Beberapa waktu sebelumnya..Frans cukup terkejut dengan kemunculan Amara begitu juga Sumi dan Elsa, apalagi dia datang sendiri tanpa di temani Ferry.Kalau Frans juga Elsa tampak berusaha tenang melihat kehadiran Amara, berbeda dengan Sumi yang dengan terang-terangan menujukan kebencian dan amarahnya.Sebenarnya Frans sangat heran, bagaimana mungkin Amara mau datang melihat keadaan Elsa, padahal selama ini yang dia ketahui wanita itu tak pernah peduli dengan keberadaan Elsa.“Daddy duduk di luar, tapi kalau kau perlu sesuatu tinggal panggil saja,” Frans melihat Elsa mengangguk pelan.Frans sempat melihat ke arah Amara, sebelum berlalu pergi.Entah kenapa Frans begitu membenci wanita ini, secantik dan semenarik apa pun bagi pria itu Amara terlihat seperti hantu yang mengerikan baginya.Duduk di luar membuat Frans mengingat banyak hal tentang masa lalu, ada hal-hal yang membuat dia sangat menyesal.Kotak rokok yang ada di tangannya hanya berpindah-pindah tangan tanpa ingin meng
“Ini semua gara-gara kamu Sa, coba kamu ngak suruh Ibu pergi beli bubur ayam tadi,” keluh Sumi.“Maaf Bu, aku cuman ngak mau Ibu marah-marah terus,” sahut Elsa pelan.“Aduh Mas Frans ini juga, kok ngak di angkat dari tadi?” Sumi terus melihat pada gawainya.“Semoga Kakek Haris baik-baik saja.”“Coba tadi Ibu datang lebih cepat, pasti ketemu sama Om Haris.”“Memang Ibu kenal sama Kakek Haris?” “Kenal, tapi ngak kenal dekat waktu masih pacaran sama Bandi,” kenang Sumi.“Terakhir bertemu waktu jadi saksi pernikahan Ratih dan Ferry,” lanjut Sumi.“Apa Kakek haris juga kenal lama dengan Tante Amara?”Sumi terdiam sesaat, “Kurang tahu, karena setelah pernikahan Ratih dan Ferry selesai, Om Haris langsung kembali ke luar negeri lagi dan tidak pernah datang lagi.”“Jadi bagaimana kakek Haris bisa mengenal Tante Amara?”“Ibu kurang tahu, karena waktu Ibu menikah kami langsung merantau,” terang Sumi, “Jadi banyak kejadian yang Ibu ngak tahu.”“Kakek Haris sangat membenci marah pada
Rapat sudah selesai, Rama ingin sekali pertemuan ini segera berakhir, tapi sayangnya dia harus sekedar berbasa-basi pada pemilik perusahaan.Dam sedikit jengkel di hatinya karena Nindya tak lepas dari sampingnya yang terlihat berusaha untuk bersikap manis dan sok imut di hadapannya.Imut, cantik, super cute, seksi atau apa pun itu istilah yang di berikan oleh Alfa yang terlihat kagum dan dia benar-benar tak mengerti apa yang di lihat karyawannya ini dari Nindya.“Mas Rama, ada waktu senggang kapan lagi ya? Kita janjian ketemu ya?”Suara itu terdengar merdu yang di buat-buat bagi Rama, “Saya tak punya waktu senggang, sibuk.”“Kalau janji kencan buta lagi kapan? Nanti hubungi Nindya kalau mau.”“Saya sibuk, tidak ada kencan buta lagi.”“Iya, Nindya tahu Mas Rama sibuk, mungkin nanti lain waktu kalau sudah ada.”“Tidak ada lain kali atau waktu, permisi,” Rama berlalu pergi menghampiri pemilik perusahaan dan berjalan masuk ke dalam kantor bersama.Setelah semua selesai Rama seger
“Hei! Hati-hati bung!” Seru Rama saat hampir bertabrakan dengan seseorang saat keluar dari dalam lift. Kopi yang ditangannya sebagian tumpah, Rama melotot pada orang yang tergesa-gesa masuk ke dalam lift, tapi sepertinya orang itu tidak peduli. Sedikit aneh pada pandangan Rama, pria itu berpakaian serba hitam dan jalannya terus menunduk. Lift hampir tertutup tapi pandangan Rama langsung berubah tegang saat melihat penampilan orang itu. Siapa di tengah malam begini, ada orang berjalan dengan menggunakan topi, kacamata gelap dan sarung tangan hitam? Pikiran Rama langsung tertuju pada Elsa dia langsung bergegas menuju kamar rawat Elsa. “Semoga tidak seperti yang ada di pikiranku,” batin Rama. “Cepat! Cepat! Pasien kritis! Siapkan ruang ICU!” Beberapa perawat terlihat hilir mudik, sementara dokter jaga terus memompa jantung seorang pasien. “Terdeteksi tapi sangat lemah, hubungi dokter yang biasa menangani pasien sekarang!” “Ruang ICU sudah siap dokter!” “Cepat! Kita pindahkan s
Rama terkejut saat bangun, karena mendengar beberapa orang sedang bicara, matanya yang sedikit kabur meraba beberapa sisi sofa dan juga meja untuk mencari kacamata.Begitu kacamata sudah terpasang, wajah yang pertama kali di lihat adalah Sumi.“Kaya kebo kamu tidurnya, Ram,” Sumi berjalan membawa piring.“Sampai ngak sadar kalau sudah ini sudah jam berapa,” tunjuk Sumi menunjuk pada dinding.Dengan mata masih mengantuk, Rama melihat pada jam di tangannya.“Astaga, aku bangun kesiangan.”“Tumben kamu bangun jam segini, Ram?” Rama terkejut mendengar suara yang beberapa hari ini tidak dia dengar.“Ibu kapan datang?”Ibu Tri berjalan menghampiri Sumi juga dengan membawa piring.“Tadi pagi.”“Memang sudah selesai?” “Sudahlah, itu masalah kecil,” Rama memandang pada Elsa, gadis itu terlihat lebih segar dan sedang menyuap makanan “Aku mau pulang dulu ya, Bu.”“Mau ngapain?”“Mau mandi sama ganti baju.”“Kalau begitu sarapan dulu, ini Ibu bawa nasi kebuli enak langganan k
Beberapa saat sebelumnya...“Ini pasti Sumi suka, nasi Padang pakai sambil rendang,” gumam Ibu Tri sambil membuka pintu ruang rawat Elsa.“Sumi..” mata ibu Tri terbelalak dengan apa yang dia lihat.“Ehmp....ehmp.”“Hei!”Perawat itu menoleh dan dia langsung melepaskan Elsa, dia berlari dan kemudian berusaha menendang Ibu Tri.Dengan gerak cepat Ibu Tri menghindar dan melemparkan bungkus yang ada di tangannya.“Auw..” bungkusan itu mengenai wajah perawat itu, gerakannya sempat goyah tapi dia kembali bergerak.“Tolong! Tolong!”Mendengar Ibu Tri yang berteriak membuat gerakan perawat itu menjadi urung dan berbalik pergi.Saat Ibu Tri berusaha mengejar dia melihat pada Elsa yang terlihat memegang lehernya, segera dia berlari dan mendapati sebuah benang halus menjerat leher gadis itu.@@@@Rama dan Adit berlari secepat mungkin begitu mendengar kabar yang terjadi pada Elsa.Terlihat Sumi dan Ibu Tri shock dan menangis, Adit langsung memeluk ibunya yang langsung berteriak nyari
Sejak kejadian siang tadi, membuat keluarga Elsa dan Rama lebih waspada tidak mengizinkan siapa pun masuk kecuali yang benar-benar mereka kenal.Seperti sore tadi Alfa dan Steven datang untuk melihat keadaan Elsa, membuat gadis itu terhibur apalagi dia merindukan kantor dan pekerjaannya.“Jadi Sa, memang kamu sama Pak Rama kapan nikahnya?” tanya Alfa dengan berbisik.“Yang pasti ngak dalam waktu dekat, lihat keadaan Elsa seperti begini,” sahut Steven sambil ikut berbisik“Wah iya ya, gagal dong belah duren dengan cepat, terus upgrade status jomblo,” goda Alfa.“Kalau Elsa sih bisa sabar tapi si abege tua mau sabar nunggu ngak?” Steven dan Alfa saling menyahut dan cekikikan seperti perempuan, membuat wajah Elsa malu setengah mati.“Ya mesti sabarlah, masa mau main paksa,” lanjut Alfa, “Entar kalau dipaksakan mainnya sakit Sa.”“He...he... tapi kan biar dipaksa entar habis itu enak-enak bikin merem melek,” sahut Steven semakin membuat wajah Elsa semakin memerah menahan malu mende
Lukman langsung bergegas mendekati wanita paruh baya itu dan dengan takzim dia mencium punggung tangan itu.“Tante apa kabar hari ini?” “Baik, Lukman. Kamu sendiri bagaimana, kok baru kelihatan?”“Tadi pagi saya sempat datang, tapi ngak masuk katanya Elsa lagi istirahat.”“Oh ya? Kok Tante ngak tahu ya?”“Iya, tadi itu...”Kemudian ibu Rama melihat pada Lukman, “Kamu lagi, tadi pagi kan sudah datang.”Lukman hanya diam sebenarnya dia ingin marah tapi mengingat ibu Rama sudah tua dia menahan emosi.“Tadi pagi dia memang ada mampir, tapi aku suruh pulang kasihan Elsa kan masih tidur masa di ganggu sih?”Sumi menoleh ke belakang dan melihat pada Ibu Tri yang sudah ada di belakangnya.“Oh begitu Mba.”“Iya, dan lagian kasihan Rama juga nanti terganggu dia pasti juga capek sudah semalaman menunggu Elsa.”Ibu Tri melirik pada Lukman dan kemudian pandangannya beralih pada Ikbal.“Kamu juga datang Ikbal?” “Iya Bude, aku mau melihat keadaan Elsa.”“Kamu datang sendiri atau ber