“Jadi mau nanya apa Om?” Tanya Risma yang sudah mengembalikan uang Doni pada Naya untuk dipegang, dia sudah berjaga untuk mengambil satu lembar uang berwarna merah itu dari tangan Naya.
“Jelasin aja dulu.” Pinta Doni yang mendapat gelengan kepala dari Risma.
“Dih ogah banget, rugilah akunya, Om. Om yang menang banyak kalau begitu, Om denger penjelasan tanpa nanya apapun ke aku.” Pekik Risma yang membuat Doni makin salut dengan otak dagang teman kekasihnya ini.
“Jelasin aja gak apa-apa Ris, nanti setiap berhenti ambil seratus ribu. Ngerti?” Risma mengangguk setuju lalu mengambil napas dalam untuk memulai bercerita dengan Doni.
“Jadi gini Om.” Risma berhenti lalu mengambil satu lembar uang seratus ribuan itu. “Bagas itu udah lama naksir Naya.” Risma kembali mengambil satu lembar, “Bagas naksir dari pertama masuk ospek, Om.” Risma lagi-lagi mengambil uang yang dipegang oleh Naya. Naya menepuk pelan tangan Risma yang akan kembali mengambil uang.
“Kebiasaan gragas, terlalu memanfaatkan peluang. Cerita yang bener baru ambil duitnya.” Tegur Naya yang mendapat cengiran dari Risma.
“Gak apa-apa kan ya Om?” Tanya Risma yang meminta perlindungan dari Doni.
“Terserah kamu aja, yang penting mau cerita.” Ucap Doni tak mengambil pusing perihal uang.
“Om gak boleh gitu dong, harus adil antara Om dan Risma. Om dapat info dan Risma memberi info dengan jelas.” Doni bisa apa selain mengangguk jika Naya sudah mengeluarkan suaranya untuk menegur dirinya.
“Naya ampun koretnya naudzubillah. Tadi gak nyimak apa gak denger sih pas Om Doni bilang, “Jelasin aja gak apa-apa Ris, nanti setiap berhenti ambil seratus ribu. Ngerti?”” Risma kembali mengulang ucapan Doni dan mengikuti suara Doni yang sedikit ngebass.
“Terserah lu aja lah yang penting amanah.” Jika kata amanah sudah terlontar dari mulut Naya, Risma bisa apa jika sudah diingatkan oleh Naya untuk bisa dipercaya dalam memberikan informasi pada Doni.
“Jadi gini Om, Bagas itu naksir Naya semenjak mereka satu kelompok pas lagi ospek. Nah sampai sekarang Bagas pun masih naksir Naya, bahkan Bagas rela duduk di posisi paling depan. Tepatnya di depan kita Om. Secinta itu Bagas sama Naya, bucinlah Om kalau kata anak jaman sekarang mah.” Naya memberikan 2 lembar uang seratus ribuan pada Risma.
“Kok 2 Nay?” Tanya Risma menatap heran 2 lembar uang yang baru saja diberikan oleh Naya.
“Itu untuk info duduk di depan kita. Eh harusnya masalah ospek gak gue kasih lagi Ris, kan tadi udah.” Naya ingin mengambil lagi uang yang sudah berada di tangan Risma.
“Hati-hati bintitan Nay, udah dikasih mah jangan dipinta lagi.” Risma mencoba mengingatkan Naya yang ingin meminta kembali uang yang sudah diberikannya.
“Udah gak apa-apa sayang, kan masih ada banyak yang kamu pegang. Ayo dilanjutin lagi.” Ucap Doni mencoba melerai keduanya.
“Om tau tadi Tomi sama Angga?” Tanya Risma yang diangguki oleh Doni, “Salah satu dari mereka naksir Naya loh Om.” Doni langsung menoleh menatap Naya seolah ingin menanyakan hal tersebut.
“Siapa itu orangnya?” Bukannya menjawab pertanyaan Doni, Risma lebih dulu menengadahkan tangannya pada Naya untuk meminta sawerannya, “jawab aja dulu, nanti diakumulasi.” Bujuk Doni yang sudah tak sabar.
“Gak bisa Om, Naya itu koret alias medit, pelit. Nanti keburu lupa.” Risma kini menistakan temannya agar segera turun uang sawerannya.
“Kasih Yang.” Ucap Doni meminta Naya agar segera memberi uang pada Risma.
“Nih dobel, cerita kok dipotong-potong. Hati-hati ujungnya gimana tuh duit halal enggak.” Ucap Naya yang membuat Risma mengerucutkan bibir.
“Om, Naya nih. Gak jadi aja deh ceritanya, aku takut daritadi ditakut-takutin Naya terus.” Ucap Risma yang memang benar adanya lalu mengembalikan uang yang sudah ada di tangannya. Totalnya sudah ada 700.000 dan dengan sukarela dikembalikan pada Doni.
“Loh-loh kok gini? Ayo diterusin aja lagi gak apa-apa, saya ikhlas. Uangnya halal buat kamu, itungannya kamu informan buat saya. Nih ambil lagi uangnya.” Ucap Doni sambil tangannya mengembalikan uang pada Risma meskipun dengan tangan kirinya, “maaf Ris, saya pakek tangan kiri soalnya ribet kalau pakek tangan kanan.” Ucap Doni yang diangguki Risma.
“Karena tadi udah dikasih dobel sama Naya, jadi aku lanjutin yang ini aja ya Om.” Doni mengangguk mengiyakan lebih dulu, setidaknya rasa penasaran Doni bisa terbayar jika Risma menjawab pertanyaannya yang ini, “Salah satu dari mereka itu Angga, Om. Angga selalu merhatiin Naya, bahkan dia tau lebih detail makanan apa yang sering Naya makan, berapa sendok takaran sambelnya atau mungkin dia bisa memperkirakan saos atau kecap yang Naya tuang ke mangkok bakso ataupun mie ayam yang biasa kami makan.” Doni susah payah meneguk salivanya sendiri mendengar itu. Sedetail itu Angga memperhatikan Naya.
“Om udah ya, aku udahan minta sawerannya. Ini udah lebih dari cukup kok buat aku, makasih ya Om duitnya.” Ucap Risma tulus lalu mengantungi uang itu kedalam saku seragamnya.
“Uangnya mau buat apa sih Ris kalau saya boleh tau?” Tanya Doni agar pikirannya teralihkan dari informasi yang baru saja didapatkannya dari Risma.
“Sebulan lagi Mamah ulang tahun Om, aku mau kasih kado buat Mamah, Om. Nah kebetulan aku ada rezeki dari Om, jadi bisa deh beliin kado buat Mamah.” Ucapnya bahagia yang membuat Naya dan Doni saling berpandangan. Tak disangkanya uang tersebut untuk memberikan kado sang mama dari Risma. Doni memberi kode pada Naya untuk memberikan Risma lebih dari uang yang dimilikinya tadi.
“Gak usah kode-kode ya, aku ngerti loh bahasa tubuh orang lain.” Ceplos Risma yang membuat Doni meringis kikuk sendiri, “aku cukup kok Om dengan duit segini. Aku udah bersyukur banget malah. Gak usah ditambahin, aku ngerti kok kode dari Om barusan.” Ucap Risma menolak halus kebaikan hati dari Doni.
“Kalau buat Tante Yuni harusnya beli yang spesial dong Ris, ayo nanti kita mampir ke Mall buat cari barangnya. Om free kan hari ini?” Tanya Naya yang membuat Doni gelagapan sendiri, pasalnya hari ini jadwalnya begitu padat dan dia tadi hanya izin pada Rama untuk menjemput Naya saja.
“Om telepon Papa dulu ya, Om mau minta ijin lagi. Soalnya tadi Om pergi langsung aja melipir dari ruang meeting.” Cengir Doni yang diangguki Naya, “tapi kalau gak diijinin sama Papa, kamu jangan ngambek ya sayang.” Naya mengangguk setuju.
“Wagelaseh Om Doni kabur dari meeting. Wah Om Rama harusnya pecat ini orang nih, terus ganti sama gue deh.” Ceplos Risma yang mendapat delikan tajam dari Doni.
“Halo Ram, sorry gue ganggu.” Ucap Doni ketika penggilannya direspon oleh Rama dan setelah menjawab salam dari Rama.
“Ada apa Don?”
“Ram gue ijin sampek sore ya, mau nemenin Risma nyariin kado buat Bu Yuni yang mau ulang tahun.” Jelas Doni yang memang benar adanya.
“Ya udah temenin aja mereka, tapi jangan sampek sore ya pulangnya. Nanti Bella ngomel ke gue, atau bilang ke Naya buat telepon si Bella buat ijin dulu.” Rama tak ingin Bella mengamuk karena putrinya pulang terlambat dan tanpa memberitahunya lebih dulu.
“Siap Bos.” Ucap Doni lalu mematikan panggilannya.
Doni tersenyum puas ketika mendapat izin dari Rama dan meminta Naya untuk menghubungi Bella, untuk memberikan kabar jika dirinya akan terlambat pulang hari ini.
“Kita udah dapet ijin dari Bos besar, mau makan kemana sayang?” Tanya Doni setelah panggilannya dengan Rama usai. “Ke resto Om aja yang ada disekitar sini.” Ajak Naya yang membuat Risma mengangguk antusias. “Kenapa ngangguk-ngangguk begitu?” Tanya Doni yang membuat Risma cengengesan. “Hehe seneng aja Om, di sana pas sama lidahya aku rasanya. Aku seneng kalo di sana, bisa makan sepuasnya tanpa khawatir bayar mahal.” Ucap Risma sambil nyengir. “Emang pernah bayar sendiri kalo makan sama Om Doni?” Ketus Naya yang terdengar kesal. “Weits sabar bestie, ngapa jadi ngegas? Ya enggak pernahlah, lawong Om Doni orang pengertian kok sama kantong-kantong bocil. Pasti Om Donilah yang bayar. Iya kan Om?” Doni hanya mengangguk agar pertengkaran mereka segera selesai. “Udah ah jangan pada berantem, bentar lagi sampek loh.” Lerai Doni yang membuat keduanya diam. --- “Alhamdulillah kenyang banget.” Ucap Risma sambil mengelus perutnya yang kini terasa penuh. “Iyalah kenyang, orang semua menu di
Mereka pulang dengan senyum merekah karena mendapat kehbahagiaannya sendiri-sendiri. Naya yang sedari tadi mengulum senyumnya menatap gelang yang dibelikan oleh Doni, Risma yang bahagia karena mendapat kalung dan gelang untuk diberikannya pada Yuni diulang tahunnya nanti. Doni yang menatap bahagia kekasih kecilnya yang sedari tadi tersenyum dan mengelus lembut gelang yang dipakainya. “Assalamu’alaikum….” Salam mereka ketika sampai di rumah Rama. “Wa’alaikumsalam, sore banget Kak.” Jawab Bella sekaligus menggerutu karena putrinya pulang sangat sore. “Iya maaf Ma, keasikan soalnya.” Ucap Naya lalu mencium tangan Bella. “Maaf Bel, anak-anak pada heboh abis makan minta ke Mall.” Ucap Doni yang akhirnya dimengerti oleh Bella. “Wih ada yang seneng nih, nenteng apa tuh?” Tanya Bella ketika melihat Risma senyum semringah menatapnya. “Ini tadi dibeliin Om Doni, Mbak. Mau buat kado si Mamah yang ulang tahun bulan depan.” Jelas Risma yang membuat Bella ikut senang. “Ya udah masuk dulu ayo
Rama mencari Naya kesegala penjuru kamar, sampai berhenti tepat di depan pintu kamar mandi Naya. Rama mengetuknya berkala namun tak mendapat sahutan sama sekali. “Kemana ini anak.” Gumam Rama ketika tak mendengar sahutan maupun gemericik air dari kamar mandi Naya. Rama turun untuk mencari Naya barangkali ada di ruang makan atau di dapur bersama Bella, namun matanya memicing ketika melihat pintu kamar Doni yang terbuka sedikit. Rama mengetuk pintu kamar Doni untuk memastikan jika pikirannya tidak benar. “Don, Naya ada di dalem?” Tanya Rama sambil mengetuk pintu. “Gak ada Ram, masuk aja.” Jawab Doni sambil mengeraskan suaranya. Setelah mendapat izin dari Doni, Rama langsung masuk lalu mengedarkan pandangannya mencari Naya. Matanya terfokus pada kamar mandi Doni, Rama menuju ke kamar mandi untuk memastikannya. Dibukanya dengan tergesa dan ternyata tak ada siapapun di sana. “Nyari apa sih Ram?” Tanya Doni heran dengan sikap Rama. “Naya enggak ada di kamarnya Don.” Keluh Rama lalu dud
Doni semakin rutin mengantar dan menjemput Naya akhir-akhir ini. Bisa dikatakan Doni terserang virus pubertas kembali dan rasa bahagianya berkali-kali lipat bertambah jika sedang bersama Naya, terlebih jika melihat senyum dan tawa lepas Naya. Rama dan Bella tak menyadari kedekatan mereka karena memang mereka selalu dekat meskipun belum menjadi sepasang kekasih. Doni menutup diri dari hingar bingar wanita semenjak merasakan sakit karena pengkhianatan enggan membuka hatinya kembali. Fokusnya hanya ingin berkarir dan tiba-tiba saja berpikir jika jodohnya adalah Naya, Doni yang melihat binar mata Naya—bayi kecil yang dibawanya pulang dari rumah sakit bersama Rama itu seolah langsung tersihir. Doni fokus pada perkembangan Naya kecil, remaja hingga kini akan menginjak dewasa. Semua momen tak pernah Doni lewatkan, tingkah maupun gaya rajukan Naya dihapalnya diluar kepala. Semua terekam jelas di kepalanya kini, jika Rama enggan mewujudkan keinginan Naya maka Naya langsung mengadu pada Doni.
Doni sengaja pagi-pagi sudah tiba di rumah Rama untuk meminta penjelasan perihal acara rapat dengan Pak Robert. Sedari semalam Doni tak bisa tidur karena sudah berjanji dengan Naya untuk ikut serta merayakan ulang tahun Yuni. Doni memang menuruti keinginan Naya, namun dia juga memperhitungkan banyak hal, yang ada di kepala Doni adalah mereka bisa datang kesana, memantau keadaan dari kejauhan dan jika keadaan memang bisa dimasuki oleh Naya dan Doni maka Doni akan ikut serta didalamnya. “Pagi…..” Sapa Doni riang ketika memasuki rumah Rama. “Pagi Om, kesayangan aku dateng. Pagi banget Om?” Tanya Reina langsung menghambur memeluk Doni. “Iya Om ke sini pagi-pagi karena ada perlu sama Papa.” Ucap Doni lalu menatap tajam Rama yang kini tertunduk lesu di tempatnya. “Gendong Om.” Rengek Reina dengan merentangkan tangannya untuk segera disambut oleh Doni. “Adek, Om ada perlu sama Papa.” Tegur Reino yang tidak suka jika Reina selalu bermanja dengan Doni. “Bilang aja iri. Iri bilang bos.” C
“Naya udah berangkat kayaknya Kak Risma.” Jawab Bella meredupkan senyum ceria Risma.“Kok udah berangkat Mbak? Naya marah sama aku ya?” Tanya Risma menatap sendu Bella.“Mungkin pagi ini jadwalnya si Kakak piket Kak Risma.” Ucap Bella menenangkan Risma.“Perasaan gak ada kelas pagi banget deh Mbak.” Ucap Risma yang memang mengikuti aturan rumah Rama dengan memanggil mereka dengan bahasa yang sudah terpaten. Bella sebelumnya sudah berpesan pada Risma dan Naya untuk berbahasa yang baik dan sopan ketika ada adiknya. Tidak dengan bahasa keseharian mereka yang ‘gue lu’ dan memanggil langsung nama jika sedang berada di rumah. Risma selalu memanggil Naya dengan embel-embel ‘kak’, sama halnya dengan Naya yang juga memanggil Risma dengan embel-embel ‘kak’ didepan nama Risma.“Iya kah? Maaf Mbak juga gak tau soalnya.” Bohong, Bella bohong. Karena sebenarnya Bella sangat mengetahui semua aktifitas Naya.Bella berjalan ke arah Risma untuk memberi penjelasan, agar Risma nantinya tidak berselisih
"Kamu belum jawab pertanyaan Om. Kenapa berangkatnya pagi banget?" Doni mengulang pertanyaannya dan membuat Naya menghentikan kunyahannya."Aku ada kelas pagi Om." Jawab Naya asal lalu mengalihkan pandangannya dari wajah Doni."Kelas pagi? Kalau memang ada kelas pagi, lalu si Risma mana? Biasanya kalian itu satu paket. Apapun jadwalnya selalu bareng-bareng. Kamu gak usah bohong sama Om, gak ada bakat sayang!" Naya menoleh menatap Doni yang kini terlihat serius."Om udah sarapan?" Tanya Naya mencoba mengalihkan topik pembicaraan."Sayang.... Kenapa mengalihkan pembicaraan sih?" Doni gemas lalu mengacak rambut Naya dan mencubit hidungnya."Apa sih Om? Perasaan biasa aja. Bohong apa sih aku?" Doni merotasikan bola matanya jengah. Bisa-bisanya Naya bilang biasa saja, orang serumah heboh mencarinya. Tapi dia malah asik melamun di kelas."Kamu tau gimana hebohnya keadaan rumah tadi pagi? Kamu tau gimana khawatirnya Bella saat kamu gak turun-turun dari kamar buat sarapan?" Tanya Doni lirih a
Doni kembali menuju kantornya setelah berhasil menemukan dimana Naya, dan memastikan bahwa Naya sudah sarapan pagi ini. Setibanya Doni di kantor, Rama menatapnya dengan air wajah yang tidak bisa diartikan oleh Doni.Tatapan Rama seolah ingin bertanya bagaimana keadaan Naya meskipun sudah diberitahu melalui pesan singkat yang dikirimkan oleh Doni. Disisi lain tatapan Rama seolah sengit mengintimidasinya penuh kebencian. Entahlah Doni sukar menguraikannya.Doni duduk di kursi kebesarannya tanpa mempedulikan Rama. Dia menyalakan komputernya dan memulai aktifitasnya. Tak berselang lama Yuda masuk kedalam ruangan untuk memberitahukan jadwal mereka, Rama dan Doni hari ini."Jadwal meeting sama Pak Robert?" Tanya Doni setelah Yuda selesai membacakan agenda hari itu."Pak Robert berhalangan hadir Pak. Karena beliau juga sedang ada acara keluarga nanti malam." Doni tersenyum penuh kemenangan lalu menatap Rama seolah mengolok. "Maaf Pak ada yang ditanyakan kembali perihal agenda hari ini?" Doni