus lah, nggak nyaman, Gus. Aku nggak bisa bebas di sana. Itu soal kenalan bisa lain waktu, kan? Mendingan kita jalan aja deh, Gus! Cari makan di luar, udah bosen banget ini diem di asrama, pen hirup udara segar,
Bab 19 PRUKSetelah menghabiskan seluruh makanan yang dipesan, kini Kamila dan Gus Zainal tengah duduk bersantai sambil menyesap minuman hangat di hadapan mereka."Makasih ya, Gus, dah ajak aku makan di sini," ucap Kamila yang tak lupa untuk berterima kasih atas kebaikan apapun yang ia terima dari orang lain."Sama-sama, tapi ingat perjanjiannya, ya? Mulai besok—,""Harus belajar makan bareng ma temen-temen, iya iya, Gus, aku ingat kok, tenang aja," sahut Kamila menyela ucapan Gus Zainal.Lelaki berwajah kharismatik itu tersenyum seraya menganggukkan kepala, "Good job!" ucapnya seraya mengacungkan dua jempolnya untuk Kamila."Nah, sekarang, gantian, aku yang nagih janji Gus, ya? Mana hp Gus? aku mau minjam," ucap Kamila seraya menodong Gus Zainal.Gus Zainal menghela nafas panjang, ia tak punya pilihan lain, berbagai cara sudah ia lakukan untuk menunda, dan kali ini ia tak lagi bisa beralasan.Putra Kyai Husein itu akhirnya dengan berat hati merogoh sakunya, mengambil samarthphonenya
Bab 20 PRUK[Halah, paling itu cuma alasan kamu aja, Mila! Bilang aja kamu sudah bosan denganku dan sengaja menghindar, kan?]Balasan Dion atas penjelasan singkat Kamila berhasil memporak-porandakan hati gadis sembilan belas tahun itu. Wajahnya mendadak sendu dan bingung. Ia sudah menjelaskan pada Dion bahwa untuk beberapa waktu ke depan ia tidak bisa menghubungi dan menemuinya sebab ia sedang menjalani hukuman dari orang tuanya. Akan tetapi Dion tidak bisa mengerti dan malah menuduh Kamila menjauhinya, respon Dion sangat jauh dari yang diharapkannya.Melihat kegundahan dari raut wajah Kamila, Gus Zainal berinisiatif bertanya, "Ada apa, Ning?" tanyanya dengan nada perdamaian."Dion marah, Gus, sama aku." Kamila membagi gundahnya dengan Gus Zainal."Marah? Kenapa marah?" tanya Gus Zainal heran."Ya sebab aku nggak bisa dihubungin seharian ini, Gus. Dia mikirnya aku sengaja ngehindar, aku harus gimana ya, Gus?" keluh Kamila mencurahkan isi hatinya, mengalir begitu saja."Kamu sudah jela
Bab 21 PRUK"Kamilaaa!" Gus Zainal menggeram menaham amarah."Apa? Gus mau marah? Gus sendiri lho yang bilang aku boleh pake aplikasi apa aja dari hp Gus," sahut Kamila dengan cepat menimpali.Lagi, Gus Zainal menghela nafasnya. Rasanya ia ingin berceramah tiga jam lamanya di hadapan Kamila. Bagaimana tidak? Bocah yang konon adalah calon istrinya itu baru saja menghabiskan separuh penghasilan bulanannya hanya dalam waktu sepuluh menit.Tapi ia pun tak bisa menyalahkan Kamila, ini akibat dari kecerobohannya, ah, bukan ceroboh, lebih tepatnya akibat ia terlalu berbaik sangka pada gadis cantik yang berada di hadapannya. Gadis yang mulanya ia pikir manis, tapi ternyata ahli bikin gigi meringis."Nggak, saya nggak akan marah, tapi saya minta kamu jangan pernah melakukan hal serupa pada orang lain," ucap Gus Zainal tanpa ada sedikitpun menampakkan amarah."Kenapa sama orang lain gak boleh tapi sama Gus boleh?" tanya Kamila cukup terkejut dengan respon Gus Zainal. Ia pikir, setelah ia menger