ISTRI KEDUA AYAHKU 22Aku menatap siaran langsung konferensi pers yang dilakukan Ayah di depan kantor utama Wijaya Group. Di sana, Ayahku tampak tegar dan berwibawa. Beliau didampingi Om Ferdi, pengacara keluarga kami. Eyang, yang duduk di kursi goyang sambil menyimak berita itu diam saja. Sesekali beliau memejamkan mata. Tadi, sebelum Ayah pergi ke kantor, kami berkumpul dan bicara. Sebuah moment yang sungguh menguras emosi dan air mata. Di hadapan Ayah, Eyang mengakui bahwa dua puluh tahun yang lalu, dialah yang menyebabkan Eyang kakung meninggal dunia. Meski tak disengaja, tapi tingkah Eyang yang memaksa dan menekan Eyang kakung membuat beliau terserang gagal jantung hingga akhirnya meninggal dunia."Antar Eyang ke kantor polisi Bagus. Biarkan Eyang menebus dosa ini."Ayah duduk terpekur, menutup wajah dengan kedua tangannya. Dan ketika beliau mengangkat tangan, matanya yang memerah itu telah menjawab betapa terlukanya hati Ayah."Aku tidak akan membawa Ibu ke polisi. Aku tidak bis
ISTRI KEDUA AYAHKU 23PoV HUDAGemetar. Takut. Sedih dan sesal. Semua perasaan itu berbaur, membuat dadaku terasa sesak. Masih kuingat mata bening yang biasanya bersinar sinar itu, sesaat tadi meredup menahan sakit. Dan yang semakin membuatku sedih adalah, rasa kecewa yang teramat besar terpancar dari sana.Kak Elisa tentu tak percaya bahwa aku dapat menyakitinya seperti itu.Aku menghentikan mobil di pinggir jalan Kampung yang lengang. Malam telah turun, gelap dan sepi. Tak mampu mengendalikan air mata yang mengalir dan membuat pemandangan menjadi buram. Kupukul kepalaku berkali-kali. Menyesali semua yang telah terjadi. Ya. Sumber masalah ini adalah aku. Aku yang menyebabkan Saskia mati. Aku juga penyebab Amira celaka. Karena Mama ingin aku menjadi satu satunya ahli waris, maka dia mencelakai keluarga Bunda. Ya Tuhan. Aku benar-benar pendosa dan pecundang!Ponselku berdering. Aku menyambarnya dengan jantung berdebar. Sebuah nomor tak dikenal menghubungiku. Dadaku berdebar kencang. Ap
ISTRI KEDUA AYAHKU 24PoV ELISA"Maafkan aku Kak. Maafkan aku…""Huda… kenapa kau tega melakukan ini?""Aku tak bisa membiarkan Mama ditangkap polisi. Dia memang jahat, tapi dia Mamaku Kak.""Huda, kejahatan, siapapun yang melakukannya tetap harus mendapat balasan yang setimpal. Selama ini kita telah hidup bergelimang dosa, kenapa masih kau tambah juga?"…"Huda…""Tinggalkan aku Kak. Suatu saat aku akan mempertanggung jawabkannya. Tapi saat ini tolong biarkan aku pergi.""Pulang Huda. Pulang! Kau adikku, selamanya kau adikku. Aku akan membantumu.""Maaf Kak El, aku harus pergi…""HUDA!"…Byarr!Mataku tiba-tiba saja terbuka lebar. Sosok Huda seketika lenyap. Matanya yang merah dan sendu. Tubuh yang kurus tak terurus itu menimbulkan perih yang merajam hatiku. Kenapa harus seperti ini Huda? Kenapa?Kutatap ruangan tempatku berbaring. Rumah sakit, tentu saja. Aku ingat dengan jelas bagaimana Huda berdiri gemetar di hadapanku sambil memegang tongkat baseball yang kemudian dia lempar jau
ISTRI KEDUA AYAHKU 25Seminggu telah berlalu sejak aku pulang dari rumah sakit. Selama itu juga tak ada tanda tanda kemunculan Mama maupun Huda. Mereka punya banyak uang dan bisa kabur kemana saja. Sesungguhnya, aku tak peduli pada Mama. Tapi Huda, bagaimanapun dia anak Ayah. Aku sering menyaksikan Ayah duduk termenung sambil menatap foto keluarga kami. Foto Ayah dengan dua istrinya dan ketiga anak Ayah. Foto yang pernah dimuat oleh majalah lokal di kolom profil pengusaha. Foto yang menuai pro kontra karena kehidupan poligami yang Ayah jalani.Aku tersenyum getir, teringat masa kecil kami. Dulu saat masih duduk di sekolah dasar, teman-teman kerap mencela karena aku punya dua Ibu. Apalagi Ayah menyekolahkan Huda dan Amira sama denganku. Huda bahkan satu kelas dengah Amira. Dan dia dengan senang hati menjadi perisai pelindung bagi kami."Kalian nggak tahu aja enaknya disayangi oleh dua orang Ibu." Ujar Huda.Kala itu aku cuma tersenyum. Huda tak pernah tahu, di belakang semua orang, Mam
ISTRI KEDUA AYAHKU 26POV HUDAAku duduk meringkuk menatap layar kecil televisi 24 inci yang digantung di salah satu sisi tembok. Semua acara berita tak satupun masuk ke dalam benakku. Iklan yang berseliweran, lalu berganti acara gosip, yang juga gak kutahu apa isinya. Televisi hidup hanya agar semata telingaku tak terus mendengar suaranya yang menggema. Suara penuh rasa kecewa."Setelah semua yang kulakukan untukmu, kau tega melakuan ini padaku, Huda?"Suara Kak Elisa, dan sorot matanya yang terluka itu menyiksaku.Kalau dia mau, dia tentu bisa saja bangun dan balik menghajar ku. Atau, apakah pukulan ku terlalu keras? Aku menggigil, membiarkan air mata menetes netes. Aku memang lelaki cengeng, pengecut dan pecundang. Mama mengajariku bahwa sebagai satu satunya putra keluarga Wijaya, aku berhak melakuan apa saja yang kusuka tanpa perlu memikirkan akibatnya. Tapi kini, semua yang kulakukan ternyata hanya nista.Sudah lebih dari seminggu aku menyembunyikan diri di penginapan kecil dan k
ISTRI KEDUA AYAHKU 27PoV ELISAKami saling bertatapan dalam diam. Lima menit. Sepuluh menit, lima belas menit kemudian. Lalu kudengar beliau menghela nafas. Tak lama, diulurkannya tangan, menjangkau gagang telepon tua kesayangannya yang telah ada sejak aku kecil. Tidak, bahkan mungkin telepon rumah itu sudah ada sejak Ayah masih kecil.Tak lama, seseorang yang dihubunginya menjawab telepon itu. …"Huda sudah pulang. …Datanglah kemari. Kita akan segerakan pernikahanmu sebelum yang lain datang untuk menghalangi."…"Tidak. Tidak ada. Elisa sedang pergi bersama ibu dan adiknya. Mungkin tak akan kembali dalam waktu lama. Karena itulah Eyang menyuruhmu cepat datang. Hanya ada calon Ayah mertuamu. Dan dia akan selalu menuruti apapun permintaan Eyang."Telepon ditutup. Kami kembali berpandangan."Dia akan datang nanti malam."Aku mengangguk."Siapa Angela sebenarnya Eyang?"Eyang mendesah. "Sesungguhnya, Eyang sama sekali tak tahu siapa dia. Kata Laksmi, gadis itu keponakannya."Aku men
ISTRI KEDUA AYAHKU 28Aku terkejut tentu saja, tapi segera menguasai diri, meski entah bagaimana dia bisa tahu bahwa aku mengikutinya. Dari kejauhan, aku dapat melihat Angela menghampiri Huda yang jatuh tengkurap dan meletakkan kakinya di atas tubuh adikku. Aku menahan nafas menyaksikannya. Sambil berpikir cepat, aku membuka safety belt dan melompat turun. "Ternyata ini rencanamu ya? Oh, apa rencana kalian semua? Termasuk Huda dan Eyang?" Tanya Angela.Kami kini berhadapan dengan jarak hanya satu meter. Angela mengacungkan ponsel Huda di tangannya sementara kakinya yang memakai high heels masih bertahan di atas punggung Huda. Adikku sama sekali tak bergerak. Entah apa yang terjadi padanya. Namun aku tak bisa memikirkan hal itu saat ini."Singkirkan kakimu dari tubuh adikku." Ujarku.Angela tertawa. "Kenapa memangnya? Kau masih saja terus membela adikmu yang tak ada gunanya ini. Bukankah dia ini hanya noda bagi keluargamu yang sempurna itu?""Tidak ada seorang anak yang menjadi noda
ISTRI KEDUA AYAHKU 29"Elisa, aku tak mengira, ternyata dirimu seperti ini. Kau ingin segera lepas dariku karena sudah ada lelaki lain."Aku mengerjap. Wajah William tampak berang. Sesaat aku merasa bingung, mengamati tempatku berada, dan pakaian yang kupakai. Aku menunduk, menatap gaun putih panjang yang melekat ditubuhku, dengan ekor gaun sedikit memanjang yang ditata rapi di bawah kaki. Kuraba kepalaku yang dibalut jilbab. Ujung jilbab putih itu menjuntai menutupi dada, dengan rangkaian bunga melati yang harum sekali. Dan sedetik kemudian, aku tertegun menatap punggung tanganku yang berukir indah oleh henna putih."Kita baru putus sebulan yang lalu, tahu tahu kau sudah menikah. Mana mungkin ini terjadi kalau kau tak punya kekasih sebelumnya? Kau menuduhku pengkhianat, padahal kau yang berkhianat!"Menikah? Aku menoleh ke samping, menatap lelaki berjas hitam yang duduk dengan sikap tenang di sebelahku. Baru aku sadari bahwa tangan lelaki itu menggenggam sebelah tanganku. Pemandangan