"Aku tidak bisa menikah denganmu, Mas," ucap Airin saat Irfan datang untuk melamarnya.
Saat itu Airin masih terbaring di rumah sakit karena luka bakar di tubuhnya.
"Kenapa, Airin?" tanya Irfan sambil menatap Airin penuh tanda tanya.
"Aku takut kamu malu karena wajahku seperti ini, Mas," jawab Airin lagi. "Aku juga sudah tidak punya apa-apa. Di luar sana masih banyak wanita cantik dan mapan yang cocok menjadi istrimu."
Irfan menggenggam erat tangan Airin.
"Dengar, Airin. Mas tidak peduli apapun perkataan orang. Mas mau kamu menjadi istri Mas, seperti apapun keadaan kamu," ucap Irfan meyakinkannya.
"Meskipun luka di wajahku tidak bisa disembuhkan?"
"Iya, Mas tetap mau menjadi suamimu."
Airin tersentak bangun. Ah, rupanya mimpi dari masa lalu. Dia menoleh ke samping dan mendapati suaminya sudah tidak ada di sampingnya. Dia bangkit, lalu langsung menuju ke kamar mandi. Hari ini dia punya janji untuk bertemu dengan Bella.
"Mau ke mana, Mas?" tanya Airin ketika mendapati suaminya sudah berdandan rapi.
"Mas ada meeting, Dek," jawab Irfan sambil membenarkan letak dasinya.
"Ini kan hari Minggu, Mas?" tanya Airin lagi.
"Iya, kelien Mas mengajak bertemu hari ini, sekalian mengecek proyek baru kami," jawab Irfan lagi.
Airin terdiam mendengar alasan suaminya. Bilang saja kamu mau bertemu dengan wanita itu, Mas, batin Airin.
"Mas berangkat dulu, ya?"
Airin mengangguk, dan membiarkan suaminya berangkat tanpa mengantarnya ke depan. Dia harus bersiap untuk bertemu dengan Bella.
Setelah berganti pakaian, Airin memakai maskernya dan memanggil taksi online, lalu bergegas menuju cafe tempat Bella yang sudah menunggunya.
Bella Mariana, wanita dengan penampilan maskulin berambut cepak itu umurnya sepuluh tahun lebih tua dari Airin. Dulu dia asisten kepercayaan Papanya. Entah kenapa dia belum punya keinginan untuk berumah tangga. Sekarang dialah yang mengurus semua aset pribadi milik Airin.
"Ceritakan apa yang terjadi," ucap Bella tanpa basa basi saat Airin sudah duduk di depannya.
"Aku belum yakin, Bell. Tapi tampaknya Mas Irfan sudah mengkhianatiku," jawab Airin.
"Sudah kuduga kau tidak bisa percaya omongan laki-laki seperti itu! Dia pasti punya tujuan lain menikahimu!"
Airin terdiam mendengar ucapan Bella. Setahu dia, Irfan menikahinya atas desakan Mamanya.
"Tentang wanita bernama Amel itu ...."
"Dia aktris yang baru merintis karir di dunia perfilman."
"Pantas sepertinya aku pernah melihatnya," guman Airin.
"Bukan hal yang aneh kalau para aktris seperti dia mendekati para pengusaha untuk mendukung karir mereka," ucap Bella sambil menyeruput kopinya.
"Maksudmu, dia tidak benar-benar mencintai Mas Irfan?" tanya Airin dengan mata yang membulat.
"Ayolah Airin, hari gini kamu masih ngomongin tentang cinta!" sahut Bella.
Airin terdiam lagi.
"Kalau mau, aku bisa langsung menghancurkan karirnya dalam sekali depak," ucap Bella lagi.
"Jangan!" sahut Airin. "Aku masih ingin tahu sejauh mana hubungan mereka."
Bella membuang napas, lalu menatap Airin.
"Jangan-jangan kau masih percaya padanya?"
"Bukan begitu. Aku ingin kau menyelidikinya lebih jauh, jadi aku punya bukti yang cukup kuat untuk menjatuhkan mereka."
Bella membuang napas lagi.
"Baiklah kalau itu maumu," ucapnya.
"Oh, ya, aku sudah menemukan Dokter profesional yang cocok untukmu. Jadi, kapan kau mau melakukan operasi?" tanyanya kemudian.
"Itu dia, aku belum menemukan waktu yang tepat," jawab bingung.
Mereka saling diam beberapa lama.
"Oh, iya, tentang kebakaran yang merenggut nyawa orang tuamu ... aku minta ijin padamu untuk menyelidikinya kembali."
Airin tersentak kaget, dan seketika menatap Bella.
"Kenapa tiba-tiba, Bell? Bukankah kejadian itu murni karena konsleting listrik?"
"Ada beberapa hal yang mengganggu pikiranku. Aku tidak akan tenang sebelum bisa mengetahuinya."
Airin terdiam. Orang tuanya selama ini tidak pernah mempunyai musuh. Dugaan Bella pasti salah.
Lamunan Airin buyar seketika saat gawainya tiba-tiba berdering. Matanya membulat lebar. Telepon dari Nyonya Mia, Ibu mertuanya. Airin cepat-cepat mengangkatnya.
"Hallo, Ma."
""Hallo, Sayang, kamu di mana? Mama ke rumah kamu, tapi tidak ada orang," terdengar suara Ibu mertuanya itu dari seberang telepon.
"A-Airin sedang belanja, Ma," jawab Airin membuat alasan.
"Sama Irfan?"
"Tidak, Ma. Airin sendirian," jawab Airin lagi.
"Pulanglah, Mama tunggu."
"B-baik, Ma."
Airin menutup teleponnya.
"Maaf, aku harus pergi," ucap Airin pada Bella.
"Mau kuantar?"
"Jangan, aku tidak mau orang lain melihatmu," ucap Airin lagi.
Airin bergegas memesan taksi online, lalu secepatnya meluncur pulang. Tak lupa dia mampir di swalayan yang ada di dekat perumahan, untuk membeli beberapa barang.
"Ya Ampun Airin, kenapa kamu pergi belanja sendirian? Irfan mana?" sambut Mama mertuanya begitu dia sampai ke rumah.
"Eh, Mas Irfan ada pekerjaan, Ma," jawab Airin sambil melepaskan maskernya.
"Keterlaluan si Irfan!" guman Mamanya.
"Duduklah, Ma. Biar Airin bikinkan minuman untuk Mama," ucap Airin.
Belum sempat Airin beranjak ke dapur, tiba-tiba pintu terbuka dan Irfan masuk ke dalam. Dia bergegas mencium tangan Mamanya dengan gugup.
"Loh, kok pulang lagi, Mas?" tanya Airin heran.
"Mama yang menelpon dia," sahut Mama mertuanya.
Airin membulatkan mata terkejut. Wanita berpenampilan glamor itu menatap tajam pada puteranya.
"Kemana saja kamu? Kenapa membiarkan Airin pergi belanja sendirian?" tanyanya.
"Irfan ada meeting, Ma," jawab Irfan gugup.
"Jangan bohong, kamu!" sahut Mamanya. "Mama baru saja menelpon sekretarismu. Tidak ada jadwal meeting hari ini, apalagi hari ini semua karyawan libur!"
Wajah Irfan seketika memucat mendengar ucapan Mamanya.
"Pergi ke mana kamu?"
Airin tertawa geli dalam hati melihat adegan di depannya. Airin tahu Irfan sangat takut pada Mamanya. Apa sekalian saja dia bongkar kelakuan suaminya itu di depan Mamanya? Pasti seru.
"Ayo, jawab! Kamu pergi ke mana?" Nyonya Mia tetap menekan putranya untuk mengaku.Irfan menelan saliva, lalu membuang mukanya."Pergi dengan teman, Ma," jawab Irfan kemudian."Teman kamu yang mana?" selidik Mamanya lagi.Irfan meringis menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal."Sudah, sudah. Mama duduklah, biar Airin buatkan minum," ucap Airin sambil mempersilahkannya duduk.Airin mengambil belanjaannya dan berjalan menuju dapur."Jangan macam-macam kamu, Irfan!"Airin menghentikan langkah, urung menuju dapur. Dia menyandarkan tubuhnya di dinding pembatas ruang tamu, mendengarkan apa yang mereka bicarakan."Kamu kan tahu keluarga kita punya banyak hutang pada mendiang orang tua Airin!" ucap Mama mertuanya dengan suara yang tertahan.Deg! Jantung Airin berdegup kencang mendengar perkataan Nyonya Mia. Hutang?"Orang tua Airin kan sudah meninggal, Ma?""Bodoh kamu! Semua itu masih tercatat dalam data notaris! Sekali Airin tahu, tamat riwayat kita. Makanya kamu jangan macam-macam!""Ma
"Mas berangkat dulu ya, Dek. Ingat, kalau keluar pakai masker, jangan sampai para tetangga ngomong yang gak enak tentang kamu," ucap Irfan sebelum berangkat.Dia menarik kopernya dan memasukkannya ke bagasi mobil."Iya, Mas, aku mengerti," jawab Airin sambil berdiri di samping mobil suaminya yang sudah dipanasi mesinnya dari pagi itu. "Mas juga, selamat menikmati ya?"Irfan tersentak mendengar ucapan Airin. Dia seketika menoleh pada Airin dengan gugup."Apa maksudmu, Dek?" tanyanya. "Mas kan ke sana untuk kerja?" Airin tertawa geli dalam hati. Dia menatap pria yang belum lama dinikahinya itu."Maksudku selamat menikmati perjalanannya, Mas. Kenapa Mas jadi gugup begitu?" tanya Airin lagi."Ooh," Irfan mengusap pelipisnya yang tiba-tiba berkeringat. "Iya, doain Mas sampai dengan selamat, ya?""Iya, Mas. Pasti," jawab Airin. "Cepet pulang ya, Mas?""Iya, begitu pekerjaan Mas selesai, Mas akan segera pulang," ucap Irfan lagi.Airin membuang napas. Pekerjaan? Mempersiapkan acara pernikah
Ara menatap luar jendela rumah sakit, sambil memangku laptopnya. Wajahnya masih dibalut perban. Diliriknya sekali lagi rekaman yang terpampang di layar laptopnya. Terlihat Irfan dan Amel berfoto dengan pakaian pengantin di samping patung singa. Airin membuang napas, lalu menutup laptopnya.Tiba-tiba gawai Airin berdering. Telepon masuk dari Irfan. Airin tersenyum miris, lalu mengangkatnya."Hallo, Dek," terdengar suara Irfan di seberang telepon. "Maaf, Mas baru sempat telepon. Sibuk sekali di sini. Kamu sudah makan?"Sudah, Mas, makan hati, batin Airin."Belum, Mas," jawab Airin."Kok belum sih, Dek? Nanti kamu sakit loh."Airin membuang napas, muak dengan perhatian yang cuma pura-pura semata."Iya, Mas. Sebentar lagi. Mas ada di mana? Kok kayak dengar suara air mancur?""Oh, iya, Mas lagi keluar kantor jalan-jalan sebentar," jawab Irfan terdengar gugup."Ke Taman Merlion, Mas?""I-iya, Mas kan kerja di Distrik Bisnis Center yang ada di dekat sini, Dek," jawab Irfan lagi."Owh, sendir
"Ayo, Mas, kita masuk," Amel menarik tangan Irfan masuk ke dalam toko.Pandangan Irfan masih belum bisa lepas dari Airin."Mas kenapa menatap ke arah wanita itu terus sih?" tanya Amel kesal. "Mas kenal dia?"Irfan tersentak kaget, lalu menatap Amel."Bukan begitu, Dek. Mas sepertinya pernah melihat wanita itu," jawab Irfan gugup."Bilang saja Mas terpesona karena dia cantik," ucap Amel lagi, mulai cemberut."Tidak, Dek, bener. Muka dia tembem begitu, jauh dari kamu lah," ucap Irfan sambil merangkul Amel, meskipun dalam hati dia mengakui kalau wanita itu memang cantik.Mereka berjalan dan berdiri di samping Airin, sehingga membuat jantung Airin berdegup kencang. Bella menyenggol lengan Airin dengan sikunya, sehingga membuatnya tersentak kaget."Bersikap biasa saja. Ingat, wajahmu sudah berubah," bisik Bella padanya.Airin menarik napas dalam-dalam, mencoba menghilangkan dirinya yang dari tadi merasa. Benar juga, Irfan tidak mungkin mengenalinya. Tak ada alasan baginya untuk merasa gugu
Para tamu undangan yang hadir masih fokus menatap Airin yang berdiri di depan microphone."Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat atas pernikahan kalian," ucap Airin seraya tersenyum manis."Apa kalian tidak mengenaliku?" tanya Airin pada Irfan dan Amel.Irfan dan Amel membulatkan mata mereka, lalu saling bertatapan. Mereka masih bingung tentang siapa wanita yang berdiri di hadapan mereka itu. Apa mungkin dia seseorang yang mereka kenal?Sementara itu Bella mengawasi semua itu dari jauh."Ayolah Airin, bongkar semuanya, permalukan mereka. Aku sudah tidak sabar ingin melempar kue pernikahan itu ke muka mereka berdua," gumannya sambil mengepalkan kedua tangan.Tiba-tiba pandangannya jatuh pada sosok pria yang berdiri tak jauh dari kedua mempelai. Mata Bella membulat dengan jantung yang berdegup kencang. Bukankah pria itu ....Bella berjalan mendekati pria itu, untuk memastikan dia tidak salah lihat. Benar saja, ternyata pria itu benar-benar Handoko, salah satu orang yang masuk dafta
Airin mencoba menenangkan dirinya agar tidak panik. Dia harus tenang agar bisa berpikir. Akhirnya dia mengambil masker di atas meja dan memakainya, lalu membuka pintu."Loh, Mas sudah pulang?" Airin pura-pura terkejut seraya mencium tangan suaminya."Kok kamu pakai masker, Dek? Mau ke mana?" Irfan balik bertanya."Mau pergi belanja sebentar, Mas," ucap Airin beralasan. "Mas pulang kok gak ngasih kabar?"" Iya, Dek. Pekerjaan Mas sudah selesai, ini mau ke kantor untuk membuat laporan," ucap Irfan sambil membawa kopernya masuk.Airin diam. Pasti ada sesuatu sampai Irfan tiba-tiba harus pulang."Katanya mau pergi belanja, Dek? Pergi saja, Mas gak apa-apa. Sebentar lagi Mas mau berangkat lagi ke kantor," ucap Irfan yang membuat Airin semakin curiga."Iya, aku pergi dulu ya, Mas?"Airin pura-pura keluar rumah, tapi dia berbelok ke samping pagar. Dia ingin tahu apa yang Irfan lakukan. Irfan tampak sedang menelpon seseorang setelah memastikan dia pergi.Tak beberapa lama kemudian tampak seb
Airin dari tadi berusaha menghubungi Bella, tapi tak diangkat. Tidak biasanya Bella tak menjawab teleponnya. Ke mana perginya Bella?Dari depan terdengar suara teriakan tukang sayur langganannya. Airin mengambil maskernya, lalu bersiap berbelanja. Tapi tiba-tiba gawainya berdering. Telepon masuk dari Bella."Bella, kamu di mana?" tanya Airin saat dia mengangkat teleponnya. "Kenapa susah sekali dihubungi?""Aku sedang ada di kota B, Rin," jawab Bella dari seberang telepon."Kenapa tiba-tiba kamu pergi ke luar kota, Bell?" tanya Airin lagi."Aku menemukan sesuatu yang mengejutkan, Rin. Aku tidak akan bisa tidur sebelum tahu."Airin membuang napas. Sifat Bella memang seperti itu. Begitu tahu sesuatu, dia akan langsung bertindak cepat tanpa berpikir macam-macam. Karena itulah dia selalu bisa mengandalkan wanita berpenampilan tomboy itu."Aku juga menemukan sesuatu, Bell," ucap Airin lagi."Kita bicarakan saat aku pulang. Ini penting, karena ada hubungannya dengan Amel," ucap Bella lagi.A
"Kamu bercanda kan, Bell? Itu tidak mungkin," ucap Airin, masih belum percaya dengan apa yang baru saja dia dengar."Aku serius, Airin. Kalau tidak, mana mungkin aku sampai memastikannya ke luar kota?""Tapi, ini tidak masuk akal, Bell."Bella terdengar membuang napas kesal."Bagaimana kalau Jumat besok kita ikuti dia? Biar kau lihat dengan mata kepalamu sendiri."Airin terdiam. Wanita seperti Amel bisa nekad menikah dengan suami orang, padahal dia sendiri masih bersuami! Ini benar-benar gila!"Baiklah, aku akan mengawasi dia, dan menelponmu begitu dia keluar rumah besok," jawab Airin sebelum menutup telepon.Airin membuang napas. Pikirannya berkecamuk. Kenapa kehidupan rumah tangganya yang dia harapkan bisa bahagia jadi begini rumit? Lamunannya buyar seketika ketika Irfan masuk ke dalam kamar."Bagaimana keadaan wanita itu, Mas?" tanya Airin dengan hati yang masih dongkol."Dia masih shock. Lain kali jangan seperti itu lagi, Dek," jawab Irfan sambil menatap kesal padanya."Kok Mas ja