Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Kamu hamil, Re." "Ha?" terkejut, itulah yang Regina rasakan detik gendang telinganya mendengar kalimat sang suami. "Iya, kamu hamil," pertegas Raymond bersama mimik super seriusnya. Entah kenapa jantung Regina berdetak sangat cepat, super cepat. I-ini ..., serius? Dia tidak salah dengar? Sumpah? "Abang nggak lucu ya," ujar Regina bergerak duduk, bodo amat kepalanya masih berdenyut, berita yang Raymond lisankan lebih penting daripada rasa sakit di kepala. "Memang tidak lucu," balas Raymond masih serius. Diam, Regina sudah duduk, ia tatap suaminya dan tidak ia temukan kebercandaan di sana, di mimik Raymond. Damn! Ini benar? Ada nyawa yang hidup di dalam perutnya? Rahimnya? Dan itu ..., anak Raymond Arthur William? Kedua sudut bibir Regina perlahan-lahan siap naik membentuk senyuman namun, tunggu, Raymond 'kan ..., mendungakan kepala, kedua netra Regina menatap netra suaminya. "Hah ...." Raymond menghembuskan napas, ia bawa naik tangan kananny
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Berdiri saling berhadapan, mereka menatap satu sama lain, dua anak manusia dengan nama yang beda tipis, -Maria dan Mario- sama-sama memasang mimik menantang, tidak mau kalah, tidak mau memperlihatkan kelemahan, keduanya punya tekad yang sama kuat untuk menang. "Kau menantangku, Mario?" berbisik tanya, suara ini menggeram menahan emosi. "Jika itu sebutan menariknya," balas Mario santai, namun, tetap datar. Maria diam, menggempalkan kedua tangan, menatap tajam tepat ke dalam mata kaum adam di depannya. "Maka aku terima tantanganmu." Cool! Dengan gerakan cepat tubuh Maria melompat naik memeluk leher Mario. Bugh! Membuat si pria jatuh ke atas lantai rumah sakit dengan sadisnya. Punggung Mario pantas mendapatkan ucapan mampus sangkin sakitnya. "Aku juga suka yang menantang." Sedang Maria tidak merasa bersalah, menarik pakaian yang ada di genggaman Mario dengan senyum menang. Kalau sudah begini, Mario tahu tandingannya bukan sembarang wanita. Wel
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Kalau boleh tau sebenarnya kisah ini menceritakan tentang apa? Perjuangan seorang Regina mendapatkan Raymond? Atau bdms Raymond yang tidak diketahui orang-orang? Atau lagi Maria si wanita abnormal? Yang mana? Bolehkah salah satu dari tiga nama itu menjawab sekarang juga? Sedikit saja juga tidak masalah, agar semua paham kemana arah yang sebenarnya. Well, pertanyaan itu sangat mudah untuk dijawab. Ini kisah ketiganya yang dimasukan ke dalam satu wajan. Dimana satu persatu diselaikan, satu persatu saja tanpa terburu-buru. Untuk itu silakan mulai absen konflik yang sudah terselesaikan, mulai dari perjuangan Regina? Ya, perjuangan Regina selesai. Raymond Arthur William jatuh cinta kepadanya, bahkan pria itu yang lebih dulu mengakui. Bdms Raymond? Regina terima dengan tangan terbuka, pria itu tidak separah yang dibayangkan, ya walau terkadang saat bermain ia ngeri sendiri. Keabnormalan Maria? Ini yang berada di akhir halaman, belum terselesaikan dan
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Cklek. Pintu ruangan Raymond terbuka begitu saja tanpa diketuk, sangat tidak sopan namun berhasil membuat kepala tertunduk si mister William mendunga, menatap ke arah sana. "Maria," gumam Raymond menyuarakan nama si pelaku. Tentu saja Maria tidak menyahut, kaum hawa dua puluh lima tahun itu memasuki ruangan Raymond bersama mimik super datar. Fine, Raymond ikuti alur wanita ini. Jika dengan itu bisa menyelesaikan semuanya kenapa tidak? Diam duduk di tempat, Raymond menatap bagaimana wanita di depannya ambil posisi berdiri tepat di belakang kursi untuk pasien jika ada janji temu dengan Raymond. Hening, belum ada yang mau membuka dialog, mereka hanya membisu bersama adegan saling menatap datar. Detik bergerak, suara jarum jam sangat jelas memasuki gendang telinga. Hitungannya jelas dimulai dari satu ..., dua dan, tiga. "Kau ingin aku berhenti bukan?" bertanya, Maria yang memulai dialog. "Itu jelas dari awal." Raymond menjawab. "Temui aku har
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Dia koma," ujar Jefri. Napas Regina tertahan, untuk beberapa saat bom hidup menghantam dirinya, membuat degung di telinga bersama parau-paru yang tidak bekerja. "Ini jauh lebih baik, Miss William," sambung dokter. Kepala Regina menggeleng. "Re, duduk, jangan begini." Julia. "Kenapa harus begini, Kak, hiks ...." Mereka, Regina, Jefri, Julia, plus Bio dan, Mario sudah berada di rumah sakit. Ada dua yang mereka tunggu, sudah pasti Raymond dan Maria. "Shut-shut ..., it's oke, Re." Hanya ini yang bisa Julia lakukan, menenangkan sang adik, menarik dekap tubuh menggigil di sampingnya. "Maria sahabat aku, Kak, satu-satunya hiks ..., hiks ...." Semakin terisak, Regina tidak kuat lagi, tubuhnya siap rubuh, runtuh, andai saja Julia tidak membantu topangan. Berita koma barusan adalah ..., tentang Maria. Wanita itu dengan segala rencananya untuk Raymond pada akhirnya berbalik menyerang diri sendiri. Niat meracuni, namun, Raymond juga cukup cerdas. Hi
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond tidak berhenti menatap Regina yang belum mau menatap dirinya, sama sekali. "Hah ...." Menghela napas, Raymond mencoba membawa tubuh miring menghadap si istri. "Yang benar, Ray, nanti jahitannya terbuka lagi!" Namun, baru ia bergerak eh sudah disambut omelan. "Tidur sini," balas Raymond tidak merespon kalimat Regina. "Nanti." "Kamu sudah mengatakan nanti lebih dari sepuluh kali, sadar?" Diam, Regina menghentikan kegiatan mengupas buah, ia coba mengingat dan menghitung, benarkah sebanyak itu? "Sini, Re." Raymond kembali meminta, sayang Regina tak secepat itu merespon. "I miss you so much ..., Sayang." Deg. Hingga kalimat bernada lembut langsung menarik kepala Regina dari menunduk menjadi mendunga, menatap ke arah Raymond yang memasang pancaran lebih lembut lagi dari nada bicaranya. Tidak pakai lama segera bangkit dari duduknya, Regina dengan debaran untuk Raymond Arthur William bergerak mendekati ranjang, langsung saja naik ke atas s
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond tidak menyangka dengan apa yang ia dengar dari mulut Jefri. "Semoga saat dia sadar nanti dia sudah menerima keadaan yang sebenar-benarnya." Lagi Jefri berucap. Raymond belum ada memberikan respon, demi apa Maria Rosalinda koma? "Sampai kapan?" Akhirnya membuka kalimat, Raymond memakai si tanda tanya, menatap ke arah Jefri. Mereka masih berduaan, Regina dan Julia belum balik dan memang sudah semestinya itu terjadi, kalau bisa Regina kembali sore hari saja- itu mau Raymond agar sang istri istirahat dengan cukup. "Tidak tahu, dokter tidak bisa memberikan data tentang itu," jawab Jefri balas menatap sang sahabat. Diam, hening, Raymond lagi dan lagi memang lebih senang menutup mulut. Ia bergerak menyandarkan punggung ke kepala ranjang. "Apa ini ending yang baik?" bergumam tanya kepada diri sendiri. Bukan, Raymond bukan mengeluh lagi, dia hanya membayangkan apa yang Regina rasakan, dia tahu pasti bagaimana sang istri tidak bisa memilih anta
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Faktanya jika kita menikmati waktu sudah pasti geraknya tidak terasa, sangat cepat. Bersama damai dan kebahagiaan Regina merasakan itu, bahwa si waktu berjalan lebih cepat dari biasanya. Sehari dan dua hari tidak terasa sudah berlalu, Raymond keluar dari rumah sakit dihari ketiga pria itu mengalami luka tembak yang disengaja. Empat lima hari pun datang begitu saja. Sesungguhnya mereka semua sudah kembali ke rutinitas masing-masing, kerja, kuliah dan menikmati malam. Namun, tepat dihari keenam setelah malam paling buruk bagi Regina, yaitu hari ini. "Ju, kamu pernah nonton kartun upin ipin tidak?" Suara Jefri terdengar di tengah keramaian bandara. "Ya pernahlah." Suara Julia pun menyusul. Iyaps, mereka sudah berada di bandara, mereka di sini ialah Jefri, Julia, Raymond dan, Regina. "Aku tuh pengen banget jadi kharakter ipinnya." Oke, Raymond dan Regina saling melirik. "Jef, jangan melontarkan kalimat sinting." Regina memperingati setelah liri