Share

2. Wanita Tangguh

5 tahun kemudian....

Milan, 27 Januari 2018

Milan merupakan kota metropolitan dan pusat bisnis di Italia. Milan juga merupakan salah satu kota tersibuk di Italia. Kota ini juga dikenal akan industri fashion, baik dalam bidang seni maupun desain.

Milan juga dikenal sebagai salah satu kota mode setelah Paris dan New York.

Di tengah tumpukan salju, tampak seorang wanita sedikit berlari setelah turun dari bus. Wanita berambut sebahu berwarna cokelat tua itu, tampak sedang terengah. Selain karena cuaca yang dingin, dia juga mengkhawatirkan putra semata wayangnya. Tidak peduli dengan dada yang terasa sesak, akibat cuaca dingin.

Hari ini dia pulang terlambat sampai larut malam, akibat badai salju yang melanda kota Milan dari pukul 2 sore tadi.

Sofia, melangkahkan kakinya untuk segera masuk ke dalam lift menuju unit miliknya. Beruntung letak apartemennya tidak terlalu jauh dari tempat dia bekerja.

Mendapati lift yang kosong, wanita itu bergegas dan menekan angka di mana unit miliknya berada.

Dengan langkah sedikit tergesa, Sofia berjalan menuju unit miliknya. Menekan kode akses untuk masuk. Setelah berhasil, dia segera masuk dan mencari keberadaan anaknya.

“El!” panggilnya sedikit keras. Ini pertama kali dia meninggalkan anaknya hingga larut malam.

Sofia bekerja di toko pakaian sebuah brand ternama. Walau dengan penghasilan yang tidak seberapa, tetapi itu semua cukup untuk kebutuhan mereka berdua.

Dia tidak mau merepotkan orang lain. Oleh karena itu Sofia menerima pekerjaan ini, meski itu bukanlah bidangnya.

“El!” Sofia membuka pintu kamar anaknya. Tampak seorang pria bertubuh tinggi sedang berbaring di samping El yang tertidur pulas.

Pria itu tersenyum ke arah Sofia.

“Nic!” Sofia menghela napas, lega.

Nicholas menempelkan jari telunjuk di depan bibir, meminta Sofia untuk tidak bersuara. Wanita itu mengangguk mengerti, lalu berlalu masuk menuju kamarnya.

Sofia menanggalkan mantel tebal yang dipakainya tadi. Lalu berjalan menuju kamar mandi, tujuannya kini adalah menyegarkan diri.

Mengisi bath up dengan air hangat lalu menambahkan sabun dan aromaterapi ke dalam bath up tersebut. Wanita itu menanggalkan seluruh pakaian yang masih tersisa di tubuh, lalu masuk ke dalam bath up.

Setelah cukup puas berendam, Sofia keluar dari dalam bath up. Berjalan menuju ke bawah shower untuk menghilangkan sisa busa di tubuh polosnya.

.

.

.

.

.

Sofia keluar dari kamar setelah merasa lebih segar. Dia mengenakan celana sebatas lutut dan kaus berwarna putih, rambutnya dibiarkan tergerai begitu saja. Tubuhnya terasa lebih hangat untuk saat ini.

“Nic!” seru Sofia ketika mendapati Nicholas di dapur. Pria berkulit putih itu tengah sibuk dengan spatula. Terlihat sangat seksi di mata Sofia, dengan apron dan lengan kemeja yang digulung ke atas.

“Caro Sofia (Sofia sayang).”Nicholas mematikan kompor, lalu berjalan menuju Sofia. Merengkuh pinggang ramping itu, dan mendaratkan bibirnya di dahi Sofia.

“Nic, nanti El melihatmu!” Sofia sedikit mendorong tubuh Nicholas. Walau sudah terbiasa diperlakukan seperti ini, Sofia tetap merasa sedikit risi.

“Mi manchi (Aku merindukanmu),” bisik Nicholas tepat ditelinga Sofia.

“Nicholas!” Sofia menatap tajam pria itu. Nicholas terkekeh mendapat tatapan tajam dari Sofia yang justru terlihat sangat menggemaskan di matanya.

“Ayo kita makan! Aku sudah memasak untukmu.” Nicholas menarik salah satu kursi di sana, lalu mempersilahkan Sofia untuk duduk.

Sofia menatap steik lengkap dengan kentang panggang di depannya. Tak dipungkiri, dia merasa cacing di dalam perut sudah memberontak sejak tadi. Belum lagi aroma masakan Nicholas membuatnya ingin segera menyantap habis makanan itu.

“Em enak.” Sofia mengacungkan dua ibu jarinya, setelah melahap potongan daging terakhir miliknya. Nicholas tersenyum melihat hal itu. Dia juga ikut melahap makanan yang dimasaknya sendiri.

***

Di sini, di ruang tamu Sofia dan Nicholas duduk setelah menyelesaikan makan malam mereka. Ditemani sebotol wine, yang cocok untuk menghangatkan tubuh di musim dingin seperti ini.

“Kapan kau kembali Nic?” tanya Sofia ketika sudah menghabiskan 1 gelas wine miliknya. Dia akan kembali menuang wine ke dalam gelas, tetapi pria di sampingnya lebih dulu merebut botol wine itu.

“Jangan terlalu banyak minum Fia. Itu tidak baik untuk tubuhmu.” Nicholas menyingkirkan botol wine itu dari hadapan Sofia. Wanita itu mencebikkan bibirnya, kesal karena tingkah Nicholas yang terkesan berlebihan.

“Aku tanya, kapan kau kembali Nic?”

“Tadi, sebelum badai terjadi.”

Sofia menganggukkan kepalanya, tanda dia mengerti. Lalu mereka kembali terdiam. Hingga suara Nicholas memecah keheningan itu.

“Fia!”

“Em.” Sofia menoleh ke samping.

“Bulan depan aku harus kembali ke Indonesia!”

“Pergilah! Berapa lama kau di sana?” Sofia mengerti, sebab pekerjaan pria itu memang membuatnya harus pergi ke luar negeri dalam kurun waktu yang tidak menentu.

“Aku tidak akan kembali.”

Sofia tergelak mendengarnya, dia tidak percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan pria yang berada di sampingnya.

Sofia tahu bahwa pria itu tidak ingin tinggal di Indonesia, meski kedua orang tuanya tinggal di sana.

“Aku serius Fia!” Nicholas menarik tangan Sofia, setelah itu menggenggamnya dengan erat.

“Kenapa?” tanyanya. Terdengar nada wanita itu sedikit kecewa dengan apa yang dikatakan Nicholas. Namun dia sadar, dia tidak berhak menunjukkan sikap seperti ini. Sofia sadar akan posisinya.

“Papa sudah tua dan menyuruhku untuk mengurus perusahaan di sana.”

“Itu artinya kita tidak akan bertemu lagi.” Sofia sedikit terkekeh. “Terima kasih untuk segalanya, Nic.”

“Fia ikutlah denganku, kita kembali ke Indonesia bersama!” Nicholas memandang Sofia dengan tatapan memohon.

Sofia menggeleng. “Maaf, aku tidak bisa. Kau tau apa yang terjadi denganku di sana. Lagi pula aku sudah nyaman di sini.”

“Fia, aku tidak bisa hidup tanpamu dan juga El. Kumohon ikutlah bersamaku. Aku berjanji, kalian akan aman bersamaku.”

“Nic, ingat kita bukan siapa-siapa. Kau harus membiasakan hidup tanpa kami, begitu pula dengan El.”

Jantung Nicholas berdegup kencang. Ada rasa sakit yang menjalar di hatinya ketika mendengar perkataan Sofia. Dia tahu, bahwa tidak ada hubungan spesial antara dia dan Sofia. Hanya saja entah kenapa hatinya tetap sakit mendengar hal itu.

“Fia!” panggilnya lirih.

“Nic suatu saat kau pasti akan menikah. Ketika itu terjadi, kau harus terbiasa hidup tanpa kami.” Sofia menarik tangan yang sedari tadi digenggam erat Nicholas.

“Aku tidak akan menikah dengan siapa pun!” tegas Nicholas. “Kau tahu pasti hatiku ini milik siapa, Fia?” tekan Nicholas.

“kau juga tau pasti bahwa aku tidak bisa menjaga hatimu itu Nic!” Sofia membuang pandangannya ke arah lain.

Dia tidak mau menatap netra berwarna biru yang meneduhkan itu. Sungguh, tatapan pria berdarah Italia itu bisa membuat hatinya yang sekeras batu, melebur.

“Fia, beri aku kesempatan sekali saja. Aku janji tidak akan menyakiti hatimu.” Nicholas menarik dagu Sofia yang sedari tadi memandang ke arah lain.

“Nic, maaf.” Sofia bangkit dari duduknya. Berniat untuk pergi meninggalkan pria itu di sana.

Nicholas menarik lengan Sofia, sehingga membuat wanita itu jatuh ke dalam dekapan Nicholas.

“Fia, jika kau tidak bisa menerimaku. Setidaknya jangan jauhkan aku dari El,” ucap Nicholas dalam dekapannya. “Meski dia bukan putraku, tetapi aku sudah menganggapnya seperti putraku sendiri.”

Sofia perlahan melepaskan pelukan pria itu. Setelahnya dia berlalu begitu saja, tanpa menjawab perkataan Nicholas.

Nicholas menatap kepergian Sofia dengan tatapan sendu. Sudah 2 tahun ini, dia berusaha meluluhkan hati Sofia. Namun Sofia tetaplah Sofia, gadis sekeras batu.

‘Sampai kapan? Sampai kapan aku harus menunggu, Fia?’ monolog Nicholas.

.

.

.

.

.

Sofia menutup pintu kamarnya, tak lupa dia juga menguncinya. Lalu menghembuskan napas secara kasar. Nicholas, selalu saja berhasil menggoyahkan keyakinannya.

Bukan tanpa sebab Sofia menolak Nicholas. Pria itu sangat sempurna, bagi wanita seperti Sofia.

“Maaf Nic. Maaf, aku bukan wanita yang tepat untukmu.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status