Banyak hal yang dilalui, Peter sedikit bersyukur pada akhirnya keadaan menyatukan mereka.bersama kondisi kejiwaan Grace yang berubah. Ketulusannya membuahkan hasil, sebagaimana Fien Clark yang berhasil mendapatkan wanita yang dicintainya. Di sisi lain Peter juga harus kehilangan sahabatnya Fien Clark karena sebab perbuatan Grace. Akan tetapi ia juga menyadari, bahwa kehidupan memang tak sempurna dan berjalan mulus sesuai keinginan. Ia kehilangan Fien Clark, tapi mendapatkan Grace. Sekarang ia hanya perlu memperbaiki semua sisi yang ia mampu, berharap Grace bisa mencintai sebagai ia mencintainya.Bagi Fien Clark, Peter adalah yang terbaik. Disaat semua membenci karakter Grace, pria itu malah menyukainya. Bahkan rela melakukan apapun."Maafkan Grace, aku tahu dia tak bisa memikirkan hal lain selain mengganggu hidupmu," kata Peter suatu hari saat menemui Fien Clark."Suatu hari nanti, aku berharap kita akan bertemu dalam keadaan melupakan semua dendam dan kesalahan Grace dan juga kesalah
Ya, secara diam diam kebetulan Alice sering mengunjungi makam Erick tanpa sepengetahuan Fien Clark. Ia ingin tahu sejauh mana hubungan mereka dulu sehingga ia diam diam mengenang perjalanan ke makam tersebut. nyatanya ia hanya ingat seorang pria yang sering mengintai dirinya di makam tersebut. Ia tahu betul bahwa pria itu adalah Fien Clark. Untuk sebuah alibi, Alice akan mengajak Alex berjalan jalan dan memberi banyak makanan sehingga Alex melupakan masalah berdiam diri di makam dan hanya mengingat senangnya bepergian itu."Mau pergi kemana?" Fien Clark sedikit memiringkan kepalanya."Ayolah Daddy, sesekali kita ke makam paman Erick. Mommy sering membawaku ke sana.""Alice? Adakah penjelasan untukku?""Apa yang harus kujelaskan? Kau bisa ikut jika mau. Toh aku hanya berkunjung dan pergi bersenang senang dengan Alex. Kenapa? Kau cemburu?""Aku? Cemburu? Hah, bagaimana mungkin?"Alice mengulum senyum, ia tahu ekspresi Fien Clark yang masih saja cemburu."Bagus, aku senang pria yang spo
"Tapi Alice, balas dendam sangat tidak bagus dalam hidup kita ini. Kita harus selalu memaafkan dan tidak selalu menjadikan kemarahan itu hal yang penting. Dengan begitu hidup kita akan menjadi tenang dan membahagiakan.""Baik, tapi... apakah kita harus jujur dalam sesuatu? Misalnya haruskah kita jujur dalam sebuah kesalahan dan mengakuinya?""Tentu saja? Manusia yang baik adalah yang jujur. Bukankah begitu Alex?""Jadi, kau sungguh tak tahu siapa pria mengumopatku waktu itu?"Fien Clark melebarkan matanya. Ternyata Alice sungguh mengingat semuanya."Ah...itu...," ia mulai menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Uhmm, baiklah... aku mengakui bahwa itu adalah aku... maafkan ya...humm?"Alice sangat gemas dengan mimik wajah Fien Clark yang lucu sehingga ia mencubit kedua pipi Fien Clark."Alice, kau pasti sangat sedih waktu itu. Kau kehilangan pria sebaik saudaraku."Alice hanya diam, ia merasa itu hanya samar. Baginya hanya ada Fien Clark saat ini, kesedihan itu sepertinya hilang bersam
Fien Clark hanya pasrah kemana Alice dan Alex membawanya. Hingga akhirnya Alex tahu bahwa mereka menuju sebuah arena bermain."Wah, permainan apa yang akan kita mainkan?""Tidak sulit, ini cuma roll coaster, kau pasti akan menyukainya."Fien Clark makin terkejut. ia tak pernah tahu Alice suka dengan yang seperti ini.Sebenarnya Fien Clark tak pernah punya kesempatan untuk melakukan hal semacam itu. Ia bahkan merasa ngeri membayangkan sensasi semacam itu."Alice, bagaimana kalau kalian berdua saja yang melakukannya?""Apakah kau takut?""Ah, bukan begitu.... tapi aku merasa tak punya pengalaman.""Nah, itulah sebabnya kau harus mencobanya.""Daddy, aku percaya Daddy lebih hebat dari paman Erick. Jadi, Daddy harus mencoba. Bagaimana?"Mendapatkan tantangan dari Alex, Fien Clark tak berdaya. Ia terpaksa menuruti kemauan putranya apalagi setelah kejadian burung yang kabur tadi."Oke, tapi kalian harus jamin semua baik baik saja."Alex dan Alice melakukan tepukan toast tanda sepakat. "Ali
"Kenapa masih ada orang yang perduli meskipun kau sudah mati?" ujar seorang pria berkacamata di sebuah sudut pemakaman.Fien Clark mengawasi gadis bertudung hitam yang sering datang mengunjungi Erick Davis di pemakamannya. Erick telah tiada sepuluh hari yang lalu, sebuah kemenangan besar yang tak terduga bagi Fien Clark.Ya, Fien Clark mencapai kemenangan dengan menguasai beberapa distrik pengolahan wine di Kanada, dua buah garmen di Washington dan sebuah perusahaan besar perdagangan kosmetika yang menguasai hampir empat puluh persen pasar Eropa. Bintang seolah jatuh di ujung kakinya tanpa harus susah payah meraihnya di atas langit.Semua aset Erick Davis total menjadi milik Fien Clark setelah kematian Erick Davis, lebih tepatnya karena seseorang telah membunuhnya.Fien Clark terus mengawasi gadis itu yang tersedu sendirian. Melihatnya menangis dalam beberapa saat, Fien menjadi marah."Lihatlah, kenapa ada orang yang menangis karena kau
"Apa kau gila?" Vio terkejut karena mendengar keputusan Alice."Aku merasa ini adalah tugasku, Vio. Lihatlah bagaimana Erick meninggalkan banyak sekali uang untukku, itu berarti aku harus bekerja keras untuk membalas dengan pekerjaan yang setimpal. Aku akan kembali bekerja di perusahaan itu lagi meskipun hanya sebagai tukang sapu, aku akan mencari tahu apakah ada petunjuk bahwa saudara tirinya itu terlibat dalam pembunuhan itu atau tidak," ujarnya."Oh God, Erick tak mungkin setuju kalau dia masih hidup. Mana mungkin ia akan membiarkanmu terlibat dengan pembunuh. Ayolah Al, jangan bercanda. Nikmati saja hidupmu, itulah yang dimaukan Erick, hmm?"Alice tak bergeming, menatap jauh keluar jendela yang menghadap ke hutan kecil.Ia tahu pria sebaik Erick tak akan membiarkan dirinya dalam bahaya. Akan tetapi ini berbeda, Alice seperti berhutang budi kepada pria itu."Kenapa orang baik selalu mendahului kita, Vio. Aku akan selalu mengingat bagaima
Alice menyiapkan dirinya, menyisir surai hitamnya lalu mengikat dengan satu ikatan di belakang. Ia sudah mengenakan tunic berwarna putih tulang dengan potongan punggung sedikit rendah. Celana jeans dan sepatu kets berwarna putih. Ia mematut dirinya di cermin."Perduli apa dengan pakaian mahal, aku tak akan berada di garda terdepan, aku juga tidak sedang menarik perhatian pria. Dasar! Kenapa tak sekalian memakai seragam tukang bersih-bersih toilet saja?" gerutunya."Sayangnya aku tak bisa melamar jadi sekretaris perusahaan yang bisa banyak tahu urusan pribadimu," gumamnya lagi. "Oh Erick, aku pasti akan menemukan siapa yang telah membuat kita terpisah seperti ini, aku akan membalas mereka Erick."Sementara itu Fien Clark telah mengubah kantor pribadi Erick menjadi dapur spesial untuknya. Ia juga membuat sebuah kamar tidur seperti suite room sebuah hotel. Ia melakukan perombakan total agar tidak terlalu meninggalkan jejak Erick Davis di dalam hidupnya.
Setelah memberikan perintah, Fien Clark mengurung dirinya di kamar. Alice mulai mengenakan apron berwarna hijau dengan motif floral di tubuhnya. Alice tak bisa berhenti mengagumi tatanan ruangan milik Fien Clark yang terkesan bebas dan bergaya anak muda, sedikit urakan tapi tetap rapi dan elegan.Lalu ia melangkah menuju meja dimana beberapa makanan tersedia. "Dibuang? Apa dia sudah gila?" Alice menggerutu melihat makanan lezat yang harus dibuangnya. Dengan segera Alice mengambil makanan tersebut dan memasukkannya ke dalam kulkas.Tidaklah sulit menyiapkan makanan untuk Fien, akan tetapi ia tak yakin apakah masakannya cocok untuk pria tersebut.Bertepatan dengan masakannya yang selesai, Fien keluar dari kamar dengan setelah jas berwarna merah maroon dengan dasi bercorak linier besar. Alice hampir saja tertawa melihatnya, tapi ia segera sadar kalau ia tak boleh membuat kekacauan dengan pria ini."Aku tau kau mencibir ke arahku," Fien duduk dan