"Permisi. " Suara seorang lelaki memasuki ruangan. Memecah ketegangan yang ada. Aku pun memalingkan wajahku untuk melihatnya. Ternyata Damar. Ia berdiri tepat di sampingku. "Hari ini adalah hari kehancuranmu Fadil, " ucap Damar. Kemudian muncul tiga orang laki-laki memasuki ruangan. Mereka berdiri di belakang Damar. Dengan wajah ketakutan dan penuh kegugupan. Sepertinya mereka juga karyawan di sini, terlihat dari pakaiannya yang rapi seperti orang kantoran. Seketika mata mas Fadil membelalak melihat tiga lelaki tersebut. Wajahnya berubah pucat pasi. Aku pun teringat dengan cerita Damar ketika ia mengetahu bahwa dibalik tidak terpilihnya ia sebagai kepala cabang karena ada karyawan yang mas Fadil suap untuk menjatuhkan reputasi Damar. Jangan-jangan, merekalah orangnya. "Bagaimana, mau tanda tangan nggak?! " bentakku meminta kepastian. "Atau aku laporan ke --- .""Fadil akan tanda tangan! " Dengan cepat mantan ibu mertuaku memotong ucapanku. "Lihat. Sudah aku tanda tangani. " Mas
#HDMSPart 17 Extra PartTiga bulan berlalu ... Aku memandangi sebuah undangan pernikahan di atas meja kamarku. Kamar yang tak terlalu besar inilah yang menjadi saksi bisu saat aku tumbuh dewasa. Ya, baru sebulan ini aku diminta kedua orang tuaku untuk kembali tinggal di rumah, bersamanya. Udangan pernikahan itu berasal dari Dina, sepupuku. Ia akan melaksanakan ijab qobul sepekan dari sekarang, dengan pemuda yang sempat mencuri perhatianku. Tak lain adalah Damar, sepupu Ida. Entah harus bersedih atau ikutan berbahagia, yang jelas hatiku dibuat bimbang olehnya. Aku pernah mengagumi sosok Damar saat pandangan pertama, namun pada akhirnya Dina-lah pilihannya. Mereka sama-sama belum menikah, usianya pun tak jauh berbeda. Serasi bukan? Bagaimana pun keadaannya, aku diharuskan mengikhlaskannya, toh Dina memang pantas menjadi pendamping Damar. Lagipula selama ini perasaanku ini tak ada seorang pun yang tahu. ***"Sah!! ""Alhamdulillah ... "Suara serentak para tamu undangan yang had
"Apa?!"Bapak seketika kaget mendengar penjelasanku perihal maksud pak Erllanga tadi. Aku juga mengatakan tengang saran yang Damar berikan. "Kalau dia memang serius, suruh datang kesini menemui bapak dulu, setelah itu keputusan ada di kamu, Nduk. "Aku mengangguk dan tersenyum. "Iya, Pak. "Segera aku menghubungi Dina, meminta bantuan pada suaminya untuk memberikan kabar perihal tantangan yang diberikan bapakku. Dina pun mengiyakannya. Di sisi lain, belum ada jawaban untuk menerima atau menolaknya. Karena aku sendiri belum lama mengenalnya. Semoga akan ada jawaban setelah istiqoroh nanti. Derrrt ... Tiba-tiba ponselku bergetar, ku lihat dari layar depan. Si mantan mengirimiku pesan. Apa dia sudah lupa dengan surat perjanjian yang ia tanda tangani dulu? Dasar benalu! Karena penasaran aku pun membuka pesannya. [Apa kabar?] Mas Fadil juga mengirimiku sebuah foto. Samar-samar ku lihat seperti tulisan. Saat ku download fotonya dan ku buka ternyata ... Sebuah undangan pernikahanny
#HDMS Satu tahun berlalu ... "Nggak, nggak mungkin! " teriak seseorang dari arah ruang dokter spesialis kandungan. Brakk! Suara pintu dibantingnya dengan keras saat keluar. Aku yang berjalan di samping mas Erllangga pun sampai terkejut dibuatnya. Sekilas aku seperti mengenal laki-laki yang barusan keluar. Namun, ia berjalan dengan cepat sehingga aku pun tak melihatnya dengan jelas. "Dokter pasti salah! " teriak lelaki tersebut ketika berpapasan dengan kami. Seketika tanpa disengaja aku dan mas Erllangga saling melempar pandangan dan mengangkat kedua bahu secara cepat. Tanda tak mengerti akan hal yang dilakukan lelaki tersebut. "Aakh! " langkahku tiba-tiba terhenti ketika ada wanita berambut panjang bergelombang menabrak sisi pundakku. "Ma-maaf, " ucap seorang wanita tersebut. Ia terlihat terburu-buru untuk mengejar lelaki yang melawati kami barusan. "Sandra? " kataku ketika ku tahu bahwa wanita tersebut adalah istri mas Fadil. Orang ketiga dalam rumah tanggaku dulu. Wanita
#HDMS Setelah Lima TahunKu lambaikan tanganku pada Arsya, anak lelakiku dengan mas Erlangga, setelah ia berpamitan untuk masuk sekolah.Ya, inilah salah satu aktivitas keseharianku, mengantarkannya untuk sekolah setiap pagi."Dada sayang." Aku menoleh pada wanita berambut panjang di sebelahku yang begitu heboh melambaikan tangannya pada seorang anak perempuan yang juga telah memasuki area sekolah."Sandra?" Ku beranikan menyapa wanita yang ku yakini adalah Sandra, istri dari mas Fadil dulu.Wanita itu meyibakan rambut lurusnya. "Siapa ya?" Tampaknya wanita ini tak mengenaliku, atau jika benar ia Sandra, mungkinkah ia sudah lupa denganku?Wanita tersebut tampak berpikir dan mengingat-ingat sesuatu. "Kamu Ratna 'kan? Mantannya mas Fadil?" katanya menunjuk kearahku."Iya, aku Ratna," jawabku."Itu tadi anakmu? " Ku tunjuk kearah dalam sekolah. Heran, karena terakhir pertemuan kami yang tak disengaja saat di rumah sakit dulu, mas Fadil dinyatakan mandul oleh dokter yang juga menangani k
#HDMS"Bu Ratna." Aku menoleh pada bi Inah yang baru saja datang usai membeli sayuran. Ku hentikan sejenak aktivitasku yang sedang mempersiapkan peralatan masak."Kenapa Bi?" tanyaku yang melihat bi Inah seperti sedang gelisah.Bi Inah mengeluarkan beberapa sayuran dan bahan pangan lainnya dari tas keranjang bawaannya. Ia meletakkan bahan-bahan tersebut di atas meja dekatku.Sembari memilah bahan yang akan dimasak, bi Inah menceritakan mengapa ia sampai terlihat gelisah seperti ini.Rupanya, saat ia tengah berbelanja di tukang sayur tadi, banyak ibu-ibu yang membicarakan tentang diriku."Katanya, ibu dulu mantan istrinya pak Fadil tetangga baru kita itu ya Bu?" tanya bi Inah ragu.Bi Inah lalu menceritakan kejadian yang barusan ia alami. Menurut persaksiannya, tersebar berita bahwa aku dulu diceraikan karena aku tak becus mengurus suami. Juga menjadi menantu yang tak tahu diri, dan mencoba menggoda mas Erlangga saat ia masih menjadi atasan Fadil.Aku terperanjat mendengar ceritanya bi
#HDMS [Bagaimana bu Rika?] Ku kirimkan pesan singkat pada bu Rika untuk memastikan jika pekerjaannya sudah selesai. [Beres bu, siap semua] balas bu Rika. Aku tersenyum mendapati jawaban dari bu Rika tersebut. Hari ini, keluarga bu Susi harus membayar semua perbuatan mereka."Senyum-senyum sendiri, kenapa? Sudah dapat kabar dari bu Rika?" mas Erlangga tiba-tiba muncul. Ia duduk di sebelahku. Lelaki dewasa nan mapan yang menikahiku lima tahun yang lalu ini berhasil mengubah kehidupanku dari segala hal, termasuk ilmu agama. Bahkan, ada saja kebahagiaan yang ku rasakan setiap kali membersamainya. "InsyaaAllah, semoga ini adalah keberkahan yang Allah berikan untuk kita," kata mas Erlangga setiap kali aku menyatakan bahwa aku bahagia menjadi istrinya. "Sudah Mas, nanti tinggal naikin gaji suaminya, ya," kataku seraya merangkul lengannya. Mas Erlangga menoleh kewajahku. "Loh, apa hubungannya sama gaji? Gak, ah," tolak mas Erlangga. Aku menatap heran suamiku ini, lalu melepaskan ling
#HDMSBab 24 Permainan yang sebenarnya "Kehadiran kalian ke sini membuat namaku buruk di mata masyarakat, jangan salahkan jika nanti kalian mendapatkan balasannya!" kataku saat nafasku mulai teratur kembali. "Ingat!" ku tatap setiap pasang mata di depanku ini. "Aku bukan Ratna yang dulu!" tekanku lagi. Mereka terdiam seketika. Ini hanya awal dari rencanaku, karena rencana yang sesungguhnya aku takkan bermain sendiri. "Jaga mulutmu atau kamu ku usir dari sini!" gertak Fadil dengan menunjuk kearah luar. Mendengar gertakan mantan suamiku barusan bukannya membuatku takut malah semakin bersemangat untuk terus memancing kemarahan mereka. Aku tersenyum menyeringai kearah tiga makhluk yang pernah bersekongkol guna mengusik kehidupanku dulu. "Loh, kok marah? Bukankah kenyataannya memang demikian?" sindirku yang membuat kedua pasangan di depanku ini semakin naik pitam. Tanpa banyak berkata dan dengan wajah yang penuh amarah, Fadil melihat ke sekeliling diluar gerbang rumahnya. Aku yakin