Evan terus saja mencoba menelpon nomer Anin tapi belim juga di angkat.
"Pa, lihat apa yang papa lakukan. Anin takut dengan keluarga kita pa. Makanya dia pergi lagi," Evan mendesah kesal.
"Dia tidak pergi, pasti masih hotel ini. Kau pikir aku bod*h tidak mengantisipasi hal itu."
Evan langsung teringat Meysha dan Fajar, segera dia menghubungi Fajar.
"Fajar, Anin hilang? kamu tahu kemana dia pergi?" cecar Evan begitu sambungan telepon terhubung.
"Mereka ada disini bersama kami, tadi kami menjemputnya karena Anin ketakutan sendiri di kamar hotel."
Evan bernafas lega mendengar perkataan sahabatnya, segera saja dia pergi ke kamar hotel tempat Meysha dan Fajar berada. Sang papa pun mengikuti kemana Evan pergi. Sesampainya ditujuan, Adiguna langsung meminta Anin untuk berbicara dengannya. Dia berpikir harus segera menyelesaikan kesalahan pahaman
Evan menatap layar ponselnya, melihat kearah sosok wanita yang sibuk di dapur. Wanita itu sepertinya tidak terganggu dan malah bersikap acuh saat menemukan kertas-kertas yang Evan tempatkan dimana saja.Laki-laki itu sengaja memasang kamera pengawas dibeberapa sudut ruangan itu, yaitu di dapur dan ruang tamu juga kamarnya sendiri. Dalam kamar Anin dan Albanna dia tidak memasangnya. Bagaimanapun juga dia tahu diri siapa dirinya saat ini. Evan sengaja memasangnya untuk berjaga-jaga, dan tentu saja ingin tahu aktivitas anak dan bundanya saat dirumah.Meskipun anak dan wanita yang dicintainya tinggal di apartemennya, tapi dia tak punya banyak waktu untuk bersama karena pesan sang papa untuk banyak menghabiskan waktu dikantor selama mereka belum menikah kembali.Evan menarik nafas dalam-dalam, bagaimana dalam waktu satu minggu dia bisa meyakinkan wanita yang sejak dulu susah di dapatkan itu. Benar kata Faja
Di apartemennya, Anin sedang asyik bercanda dengan Albanna saat bel berbunyi menandakan ada tamu yang berkunjung. Anin mengintip dari lubang kecil yang ada dipintu, memastikan siapa yang datang.Kemarin kakek dari Albanna sudah memberitahu jika mama Evan akan datang dan berpesan untuk membukakan pintu baginya. Selain itu, Adiguna juga mengatakan untuk tidak takut pada istrinya meskipun semua yang terjadi pada Anin adalah karena perbuatan dari istri Adiguna."Kau ingat, papa menganggapmu seperti anak perempuanku dan papa akan melindungimu. Siapapun yang ada dalam perlindunganku akan aman," ucap Adiguna sambil tertawa saat menelpon kemarin.Anin segera membukakan pintu setelah memastikan siapa yang datang, kemudian mempersilahkan wanita yang sudah melahirkan Evan itu untuk duduk."Apa ini cucuku?" tanya Lina saat melihat Albanna."Iya betul," jawab Anin singkat.
"Ada apa Anin?" Evan mengulang pertanyaan. Wanita dihadapannya hanya menatapnya tanpa berkata apapun.Ucapan Anin untuk mengajak menikah tertahan di tenggorokan, terucap dalam hati."Kamu tidak ingin bertemu Albanna mas?" akhirnya kata itu yang terucap dari bibir Anin."Kamu bilang dia tidur.""Tapi kamu bisa melihatnya.""Kamu mengijinkanku masuk ke kamarmu?" tanya Evan memastikan.Anin menjawab pertanyaan Evan dengan anggukan. Evan bergegas menuju kamar Anin dan Albanna, terlihat anak itu sedang tidur dengan pulas. Evan mencium putranya pelan, tidak ingin membangunkannya. Albanna hanya mengeliat dan berubah posisi kemudian tidur kembali, sepertinya dia benar-benar mengantuk.Anin menatap pemandangan didepannya dengan dada berdebar-debar, debaran itu sebenarnya karena dia ingin mengatakan apa yang sejak tadi hany
Evan dan Fajar bertemu secara tidak sengaja di lobby apartemen mereka."Meysha sepertinya ada di apartemen milikku menemani Albanna dan Anin, kamu mau kesana?" tanya Evan."Memang aku mau kesana," jawab Fajar. "Gimana, Anin masih belum mau menikah juga?" tanya Fajar.Evan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Fajar, "Makanya aku enggan pulang karena itu, bagaimanapun juga aku tidak bisa tinggal satu atap dengan mantan istri yang masih aku cintai.""Oh jadi itu masalahnya?" tanya Fajar."Iya, kamu punya solusi?" Evan balik bertanya."Selamat berjuang bro, tidak ada solusi untuk menaklukkan hati wanita yang pernah kamu sakiti," ucap Fajar meruntuhkan kepercayaan diri Evan.Mereka terus mengobrol sambil berjalan menuju apartemen milik Evan, sesampainya disana mereka langsung masuk dan disambut oleh teriakan gir
Malam ini Evan, Anin dan Albanna pergi ke rumah orang tua Evan untuk makan malam bersama sekaligus membicarakan tentang pernikahan kembali Anin dan Evan.Albanna sangat senang dan antusias begitu tahu akan di ajak bertemu dengan kakek dan neneknya. Selama ini, anak itu tahunya hanya memiliki seorang bunda dan Abi. Bahkan dia tidak tahu artinya papa, dan saat bertemu dengan orang yang lebih tua dari bundanya kemudian mengenakan diri sebagai kakek dan nenek, Albanna sangat senang. Dia memiliki eyang seperti temannya di pesantren dulu."Kita akan mengadakan private party untuk mengumumkan pernikahan kalian. Kita undang kolega-kolega papa dan juga Evan," ucap Adiguna memberitahu pada calon mantu dan anaknya."Tapi pa ...." Anin menggantung kalimatnya."Tenang saja, kita akan bilang kalau itu acara ulang tahun pernikahan kalian yang ke empat," terang Adiguna.Dia bisa mengerti kekhawatiran calon menantunya itu."Acara aqad nikah
Anin terbangun saat merasakan tangan besar memeluk perutnya. Biasanya yang memeluknya adalah tangan mungil milik Albanna. Seingatnya tadi dia memang tidur bertiga dengan anak dan suaminya dengan Albanna berada diantara mereka. Tapi kenapa tangan putranya mendadak berubah menjadi berat.Wanita itu membuka matanya dan menatap lurus ke depan, yang dilihatnya bukan Albanna tapi suaminya yang tertidur dengan pulas, wajahnya nampak damai dan tenang. Anin mengangkat tangan suaminya dan memindahkan dari perutnya.Albanna terlihat tidur bawah kaki mereka dengan posisi terbalik. Anak kecil itu jika tidur memang tidak pernah anteng. Anin hendak memindahkan Albanna pada posisi yang tepat tapi akhirnya memilih untuk tidak melakukannya karena takut menganggu tidur Evan.Anin merebahkan dirinya lagi menghadap sang suami. Ditatapnya wajah itu, wajah yang sejak dulu tak pernah dia perhatian dengan seksama. Bagaimana bisa mem
"Pihak pengelola perumahan milenium garden meminta bapak untuk segera mengirim design pusat perbelanjaan yang akan dibangun didekat perumahan tersebut. Mereka bilang harus segera diselesaikan mengingat perumahan tersebut sudah mulai dihuni," ucap Veronica yang sesaat lalu masuk ke ruang kerja Evan."Iya nanti akan segera dikirim," jawab Evan sambil memegang kepalanya yang terus berdenyut sejak dia masuk ke ruangan itu."Bapak sakit?" tanya sekertarisnya."Enggak, cuma kepalaku saja yang pusing. Bisa kau carikan aku obat pereda sakit kepala?" Evan memberikan perintah."Baik pak," sahut Veronica sambil berlalu keluar dari ruangan atasannya.Tak berselang lama, dia kembali dan membawa obat yang diminta oleh Evan. Evan segera menerimanya dan meminumnya."Apa yang membuatmu jatuh cinta pada suamimu?" tanya Evan pada sekertarisnya.
Evan menarik pinggang Anin hingga tubuh mereka tak berjarak, dia hendak mencium kembali istrinya tapi langsung teringat kejadian pagi tadi. Mereka sudah begitu 'panas' dan hampir melakukannya tapi akhirnya Evan harus mendinginkan badannya sendiri di bawah kucuran shower.Evan melepaskan pelukannya dan berpura-pura sibuk dengan sesuatu di meja dapur. Dia tidak ingin hanyut lagi dalam permainan yang dia buat sendiri seperti tadi pagi."Apa kamu kecewa menikah denganku mas?" tanya Anin.Wanita itu memeluknya dari belakang, menyandarkan kepalanya pada punggung Evan."Kau mulai lagi Anin, apa maumu sebenarnya?" batin Evan.Dielusnya tangan Anin yang melingkar di perutnya."Apa yang kamu katakan? aku bahagia bisa menikah lagi denganmu. Ayo cepat selesaikan masaknya, aku sudah lapa