Share

Bab 4. Permainan Takdir

New York, USA.

Tiga bulan berlalu …

Ariel terpaksa pindah dari pekerjaannya sekaligus apartemen lamanya, demi tidak bisa dilacak oleh keluarganya. Tidak hanya itu saja, tapi dia juga mengganti nomor teleponnya. Ya, Ariel meninggalkan semua hal yang diketahui oleh keluarga besarnya, demi dirinya mendapatkan kehidupan yang aman.

Sebelumnya, Ariel tinggal di London. Akan tetapi sekarang dia memutuskan tinggal di New York. Dia tahu ke mana pun dirinya berada akan selalu menjadi incaran dari keluarga besarnya. Tapi, apa boleh buat. Kondisi yang membuatnya menjadi seperti ini. Melarikan diri adalah pilihan terbaik.  

Pagi itu, Ariel memulai pekerjaan baru di sebuah rumah sakit bergengsi yang ada di New York. Dia sempat menganggur hampir tiga bulan, karena tak langsung mendapatkan pekerjaan baru. Namun, untunglah nasib baik menghampiri Ariel sekarang. Dia mendapatkan pekerjaan baru di rumah sakit yang ada di Brooklyn.

Hal yang paling Ariel lebih syukuri adalah dia mendapatkan gaji yang jauh lebih besar daripada rumah sakit yang sebelumnya. Setidaknya, pendapatan yang dia miliki mampu membuatnya berdiri dengan kedua kakinya sendiri, tanpa harus mengemis batuan pada keluarganya.

“Ariel?” Seorang wanita cantik melangkah menghampiri Ariel yang baru datang.

“Harmony?” Ariel tersenyum melihat temannya ada di depannya.

Welcome to Orlando Hospital. Akhirnya kau bekerja di rumah sakit yang sama denganku.” Harmony—teman dekat Ariel sekaligus dokter di Orlando Hospital—memberikan pelukan pada Ariel.

Ariel kembali tersenyum. “Ini berkat rekomendasi dirimu, Harmony. Thanks, sudah membantuku.”

Bisa dikatakan Harmony adalah Dewi penolong untuk Ariel. Di kala Ariel benar-benar putus asa dalam mencari rumah sakit yang cocok untuknya, ada Harmony—teman semasa kuliah dulu—memberikan bantuan padanya.

Ariel mendapatkan rekomendasi dari Harmony yang merupakan dokter spesialis bedah umum di Orlando Hospital. Rumah sakit bergengsi yang ada di Brooklyn ini menjadi para idaman dokter muda. Selain fasilitas menggiurkan, gaji yang ditawarkan juga sangatlah membuat para petugas medis merasakan kenyamanan.

Jika saja Harmony tidak membantu, pasti Ariel akan terpaksa bekerja di rumah sakit kecil demi tetap memiliki pengasilan. Dia tidak lagi memiliki tabungan, karena waktu itu Flora menguras habis tabungan Ariel. Tidak hanya itu saja, tapi apartemen yang Ariel beli dengan jerih payahnya pun dijual Flora. Uangnya pun tak jelas ke mana.

Ariel tidak mau ribut karena uang. Itu kenapa dia lebih memilih untuk pergi meninggalkan keluarganya yang tak bisa dikatakan sebagai keluarga. Hidup sendiri jauh dari siapa pun, membuat hatinya merasakan kenyamanan.

“Tidak usah berterima kasih. Kau itu pintar. Wajar kalau Orlando Hospital menerimamu.” Harmony menepuk bahu Ariel. “Lebih baik kita ke kafe sekarang. Minum kopi di pagi hari, membuat otak sedikit jernih.”

Ariel tersenyum dan mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan oleh temannya. Detik selanjutnya, wanita itu melangkah bersama Harmony menuju kafe yang ada di dalam rumah sakit megah itu. Tentu para petugas medis, hanya menunjukkan kartu identitas, akan mendapatkan makanan atau minuman gratis di kafe itu.

“Orlando Hospital sangat mewah. Kau beruntung sekali bisa bekerja di sini.” Ariel menyesap kopi susunya, sambil menatap Harmony yang duduk di hadapannya.

Harmony tersenyum. “Sudah sejak dulu, aku mengajakmu untuk bekerja di Orlando Hospital. Tapi kau malah lebih nyaman bekerja di rumah sakit di London. Padahal gaji di sini lebih besar daripada rumah sakitmu dulu.”

Ariel meletakan cangkir di tangannya. “Aku jatuh cinta pada London. Kau tahu, kan? New York itu padat sekali. Aku kadang malas pergi dari London.”

“Dan kau meninggalkan London karena kau menghindar dari keluargamu?”

“Ya, seperti yang aku bilang padamu … kondisi perusahaan keluargaku sedang kurang baik. Perusahaan keluargaku membutuhkan suntikan dana. Itu kenapa dia berusaha menjodohkanku dengan pria tua.”

That’s ridiculous. Keluargamu itu gila. Kenapa tidak Flora saja?”

“Mana mungkin Flora mau. Flora adalah Tuan Putri. Sedangkan aku hanyalah debu.”

“Ck! Kau konyol, Ariel. Lepas dari status ibumu, tetap saja darah DiLaurentis mengalir di tubuhmu. Ayahmu saja yang sudah tidak waras.”  

Ariel tersenyum samar. “Biarlah. Yang penting sekarang aku terbebas darinya. Aku sudah tidak mau lagi berurusan dengan DiLaurentis.”

Harmony mengangguk setuju. “Kau tidak usah khawatir. Kau itu pintar, cantik, dan anggun. Kau bisa mendapatkan pria kaya.”

Ariel mendesah kasar. “Sekarang otakmu yang konyol.”

Come on, Ariel. Kenapa kau tidak mau membuka hati untuk pria? Tidak semua pria yang kau kenal seperti ayahmu yang berengsek.” Harmony berusaha membujuk.

Ariel kembali mengesap kopi susunya. “Tidak semua pria seperti ayahku, tapi tidak sedikit pria yang seperti ayahku. Sekarang saja, meski perusahaan ayahku sedang kurang baik, ayahku tetap bermain dengan jalang.”

Well, mungkin kau sekarang terlihat seperti wanita yang kurang beruntung. Tapi, tidak menutup kemungkinan, kau beruntung di masa depan.” Harmony berkata dengan bijak.

Ariel mengangkat bahunya tak acuh mendengar ucapan Harmony. Dia mengerti kalau temannya itu berusaha membujuknya. Tapi, sudah sejak lama hatinya mati. Masa lalu yang buruk, membuat Ariel enggan membuka hati. 

Tiba-tiba tatapan Ariel dan Harmony teralih pada sekumpulan dokter berjalan cepat ke arah pintu belakang. Kening Ariel mengerut dalam menatap bingung melihat sekumpulan dokter itu.

Harmony pun ikut bingung. “Dokter John, ada apa?” tanyanya pada salah satu dokter yang dia tahan.

Dr. John menatap Harmony. “Dokter Harmony, apa kau lupa kalau hari ini Tuan Geovan berserta cucu pertama laki-lakinya berkunjung ke sini?”

Harmony terkejut. “What the fuck! Aku lupa.”

“Segeralah bersiap. Tuan Geovan pasti mencarimu, Dr. Harmony.” Dr. John segera bergegas meninggalkan Harmony dan Ariel.

Ariel menatap bingung Harmony. Wanita itu seolah mengingat nama ‘Geovan’, tapi entah di mana dirinya mengenal nama marga itu. “Harmony, ada apa?”

Harmony menatap Ariel. “Ariel, kita harus ke pintu belakang sekarang. Tuan Geovan datang.”

Kening Ariel mengerut semakin dalam. “Siapa Tuan Geovan?”

Harmony mendengkus. “Apa kau lupa? Marga Geovan pemilik rumah sakit ini. Ayo cepat, kau jangan banyak tanya. Aku takut Tuan Geovan mencariku.”

Ariel menurut, dia merapikan jas dokternya dan segera melangkah pergi meninggalka kafe bersama dengan Harmony. Dia terus berpikir memikirkan marga ‘Geovan’. Benar-benar tak asing di telinganya.

“Ariel, kau tahu? Tuan Geovan membawa cucu laki-laki pertamanya. Cucunya sangat tampan. Aku yakin kau pasti akan jatuh cinta pada cucu dari Tuan Geovan.” Harmony berjalan cepat bersamaan dengan Ariel.

Ariel menghela napas dalam.

“Apa nama Orlando dari nama asli Tuan Geovan?” tanya Ariel ingin tahu.  

Harmony menggeleng. “Bukan. Nama Orlando adalah nama dari anak laki-laki Tuan Geovan. Tapi cucu laki-lakinya pun menggunakan nama Orlando.”

“Baiklah.” Ariel tak terlalu tertarik.

Saat tiba di area pintu belakang khusus yang tak didatangi oleh pasien, para dokter sudah berjejer untuk menyambut. Sepuluh pengawal berjalan di depan, dan langsung bergeser mempersilakan Tuan mereka.

Ariel mencibir pelan. “Harmony, pengawal Tuan Geovan banyak sekali. Memangnya mereka mau perang?”

Harmony berdecak. “Kau ini bicara jangan sembarangan, Ariel. Mereka orang kaya. Wajar kalau memiliki banyak pengawal. Jangan samakan seperti dirimu yang menyetir tidak becus, tapi bayar sopir tidak mampu.”

Ariel mendengkus mendapatkan sindiran dari Harmony. Dia memutar bola matanya malas karena terpaksa harus menyambut kedatangan pemilik rumah sakit di mana dia bekerja.

Ariel melihat sosok pria tua yang sangat tampan dan gagah. Usia tak lagi muda, tapi badannya tetap kekar dan kuat. Rambut memang telah memutih, tapi aura jantan dan gagah sangat terlihat.

‘Aku seperti pernah melihatnya,’ gumam Ariel dalam hati, di kala melihat pria tua tampan yang muncul.

Lalu … tiba-tiba tatapan mata Ariel melebar melihat seorang pria tampan, matang, dan gagah berdiri di samping pria tua itu. Jantung Ariel seolah ingin berhenti berdetak. Dia meyakinkan dirinya bahwa apa yang dia lihat ini salah. Tapi tidak! Dia benar-benar melihat dengan nyata.

‘Oh, Tuhan. Bukankah itu Tuan Kaya yang angkuh?’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status