Antonio terpaku dalam pertanyaan Alice, ia belum siap mengatakan yang sebenarnya. Sementara Fien Clark menatap Antonio heran. Seharusnya ia bisa mengatakan perkataan yang menenangkan, bukan malah tegang begitu.
"Alice, putramu pasti baik baik saja. Sama sepertimu, dia juga butuh istirahat."
"Seharusnya aku bisa menemani Alex, bukan? Dia pasti menangis karena mencariku. Aku ibunya, dia pasti sangat ingin bertemu denganku. Ayolah antar aku ke ruangannya, aku harus bertemu dengannya," katanya dan bergegas turun dari tempat tidur.
"Tidak Alice, kau tak boleh turun dari tempat tidur ini. Aku takut kau sesak napas lagi seperti tadi, ayolah, Alex sedang dalam perawatan dokter ...," ucap Antonio.
"Perawatan dokter? Apakah terjadi sesuatu yang parah pada putraku?"
Situasi semakin kacau saat Alice justru menangis hanya mendengar perawatan dokter.
"Alice, tenangka
Fien yang memang sudah memendam kemarahan tentu saja merasa tersulut emosinya. Ia bahkan tak perduli dengan kekhawatiran Alice lagi karena setidaknya Alice sudah bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Akan tetapi Alex sangat mungkin adalah putranya."Kau! Kau sudah merasa benar dengan memperlakukan Alice seperti orang yang pantas melupakan segalanya, terutama aku bukan?" katanya seraya memegang lengan Antonio. 'Kau merenggut kebahagiaan putraku dengan sangat kejam. Bisakah kau mengerti bagaimana dia menjalani hidupnya dengan seorang ibunya yang linglung dan ayahnya yang tak bertanggung jawab?!" katanya dengan sorot mata yang tajam. "Kau bahkan mencariku karena dia hampir mati, tidakkah ini sangat menyakitkan?"Antonio tersenyum mencibir. Perdebatan yang tak akan ada akhirnya jika Fien Clark merasa paling benar. Tak ada yang perlu dikatakan lagi, setelah semua mengerti siapa Alex sebenarnya."Jika dia anakmu, kau hanya pe
Fien Clark tertawa melihat gaya sok tahu bocah tersebut. Bahkan karakter yang dia miliki seakan terukir jelas dari ucapannya."Baik, kemana aku harus mengantar mencari mommy?"Fien Clark mendudukkan Alex di atas kursi roda, berpura-pura seolah tak tahu siapa ibunya."Ayo, kemana saja kita bisa mencarinya."Mereka berjalan menyusuri koridor dengan banyak bercerita. Hati Fien Clark menghangat, ia merasa yakin bahwa Alex memanglah putranya yang tak pernah dia ketahui sebelumnya. Dia sungguh tak menyangka telah memiliki seorang anak. Bagaimana harus menghadapi kenyataan ini, seolah memiliki anak hanya seperti mimpi yang datang tiba-tiba.Hampir saja, hampir saja ia kehilangan seorang anak dari sebab kecelakaan tempo hari, ini akan menjadi penyesalan terbesar andai semua itu terjadi.Takdir menggiring pada keadaan yang tak masuk akal, tapi siapa yang menyangkal ba
Alice memeriksa Alex di bagian kaki kirinya dan mendapatkan luka jahitan di betis kiri anak tersebut."Alex? Bagaimana bisa seperti ini?""Mommy, sudah kubilang aku rindu dengan mommy, apa salah?"Dokter yang datang tersebut segera memeriksa kondisi Alex."Luka ini membaik, Nyonya tidak perlu khawatir. Kalau memang dibutuhkan, tak mengapa Alex berada di tempat ini sampai satu jam mendatang. Setelah itu, tolong segera kembali ke ruangannya untuk perawatan lebih lanjut," kata pria itu kemudian.Fien Clark mengucapkan terimakasih dengan keputusan dokter tersebut.Setelah rombongan itu pergi. Alice menatap Fien Clark tajam."Bisakah kau membiarkan aku untuk berpikir dengan baik dan tenang? Lihatlah apa yang baru saja kau lakukan, bisakah kau menjelaskannya kepadaku?""Ah, mommy, jangan terlalu cerewet dengan paman ini. Dia sudah
Cahaya temaram halaman rumah Bella membuat Fien Clark belum melihatnya dengan jelas siapa wanita ini. Ketika telah sampai di sebuah ruangan yang cukup besar dengan satu set kursi kuno, Nancy menyalakan lampu ruangan tersebut sehingga mereka bisa saling melihat wajah masing masing.Betapa terkejutnya Fien Clark saat melihat siapa sebenarnya wanita di hadapannya ini."Mom Nancy?" lirihnya terkejut. Dia adalah Nancy Clinton, ibu dari Erick Davis yang telah bercerai dua puluh tahun yang lalu. Wanita ini adalah wanita yang telah merebut hati ayahnya sehingga bercerai dengan ibunya.Demi mendengar ujaran Fien Clark yang menyebutnya dengan 'mom Nancy' wanita itu tersadar dengan siapa saat ini dia berhadapan."Ka-kau... Fien Clark... benarkah kau Fien putra Fernandez?" wanita itu datang mendekati Fien Clark dengan gugup. Ia sungguh tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Astaga, kau sudah sebesar ini, Fien ...," lirihnya dengan air mata haru.Fien Clark membeku den
Dunia masa lalu orang tua terkadang membuatnya pusing, karena selalu saja memiliki berita yang simpang siur. Masing masing pihak memiliki argumen yang harus dibenarkan. Bahkan semua versi cerita yang ada tak satupun yang sejalan. Jadi, apakah masa lalu itu diperlukan untuk Fien mengambil sebuah sikap? Tidak, ia harus bersikap netral seperti orang bodoh."Aku tak tahu, aku masih sangat kecil waktu itu. Aku hanya tahu kalian seringkali bertengkar karena masalah masalah yang tidak ku mengerti. Bahkan setelah dewasa aku masih bertanya tanya mengapa orang dewasa melakukan hal semacam itu."Nancy tertawa mendengarnya. Ia sungguh sudah hampir melupakan peristiwa tersebut setelah menikah dengan Pedro, pria pribumi yang mengelola peternakan kuda. Hidupnya cukup berat dan tak sempat untuk berpikir tentang masa lalu dengan Fernandez."Dunia orang dewasa, tapi sifat sangat kekanak-kanakan, itu sering terjadi sebaga warna kehidupan. Bagaimana denganmu, apakah kau telah memiliki
Hal ini pasti terjadi, suatu saat dimana ibu dari Erick Davis bertanya tentang putranya yang terpisah sejak bocah itu masih kecil. Fien Clark sangat ingat bagaimana ayahnya mengambil Erick yang berusia lima tahunan diambil ayahnya dari gendongan Nancy saat itu.Mereka bertengkar hebat dan saling beradu argumen. Terutama bertengkar masalah tuduhan ayahnya tentang seorang pria kenalan ayahnya yang menyukai Nancy.Fien Clark tak mengerti tentang cerita itu, yang jelas, sejak saat itu mereka tak memiliki ibu lagi. Ayah telah menceraikan kedua istrinya dan memilih hidup menduda."Fien, bisakah kau tinggal malam ini?" ujarnya memohon.Ini sungguh bukan saat yang tepat untuk mengatakannya. Ia tak mampu, tak tega untuk mengatakan yang sebenarnya."Aku akan datang kembali dua hari ini. Mari kita mengobrol dan aku akan bercerita tentang segalanya."Nancy menatap Fien Clark penuh keheranan karena Fien kini terkesan menyembunyikan sesuatu darinya."Apakah sesuat
Antonio sungguh terkejut dengan kemantapan Alice yang berkeras menghadapi Fien Clark yang akan membawa Alice ke bagian masa lalunya. Alice sungguh ingin menyelami masa lalunya."Kenapa kau selalu ingin aku menghindar dari masa laluku, Antonio?" tanya Alice sedikit kesal."Alice, apakah kau yakin dengan keputusan ini? Apakah kau siap dengan keadaan masa lalu yang mungkin saja membuatmu kembali terluka? Tidakkah kau baik baik saja tanpa harus melihat ke belakang? Kau juga menjalani kehidupan yang baik tanpa harus menoleh ke belakang."Alice tersenyum tipis. Ia bisa mengerti kekhawatiran Antonio yang ingin dirinya meninggalkan masa lalu yang mungkin tidak menyenangkan. Antonio ingin ia jalani saja hidup yang sekarang ini."Tidakkah kau melihat hidupku saat ini lebih menakutkan, Antonio? Aku hidup seolah orang yang asing karena tak mengenali diriku sendiri. Ini lebih menakutkan dan gelap dari masa lalu s
"Kenapa tidak?"Alice masih menunggu alasan tepat kenapa Fien mengatakan bahwa itu cuma mimpi. "Baik, tapi aku masih ingin ke tempat tersebut. Aku yakin kau mengetahuinya.""Butuh waktu yang panjang untuk bisa ke sana, apa kau siap Alice?""Sepertinya kau tak menyukai aku melihatnya, kenapa?" selidik Alice."Karena aku ingin melihatmu mengenang sesuatu yang membuatmu bahagia. Kenapa harus makam? Bagaimana kalau ke pantai atau ke sebuah tempat rekreasi? Ah ya, kemanapun itu yang jelas kita akan menuju kota S dimana kita dulu tinggal bersama."Alice diam dan menerima saran Fien Clark. Ia tahu butuh banyak proses untuk kembali ke masa lalu itu.Setibanya di kota S, Fien membawa Alice ke rumah kantor dimana dahulu mereka bersama."Apakah dulu aku bekerja di tempat ini?"Fien Clark mengangguk. Saat itu Alice melihat sudut ruangan sebuah pantry kecil untuk membuat kopi para karyawan sebelum memasuki lift."Tunggu sebentar, aku ingat dulu