Anita tercengang mendengar semua penuturan anak semata wayangnya. Bima terisak, duduk di depannya sambil terus menyeka air mata. Tidak perlu waktu lama, air mata Anita pun turut menitik, ia benar-benar terkejut luar biasa dengan semua pengakuan dosa yang Bima jelaskan padanya malam ini.
"Bima mohon ampun, Ma. Bima sudah mengecewakan Mama."
Anita membisu, tidak menjawab dan hanya menatap Bima dengan linangan air mata. Anak lelaki kebanggaannya itu sampai berbuat sejauh itu? Memperkosa anak gadis orang dan dia tinggalkan begitu saja? Ajaran dari mana itu?
"Ma ... please tampar Bima, Ma. Terserah Mama mau pukul atau apa, terserah. Tapi tolong jangan cuma diam kayak gitu, Ma!" mohon Bima dengan tangis yang kembali pecah.
Anita bergeming, tentu Bima panik melihat dia yang hanya diam membisu macam ini. Diam membisu adalah tanda bahwa Anita sudah begitu marah, sangat marah sekali!
Bima meraih tangan Anita, tampak mata itu bersorot
Bima hanya membuka pesan yang tadi Melinda kirimkan kepadanya. Pikirannya kalut dan kacau. Dugaan sementara Bima adalah mamanya sudah memberitahu Melinda perihal tindakan apa yang sudah Bima lakukan. Bukankah tadi mamanya itu sangaaat kecewa dan marah sekali sampai tidak berujar apapun dan pergi begitu saja?Bima mengusap wajahnya dengan kedua tangan, kalau sudah begini, satu-satunya orang yang bisa Bima ajak bicara dan mintai pertolongan adalah sang papa!Bima bangkit, meraih cup kopi yang sudah kosong itu lalu membawanya untuk dia buang ke dalam tempat sampah. Tubuhnya lemas dan lunglai, rasanya semua kejadian ini membuat Bima sakit kepala.“Sudah resiko, Bim. Sudah konsekuensi atas semua yang kamu lakukan dulu!” Bima tersenyum getir, mengejek dirinya sendiri yang dulu begitu pecundang dan pengecut.Kemana mamanya itu pergi? Apakah Anita dalam perjalana kembali ke rumah? Atau dia pergi kemana dulu untuk menenangkan diri? Lantas bagaimana nan
Bima melangkah dengan lunglai keluar dari lift, semangatnya mendadak lenyap begitu tahu reaksi sang mama tidak seperti apa yang dia harapkan. Bima menekan knop pintu, tertegun sejenak melihat apa yang ada di dalam ruangan itu.Yang sedang tidur memeluk Anetta di atas ranjang itu bukannya ...“Hey, Bim!” tegur suara yang membuat Bima tersentak luar biasa. “Kenapa diam di depan pintu macam itu sih? Sini masuk!”Andi duduk di sofa, sementara Vina entah kemana, Bima lantas masuk. Ia masih belum mengerti, kalau mamanya berada di sini bahkan nampak begitu bahagia memeluk Neta yang pulas itu, artinya dia ...“Mama lagi mogok ngomong sama kamu ya, Bim! Jadi jangan harap Mama mau ngomong sama kamu hari ini!” gumam Anita yang sontak membuat Bima mendelik mendengarnya.Andi terkekeh, menepuk punggung Bima yang kini sudah duduk di sisinya.“Ta-tapi, Ma ... Bima--.”“STOP!” potong Anita c
Darah Melinda mendidih. Suaminya itu transfer nominal sebegitu banyak untuk apa? Hampir 100jt! Ia hendak meraih ponsel yang tergeletak tidak jauh dari laptopnya, namun ia mengurungkan niat mengingat besok dia akan mengajak Bima bicara empat mata dari hati ke hati.Untuk apa dia mempertanyakan nominal uang tersebut? Untung apa kalau besok ujungnya Melinda hendak meminta cerai pada Bima?Hasrat Melinda untuk menghibur diri dengan bermain game sontak lenyap, menguap entah kemana. Rasanya untuk malam ini Melinda hanya ingin menangis dan mempersiapkan diri untuk rencananya besok."Ini benar-benar keputusan yang baik buat kita, Mas." desis Melinda sambil meletakkan kembali laptop itu pada tempatnya.Ia kemudian melangkah menuju ranjang, membaringkan tubuh dan menutupi tubuh dengan selimut. Matanya menatap langit-langit kamar. Kira-kira, apa yang besok Bima akan katakan? Apa tanggapan suaminya itu perihal permohonan gugatan cerai yang Mel
Pintu terhempas, nampak Bima dan Vina muncul dengan nafas tersengal. Neta sudah terpasang infus dan sedang berada dalam pangkuan Anita, sementara dua lelaki dengan setelan scrub itu nampak berdiri sedikit lebih jauh dari tempat Neta dan Anita berada.“Nah Bim, kemari!” titah Agus sambil melambaikan tangan, kode bahwa dia ingin Bima mendekat ke arahnya.Bima mengangguk, hendak melangkah ketika tangan Vina mengamit tangannya. Sontak Bima menoleh, mata mereka bertemu dan dari sorot mata itu, nampak terlihat sangat bahwa Vina ingin ikut bersamanya mendekati dokter Agus.Bima menghela napas panjang, mengangguk lalu melangkahkan kaki sebagai jawaban dari sorot mata yang sama sekali tidak bisa Bima tolak.“Dok, bag--.”“Darah belum mau seratus persen berhenti, Bim. Maaf harus aku tutup kasa dan aku pasang infus untuk memasukkan beberapa obat.” Jelas Agus memotong kalimat Bima.Bima kembali menghela napas, mengang
Bernard Soulier Syndrome.Kalimat itu yang terus terngiang di telinga Vina sekarang. Dokter Agus sudah pamit sejak beberapa saat yang lalu. Kini di ruangan itu tinggal mereka berlima. Anetta sendiri sudah kembali terlelap setelah Andi menggendongnya dengan infus tergantung. Vina termenung sendiri, Anetta bersama sangat nenek dan bapak-anak itu tengah mengobrol dengan istilah-istilah asing yang tidak Vina mengerti.Air mata Vina kembali menitik. Penyakit yang sangat langka, penyakin genetik yang tidak bisa disembuhkan. Penyakit yang bisa mengancam jiwa jika pendarahan terus terjadi dan tidak terkendali. Kenapa harus monster itu yang hidup dalam tubuh Anetta?"Vin?"Vina mengangkat wajah, menatap Bima yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingnya. Bima menarik kursi meja makan, duduk di sisi Vina lantas menghela napas panjang."Kenapa kau tidak bilang sejak awal perihal penyakit itu, Mas? Kenapa jawabanmu selalu menunggu has
"Kau yakin, Mas?" Vina melangkah di sisi Bima yang pagi itu sudah mandi dan bersiap pulang. pulang untuk membicarakan hal penting dengan sang istri. Apa lagi kalau bukan membahas perceraian mereka?"Tentu, akan aku buktikan kalau aku serius, Vin."Vina menghela napas panjang, kenapa dia jadi merasa tidak tega dengan wanita itu? Wanita yang menjadi istri dari ayah anaknya. Tidak bisa Vina bayangkan bagaimana hancurnya perasaan dan hati wanita itu kalau tahu suaminya punya anak dari wanita lain.Tapi semua itu bukan salah Vina! Dia kalau disuruh memilih tentu tidak mau harus punya anak dengan cara seperti ini. Wanita mana yang mau? Terlebih dulu Vina masih gadis belia yang baru lulus SMA."Aku harap dia bisa mengerti, walaupun kalau aku berada di posisinya, aku belum tentu bisa terima dengan lapang dada apa yang sudah suamiku lakukan di belakangku."Bima meraih tangan Vina, menggenggam dan meremas tangan itu dengan begitu lembut. Vi
“Mas ... kenapa?” Melinda benar-benar tidak kalut, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa suaminya malah jadi begini?Melinda yakin, ada sesuatu hal yang Bima sembunyikan darinya. Tapi apa? Melinda sama sekali tidak memalingkan wajah, masih menatap wajah Bima dengan saksama dan berharap jawaban yang dia ingin dengar bisa sesegera mungkin meluncur keluar dari mulut sang suami.“Aku sudah berkhianat padamu, Mel. Berkhianat bahkan jauh sebelum kita menikah. Aku minta maaf.” Desis Bima yanng sontak membuat Melinda terbelalak.Jantung Melinda rasanya seperti mau lepas. Ia mencoba menafsirkan semua kalimat itu dalam satu kesimpulan yang mendekati, dan semua itu berujung pada suatu dugaan yang begitu pedih menusuk hatinya.Bima bilang kalua dia berkhianat? Jauh sebelum mereka menikah? Apakah itu artinya ...“Aku ada hubungan dengan wanita lain, Mel. Meskipun hanya kisah satu malam, tetapi dari hubungan satu malam itu meninggalka
Melinda menghela napas panjang, ia menatap lelaki yang perhari ini sudah tidak lagi menjadi suaminya, ya ... Meskipun perceraian mereka belum disahkan secara negara. Bima nampak masih menundukkan wajah, setelah kalimat itu keluar dari mulutnya, tidak ada lagi percakapan apapun yang terjadi. Mereka membisu diam di meja makan."Kau berangkat jam berapa, Mel? Mau aku antar?" Bima lebih dulu buka suara setelah sekian lama mereka diam dalam pikiran masing-masing.Melinda tersenyum simpul, meraih gelas susunya lalu meneguk isi yang sejak tadi dia abaikan."Kamu tidak berangkat kerja memangnya? Tidak perlu mandi dan lain-lain dulu?" Melinda menjawab, menatap Bima yang masih diam di tempatnya duduk."Aku sudah mandi sejak subuh tadi. Bagaimana? Mau aku antar? Untuk yang terakhir kalinya."'Untuk yang terakhir kalinya ....'Melinda kembali tersebut getir, ya Bima benar! Mungkin ini akan menjadi saat terakhir kalinya Melinda di