"Udah malam, waktunya tidur. Gak usah dilanjutkan omonganmu. Sia-sia juga, Aku dah gak nyambung diajak ngomong. Oh iya, baru ingat, Kamu 'kan hobi ngoceh panjang-panjang. Silakan aja mau ngomong, tapi maaf aja, aku gak mau dengerin!" ucap Hanan.Hanan sebenarnya bukan benar-benar mengantuk. Ia hanya enggan bicara dengan Naufal yang tidak ada habisnya. Sangat membosankan sekali, tidak ada manfaatnya. Bahkan ia kini sudah memunggungi Naufal."Baiklah, lalu aku tidur di mana?" tanya Naufal.Pertanyaan macam apa itu? Memangnya baru pertama kali tidur dalam satu kamar dengan Hanan? Haish, tidak bermutu sekali pertanyaan yang dilontarkan Naufal."Di kamar tamu saja, kosong 'kan?" Sebenarnya Hanan enggan merespon, tetapi gatal juga bibirnya untuk tetap diam."Kamu tega nyuruh suami sendiri buat tidur di kamar tamu?"Sepertinya Naufal sedang menabuh genderang perang pada Hanan. Sengaja mengganggunua agar tidak jadi tidur. Bahkan sekadar memejamkan mata saja tidak jadi. Ocehan Naufal terlalu b
Naufal yang posisinya sedang antre di pabrik, mengantar buah kelapa sawit dengan muatan berkisar tiga ton. Ia kini sedang duduk-duduk dengan teman sesama sopir di kantin pabrik. Terdengar sesekali temannya menggoda sang pelayan kantin, kebetulan seorang janda beranak satu. Tentu saja masih bisa dikatakan muda, usianya berkisar sebaya dengan Naufal. Sudah hal biasa, jika pembeli bersenda gurau dengan pelayan maupun pemilik kantin tersebut."Cuman Naufal yang selalu kalem." Celetuk temannya yang bwradai di ujung bangku."Dia itu tipe suami setia.""Bukan, Naufal itu suami takut isteri.""Naufal takut gak dikelonin sama isteri kalau bercanda sama cewek lain.""Maklum masih ada aura pengantin baru, maunya cuma nempel sama isteri di rumah. Kerja pun, yang ada dalam benaknya hanya isteri. Hahahaha!"Begitulah teman-teman seperjuangan Naufal, selalu menggoda disaat sedang berkumpul. Ia selalu menjadi objek canda dan tawa mereka. Hanya ditanggapi dengan senyuman oleh Naufal. Sudah biasa, agar
Saat sudah tiba di rumah, mata Hanan menatap heran sekeliling halaman. Sunyi dan senyap, lampu-lampu tidak ada yang hidup satu pun. Kemana sang mama pergi? Sepertinya pergi sejak siang hari. Hingga membiarkan suasana rumah yang ditinggal menyeramkan seperti itu. Entah apa kesibukannya, Hanan tidak mengerti. Lebih tepatnya enggan untuk bertanya dan ikut campur.Dengan bibir yang terus bicara, Hanan membuka pintu rumah. Seram juga ternyata, jika melihat rumah gelap gulita seperti itu. Hanan meraba saklar dan menghidupkan semua lampu di seluruh ruangan. Bergegas menuju kamar, badannya terasa gatal-gatal."Entah apa yang dikerjakan Mama, memangnya gak bisa diam aja di rumah? Mentang-mentang janda, gak ada yang ngelarang ini itu. Setidaknya pikirin anak di rumah. Harus banget pergi sampai malam begini. Biasanya juga paling lambat sebelum adzan magrib berkumandang udah di rumah." Hanan terus saja mengoceh, seakan-akan ada orang yang mendengar. Hanan merogoh mini bag, mencari ponsel nya. He
Naufal meruntuki kebodohannya, merasa tidak becus menjadi seorang suami. Tidak tahu sedikit pun tentang Hanan. Ya, meskipun ia sadar, pernikahan mereka seperti sebuah permainan belaka. Ia juga paham betul, Hanan belum sepenuhnya menerima pernikahan mereka. Dirinya sendiri juga masih berusaha untuk menerima takdir."Apa Hanan akan marah padaku?" gumam Naufal.Tubuh yang letih usai pulang kerja, ditambah melihat situasi seperti itu. Semakin membuat hati Naufal tidak tenang. Ia memilih menuju dapur, berniat memberikan segelas air putih hangat pada Hanan. Setidaknya ia masih punya rasa iba pada sang istri, meskipun tidak ada rasa cinta.Ceklek...Hanan terlihat meringkuk di atas tempat tidur. Sepertinya sudah tertidur dengan pulas. Tubuh yang tertutup selimut terlihat tidak bergerak sama sekali. Naufal tidak tega juga membangunkan Hanan. Memilih untuk segera membersihkan diri. Mata sudah tidak bisa diajak kompromi, ingin segera berlabuh di pulau kapuk."Kirain pemberani, galaknya minta am
Hanan menyunggingkan senyum manis. Sangat manis, bahkan Naufal saja tidak pernah melihat Hanan tersenyum seperti itu. Karena mereka jika bertemu pasti seperti Tom and Jerry. Hanan sebenarnya gadis manis dan baik pada semua orang. Tetapi sayang sekali, tidak untuk Naufal seorang. "Katakan saja, sayang. Mami gak akan marah sama kamu kok," ucap Ayana."Apa yang harus Hanan katakan, Mi?" tanya Hanan."Matamu gak bisa berbohong, Hanan. Apa Naufal bersikap buruk padamu?"Sebaik ini Mami mertua, berbanding terbalik dengan Naufal yang menjengkelkan."Apa pun itu, tetap kamu menantu kesayangan Mami. Kamu bukan orang lain yang masuk ke dalam kehidupan Naufal, jadi jangan bersikap seolah-olah kalian dua orang asing. Perjuangkan yang sudah mutlak menjadi milikmu. Mami bukan hanya mertua kamu, tapi juga seorang ibu untukmu. Gak perlu sungkan buat cerita ke Mami, jika Naufal salah. Jangan kamu pikir Mami akan tetap membelanya, seperti kisah mertua kejam. Mami akan memihak yang benar."Semakin panj
Ayana yang awalnya berencana hanya akan menginap satu malam saja, berubah pikiran mendadak. Ia memilih menambah waktu lagi untuk bercanda dan berbagi cerita dengan sang menantu, apalagi terlihat keduanya sangat klop. Ayana bahkan tidak menggubris Naufal, yang jelas-jelas putra kandungnya. Ia hanya akan mengomel pada Naufal. Semua geraknya menjadi tidak bebas saat ada Ayana.Seperti pagi ini, Hanan yang juga kebetulan hendak berangkat bekerja, sama seperti Naufal. Tentu bukan hal aneh lagi, jika keduanya mengurus diri masing-masing. Kebetulan pula mereka tidak pernah berangkat bekerja di jam yang sama. Baru kali ini mengalami, lebih parahnya ada sang mami. Sepertinya akan ada drama di pagi hari."Kalian mau ke mana?" tanya Ayana.Terlihat Hanan yang sedang sibuk memakai sepatu dan Naufal yang sudah terlihat bersiap-siap hendak berangkat.Hanan menoleh. "Kerja dong, Mi. Biar banyak uang, bisa jalan-jalan, shopping sepuasnya pakai uang hasil keringat sendiri."Tidak tahu saja, ucapan Han
Hanan menganggap hal biasa saja. Menghampiri Ayana dan Manda yang sudah duduk berdampingan. Terlihat sangat akur sekali berbesanan jika seperti itu. Sungguh langka rasanya. Apalagi di zaman sekarang, kebanyakan kepada besan sering saling menyindir dan membicarakan keburukan. Padahal tidak ada bedanya satu sama lain. Namun, anehnya ketika berjumpa seolah-olah teman akrab dan dekat.Sepertinya kedekatan Ayana dan Manda berbanding terbalik dengan hubungan anak mereka masing-masing. Hanan dan Naufal sudah pasti berada di kubu yang berbeda. Mirip Tom and Jerry yang tidak pernah akur jika berjumpa. Hm, sepertinya jika sedang menonton tayangan cartoon tersebut, mereka terkadang akur meskipun sebentar. Sedangkan Hanan saja selalu mengeluarkan taringnya jika sudah berhadapan dengan Naufal."Mukanya gak usah tegang gitu, kayak nahan BAB aja," celetuk Ayana."Muka siapa, Mi?" tanya Hanan."Kalian dong. Masa muka kita berdua sih?" timpal Manda.Terlihat jelas bukan? kekompakan dua wanita satu gen
Mata Hanan tak sengaja menatap Manda. Ada raut sendu yang tergambarkan. Mungkin Manda tak menyadari. Namun, Hanan menyadari hal tersebut. Ikatan batin antara Ibu dan anak itu kuat. Tidak perlu berbohong untuk menutupinya. Terkadang orang memilih untuk berpura-pura tidak tahu apa-apa.Manda memang terlihat lebih banyak diam dibandingkan Ayana. Hanya sesekali menyela dan ikut nimbrung. Ia juga terlihat tak secerewet saat sedang berkumpul dengan teman-teman arisannya, tentu saja ada Ayana didalamnya."Mama kenapa?" Akhirnya lolos juga pertanyaan seperti itu dari bibir Hanan.Manda hanya menggelengkan kepala, tersenyum pada Hanan. Seolah-olah mengatakan bahwa ia baik-baik saja. "Mama bohong? Katakan saja, ada apa?" desak Hanan."Sini, biar Mami kasih tau." Ayana menimpali.Hanan menoleh, menatap Ayana yang tersenyum hangat padanya."Sayang, segalak apa pun seorang ibu, tetap akan merasa kehilangan ketika harus berpisah dengan anaknya. Bagaimana juga sikap beliau pada kita sebagai seorang