“Kita udah dapet ijin dari Bos besar, mau makan kemana sayang?” Tanya Doni setelah panggilannya dengan Rama usai.
“Ke resto Om aja yang ada disekitar sini.” Ajak Naya yang membuat Risma mengangguk antusias.“Kenapa ngangguk-ngangguk begitu?” Tanya Doni yang membuat Risma cengengesan.“Hehe seneng aja Om, di sana pas sama lidahya aku rasanya. Aku seneng kalo di sana, bisa makan sepuasnya tanpa khawatir bayar mahal.” Ucap Risma sambil nyengir.“Emang pernah bayar sendiri kalo makan sama Om Doni?” Ketus Naya yang terdengar kesal.“Weits sabar bestie, ngapa jadi ngegas? Ya enggak pernahlah, lawong Om Doni orang pengertian kok sama kantong-kantong bocil. Pasti Om Donilah yang bayar. Iya kan Om?” Doni hanya mengangguk agar pertengkaran mereka segera selesai.“Udah ah jangan pada berantem, bentar lagi sampek loh.” Lerai Doni yang membuat keduanya diam.---“Alhamdulillah kenyang banget.” Ucap Risma sambil mengelus perutnya yang kini terasa penuh.“Iyalah kenyang, orang semua menu ditumpahin ke perut lu semua.” Cibir Naya yang membuat Doni menggelengkan kepalanya.“Udah dong jangan mulai berantem lagi, gak malu diliatin orang?” Tanya Doni yang membuat keduanya menatap sekitar, dan memang benar bahwa pertengkaran mereka menjadi tontonan pengunjung lain. “Ris telepon Bu Yuni dulu gih, takutnya beliau nanti khawatir kamu pulangnya telat.” Titah Doni yang menyadarkan Risma bahwa dirinya belum meminta izin pada sang ibunda.“Oh iya untung diingetin sama Om, aku telepon Mamah dulu ya Om.” Doni mengangguk lalu merangkul bahu Naya karena gemas, Naya menatap Risma yang kini masih saja ingin bertengkar.“Halo Mah, Assalamu’alaikum.” Salam Risma ketika panggilannya dijawab oleh Yuni.“Wa’alaikumsalam, ngapa dah telepon Mamah?”“Risma pulangnya telat ya Mah, ini lagi diajak pergi sama Naya sama Om Doni juga. Gak apa-apa kan Mah? Iya dong gak apa-apa.” Risma bertanya namun dijawab sendiri olehnya, Naya dan Doni hanya terkekeh geli melihat kelakuan Risma yang begitu receh meskipun pada ibunya sendiri.“Lah bocah! Lu ijin apa begimana sih? Heran gue, dia yang ijin dia juga yang jawab sendiri. Ya udah sono lu pergi sama Naya sama Pak Doni, tapi jangan nyusahin ya Neng. Ati-ati jangan banyak tingkah, kalau betingkah biar aja lu ditinggal sama Pak Doni.” Wajah Risma seketika tertekuk mendengar ucapan ibunya, selalu saja begitu jika Risma meminta izin untuk bepergian dengan keluarga Rama.“Iya Mah, Risma gak akan banyak tingkah. Ya udah kalo gitu Risma mau berangkat ini, Assalamu’alaikum.” Ucap Risma.“Wa’alaikumsalam.”Ketika Risma akan mengembalikan ponselnya ke dalam tas, Naya seolah mengingatkan kembali dengan apa yang Yuni—ibu Risma katakan padanya. “Inget jangan betingkah, kalau banyak tingkah kenapa Ris?” Tanya Naya yang membuat Risma melotot horor.“Kita tinggal.” Balas Doni yang sudah tak asing lagi dengan wejangan itu dari Yuni.“Kompak banget kalo masalah beginian, inget ya Om rahasia Naya di aku masih banyak banget. Jangan macem-macem!” Peringat Risma yang tidak dihiraukan oleh Doni.“Jadi keluar enggak?” Tanya Naya mencoba mengalihkan pembicangan mereka.“Ada yang takut nih.” Ceplos Risma lalu melenggang lebih dulu untuk menuju parkiran.Mereka akhirnya meninggalkan restoran Doni lalu menuju mall terdekat untuk membelikan kado ulang tahun untuk Yuni. Risma nampak bahagia bisa memberikan hadiah untuk ibunya dengan uang yang didapatkannya tadi. Sesampainya di mall, Risma berjalan beriringan dengan Naya, sedangkan Doni ada dibelakang mereka. Mereka bertiga mengedarkan pandangan untuk mencari hadiah apa yang sekiranya cocok untuk Yuni nantinya.“Mau beli apa Ris?” Tanya Doni ketika mereka sudah mengitari mall dari lantai bawah sampai lantai atas, namun mereka belum menemukan apa yang akan menjadi pilihan Risma.“Hehe gak tau Om, aku bingung.” Cengir Risma yang membuat langkah Doni terhenti otomatis.“Kalau begini ceritanya jangan jalan terus, capek sodara.” Ucap Doni yang membuat Naya ikut berhenti.“Tante lagi butuh apa gitu Ris di rumah? Atau lagi pengen apa gitu?” Tanya Naya yang mendapat gedikan bahu dari Risma, “atau mungkin mau ada acara apa gitu yang special buat keluarga lu?” Risma menggelengkan kepalanya mendengar itu.“Gak tau Nay, gue gak tau.” Ucap Risma meringis.“Kalau baju kayaknya udah pasaran banget ya Om, tapi mau dibeliin apa ya kira-kira?” Doni juga mulai ikut berpikir untuk menemukan kado yang akan diberikan pada Yuni.“Gelang mungkin? Atau kalung?” Tanya Doni ragu karena dia juga tak pernah memberikan kado untuk orang terdekatnya kecuali memberikan kue atau boneka saja.“Kenapa perhiasan sih Om? Nanti duitnya kurang.” Cebik Risma yang menyadari bahwa kemampuan kantungnya tidak setebal Naya maupun Doni.“Udah ayo ke sana, kalau kurang nanti saya tambahin. Tapi itu semua gak gratis, oke?” Risma mengangguk dengan mata berbinarnya langsung menyetujui ucapan Doni.“Makasih ya Om, semua info langsung mengalir tanpa saweran deh.” Rayu Risma yang mendapat delikan tajam dari Naya.Mereka akhirnya menuju toko perhiasan, Naya sibuk menatap gelang, kalung maupun cincin yang menjadi tujuan mereka untuk diberikan pada Yuni. Doni tak ikut memilih namun betah menatap Naya yang asik menunjuk beberapa kalung dan gelang. Doni dapat melihat binar bahagia dari mata Naya ketika sedang memegang dan mencoba gelang pada tangannya.“Kamu mau itu Yang?” Tanya Doni lalu mendekat dan membantu Naya memakaikan gelang tersebut.“Enggak Om, cuma cobain aja. Kita kesini kan fokusnya mau beliin Tante Yuni.” Ucap Naya yang mencoba melepaskan gelang dari pergelangan tangannya.“Udah jangan dibuka, itu buat kamu. Cocok, makin cantik.” Ucap Doni yang membuat Risma menatap sebal ke arah sepasang sejoli ini.“Udah keles mesra-mesraannya, sekarang kan mau beliin kado Mamah. Ngapa jadi Naya yang udah dapet?” Sungut Risma ketika tangan Doni masih asik bertengger di tangan Naya.“Ini pilihan Naya, Ris. Kalau kamu mau, kamu ambil aja buat kamu sendiri. Hadiah buat kamu dari saya, kalau untuk Bu Yuni tetap pilihkan untuk beliau ya.” Ucap Doni pada Risma, lalu meminta karyawan toko untuk membuatkan nota pada gelang yang dipakai Naya.“Om saran dong, bagus yang mana antara yang ini sama yang ini?” Tanya Risma menunjukkan antara gelang dan kalung pada Doni.“Bungkus keduanya, daripada bingung harus milih Ris.” Saran Doni yang membuat Risma geleng-geleng kepala sendiri.“Duitnya darimana sih Om kalo beli 2? Risma kagak ada duitnya.” Ucap Risma panik dengan saran Doni.“Pilihan kamu yang mana yang mau kamu pakai?” Tanya Doni tanpa menjawab pertanyaan Risma.“Ih duitnya kagak ada Om!” Pekik Risma yang membuat Doni melotot agar Risma tak terlalu banyak bicara.“Cepet pilih jangan banyak omong!” Titah Doni yang membuat Risma kicep.Mereka pulang dengan senyum merekah karena mendapat kehbahagiaannya sendiri-sendiri. Naya yang sedari tadi mengulum senyumnya menatap gelang yang dibelikan oleh Doni, Risma yang bahagia karena mendapat kalung dan gelang untuk diberikannya pada Yuni diulang tahunnya nanti. Doni yang menatap bahagia kekasih kecilnya yang sedari tadi tersenyum dan mengelus lembut gelang yang dipakainya. “Assalamu’alaikum….” Salam mereka ketika sampai di rumah Rama. “Wa’alaikumsalam, sore banget Kak.” Jawab Bella sekaligus menggerutu karena putrinya pulang sangat sore. “Iya maaf Ma, keasikan soalnya.” Ucap Naya lalu mencium tangan Bella. “Maaf Bel, anak-anak pada heboh abis makan minta ke Mall.” Ucap Doni yang akhirnya dimengerti oleh Bella. “Wih ada yang seneng nih, nenteng apa tuh?” Tanya Bella ketika melihat Risma senyum semringah menatapnya. “Ini tadi dibeliin Om Doni, Mbak. Mau buat kado si Mamah yang ulang tahun bulan depan.” Jelas Risma yang membuat Bella ikut senang. “Ya udah masuk dulu ayo
Rama mencari Naya kesegala penjuru kamar, sampai berhenti tepat di depan pintu kamar mandi Naya. Rama mengetuknya berkala namun tak mendapat sahutan sama sekali. “Kemana ini anak.” Gumam Rama ketika tak mendengar sahutan maupun gemericik air dari kamar mandi Naya. Rama turun untuk mencari Naya barangkali ada di ruang makan atau di dapur bersama Bella, namun matanya memicing ketika melihat pintu kamar Doni yang terbuka sedikit. Rama mengetuk pintu kamar Doni untuk memastikan jika pikirannya tidak benar. “Don, Naya ada di dalem?” Tanya Rama sambil mengetuk pintu. “Gak ada Ram, masuk aja.” Jawab Doni sambil mengeraskan suaranya. Setelah mendapat izin dari Doni, Rama langsung masuk lalu mengedarkan pandangannya mencari Naya. Matanya terfokus pada kamar mandi Doni, Rama menuju ke kamar mandi untuk memastikannya. Dibukanya dengan tergesa dan ternyata tak ada siapapun di sana. “Nyari apa sih Ram?” Tanya Doni heran dengan sikap Rama. “Naya enggak ada di kamarnya Don.” Keluh Rama lalu dud
Doni semakin rutin mengantar dan menjemput Naya akhir-akhir ini. Bisa dikatakan Doni terserang virus pubertas kembali dan rasa bahagianya berkali-kali lipat bertambah jika sedang bersama Naya, terlebih jika melihat senyum dan tawa lepas Naya. Rama dan Bella tak menyadari kedekatan mereka karena memang mereka selalu dekat meskipun belum menjadi sepasang kekasih. Doni menutup diri dari hingar bingar wanita semenjak merasakan sakit karena pengkhianatan enggan membuka hatinya kembali. Fokusnya hanya ingin berkarir dan tiba-tiba saja berpikir jika jodohnya adalah Naya, Doni yang melihat binar mata Naya—bayi kecil yang dibawanya pulang dari rumah sakit bersama Rama itu seolah langsung tersihir. Doni fokus pada perkembangan Naya kecil, remaja hingga kini akan menginjak dewasa. Semua momen tak pernah Doni lewatkan, tingkah maupun gaya rajukan Naya dihapalnya diluar kepala. Semua terekam jelas di kepalanya kini, jika Rama enggan mewujudkan keinginan Naya maka Naya langsung mengadu pada Doni.
Doni sengaja pagi-pagi sudah tiba di rumah Rama untuk meminta penjelasan perihal acara rapat dengan Pak Robert. Sedari semalam Doni tak bisa tidur karena sudah berjanji dengan Naya untuk ikut serta merayakan ulang tahun Yuni. Doni memang menuruti keinginan Naya, namun dia juga memperhitungkan banyak hal, yang ada di kepala Doni adalah mereka bisa datang kesana, memantau keadaan dari kejauhan dan jika keadaan memang bisa dimasuki oleh Naya dan Doni maka Doni akan ikut serta didalamnya. “Pagi…..” Sapa Doni riang ketika memasuki rumah Rama. “Pagi Om, kesayangan aku dateng. Pagi banget Om?” Tanya Reina langsung menghambur memeluk Doni. “Iya Om ke sini pagi-pagi karena ada perlu sama Papa.” Ucap Doni lalu menatap tajam Rama yang kini tertunduk lesu di tempatnya. “Gendong Om.” Rengek Reina dengan merentangkan tangannya untuk segera disambut oleh Doni. “Adek, Om ada perlu sama Papa.” Tegur Reino yang tidak suka jika Reina selalu bermanja dengan Doni. “Bilang aja iri. Iri bilang bos.” C
“Naya udah berangkat kayaknya Kak Risma.” Jawab Bella meredupkan senyum ceria Risma.“Kok udah berangkat Mbak? Naya marah sama aku ya?” Tanya Risma menatap sendu Bella.“Mungkin pagi ini jadwalnya si Kakak piket Kak Risma.” Ucap Bella menenangkan Risma.“Perasaan gak ada kelas pagi banget deh Mbak.” Ucap Risma yang memang mengikuti aturan rumah Rama dengan memanggil mereka dengan bahasa yang sudah terpaten. Bella sebelumnya sudah berpesan pada Risma dan Naya untuk berbahasa yang baik dan sopan ketika ada adiknya. Tidak dengan bahasa keseharian mereka yang ‘gue lu’ dan memanggil langsung nama jika sedang berada di rumah. Risma selalu memanggil Naya dengan embel-embel ‘kak’, sama halnya dengan Naya yang juga memanggil Risma dengan embel-embel ‘kak’ didepan nama Risma.“Iya kah? Maaf Mbak juga gak tau soalnya.” Bohong, Bella bohong. Karena sebenarnya Bella sangat mengetahui semua aktifitas Naya.Bella berjalan ke arah Risma untuk memberi penjelasan, agar Risma nantinya tidak berselisih
"Kamu belum jawab pertanyaan Om. Kenapa berangkatnya pagi banget?" Doni mengulang pertanyaannya dan membuat Naya menghentikan kunyahannya."Aku ada kelas pagi Om." Jawab Naya asal lalu mengalihkan pandangannya dari wajah Doni."Kelas pagi? Kalau memang ada kelas pagi, lalu si Risma mana? Biasanya kalian itu satu paket. Apapun jadwalnya selalu bareng-bareng. Kamu gak usah bohong sama Om, gak ada bakat sayang!" Naya menoleh menatap Doni yang kini terlihat serius."Om udah sarapan?" Tanya Naya mencoba mengalihkan topik pembicaraan."Sayang.... Kenapa mengalihkan pembicaraan sih?" Doni gemas lalu mengacak rambut Naya dan mencubit hidungnya."Apa sih Om? Perasaan biasa aja. Bohong apa sih aku?" Doni merotasikan bola matanya jengah. Bisa-bisanya Naya bilang biasa saja, orang serumah heboh mencarinya. Tapi dia malah asik melamun di kelas."Kamu tau gimana hebohnya keadaan rumah tadi pagi? Kamu tau gimana khawatirnya Bella saat kamu gak turun-turun dari kamar buat sarapan?" Tanya Doni lirih a
Doni kembali menuju kantornya setelah berhasil menemukan dimana Naya, dan memastikan bahwa Naya sudah sarapan pagi ini. Setibanya Doni di kantor, Rama menatapnya dengan air wajah yang tidak bisa diartikan oleh Doni.Tatapan Rama seolah ingin bertanya bagaimana keadaan Naya meskipun sudah diberitahu melalui pesan singkat yang dikirimkan oleh Doni. Disisi lain tatapan Rama seolah sengit mengintimidasinya penuh kebencian. Entahlah Doni sukar menguraikannya.Doni duduk di kursi kebesarannya tanpa mempedulikan Rama. Dia menyalakan komputernya dan memulai aktifitasnya. Tak berselang lama Yuda masuk kedalam ruangan untuk memberitahukan jadwal mereka, Rama dan Doni hari ini."Jadwal meeting sama Pak Robert?" Tanya Doni setelah Yuda selesai membacakan agenda hari itu."Pak Robert berhalangan hadir Pak. Karena beliau juga sedang ada acara keluarga nanti malam." Doni tersenyum penuh kemenangan lalu menatap Rama seolah mengolok. "Maaf Pak ada yang ditanyakan kembali perihal agenda hari ini?" Doni
Setelah perdebatan mandi bersama akhirnya mereka benar-benar mandi di kamar masing-masing. Rama dan Bella sudah rapi lebih dulu dan turun dari lantai atas menuju ruang keluarga. Doni juga terlihat rapi dengan balutan kemeja yang digulung sampai siku. Jangan lupakan rambut klimisnya."Mau kemana Don?" Pertanyaan Rama enggan dijawab oleh Doni. Rama menoleh sejenak untuk memperhatikan suasana hati istrinya. Karena setelah perdebatan mandi bersama tadi hanya Bella yang dapat melerai mereka. "Don... Mau kemana?" Tanya Rama lagi yang hanya dijawab melalui tatapan mata."Udah dong jangan mulai lagi, udah mau maghrib." Lerai Bella dengan wajah lelahnya."Kesayangan aku.... Aduh ganteng banget lagi. Makin sayang deh." Ucap Reina dengan genitnya. Reino hanya menggelengkan kepalanya, untuk reaksi Rama jangan ditanya jika anak-anak perempuannya lebih dekat dengan Doni, pastilah jiwa iri dengkinya mulai kambuh."Adek sini sama Papa." Ucap Rama sambil menepuk pahanya agar Reina mendekat dan dipangk