Aku buru-buru memakai jaket yang baru saja kulepas itu lalu berlari ke sepanjang jalan gang rumah. Namun hasilnya nihil, lagi pula kalau Lusi memang pergi mencariku ke jalan itu harusnya tadi aku juga bertemu dia di jalan."Apa mungkin dia jalan ke gang arah belakang rumah?"Tanpa pikir lagi, aku pun berlari menyusuri jalanan tiap gang dengan perasaan panik bercampur takut, aku takut sekali jika sesuatu terjadi padanya. Sementara itu di atas sana kilatan petir tiba-tiba saja menyambar-nyambar menambah kekalutan.Lusi tidak ada di mana-mana, aku sudah mencarinya hampir satu jam lamanya.Aku kembali ke rumah, berharap Lusi sudah ada di sana, tapi ternyata aku salah, mana mungkin juga Lusi pulang sendiri dengan mudahnya.Lalu kemana dia pergi sekarang?Apa jangan-jangan Lusi dibawa oleh keluargaku? Diculik misalnya, karena tadi sore aku sempat berseteru dengan ibu dan kak Tuti.Ya benar, bukan tak mungkin mereka melakukan hal itu pada istriku, mereka sangat nekat dan kejam bukan?Sekali
Aku terhenyak tatkala Kak Tuti mengatakan selingkuhan gila. Selingkuhan gila siapa yang dia maksud? Apa yang dimaksudnya adalah istriku?Tapi selingkuhan bagaimana maksudnya?"Kamu itu nanya apa sih Tuti? Makin kesini kamu aneh aja." Akhirnya Kak Yogi kembali meninggikan suaranya."Oh jadi kamu gak ngerti apa yang aku tanyain, Mas? Beneran kamu gak ngerti? Oke biar kuperjelas. Aku nanya sama kamu Mas, di mana kamu sembunyikan si Lusi itu?"Aku menyeringai, benar dugaanku, yang dimaksud Kak Tuti memang Lusi, tapi kenapa Kak Tuti bilang istriku selingkuhan suaminya?Apa itu bener? Apa jangan-jangan Lusi dan Kak Yogi emang ada main selama aku di Taiwan? Ah astagfirullah. Aku cepat-cepat mengusap wajah, aku datang ke sini bukan untuk berpikir buruk soal Lusi, melainkan untuk mencari keberadaannya."Aku 'kan udah bilang Tuti, aku gak sembunyiin si Lusi, aku juga gak tahu dia di mana, dia hilang aja aku baru tahu karena adikmu tadi ke sini," tegas Kak Yogi.Pertengkaran mereka di waktu dini
"Iya, Kak, kasihan ibu Kak, kasihan ibu."Anak itu histeris. Aku menariknya ke dalam rumah dan memberinya minum air putih agar ia bisa tenang sedikit."Tenang Lula, ibu akan baik-baik aja, kamu denger kan apa kata kepolisian kemarin? Penangkapan ini hanya untuk ditahan sementara, belum final."Lula diam, dapat kulihat ia berusaha mengendalikan diri dengan susah payah. "Tadi apa katamu? Kak Tuti kabur?" tanyaku setelah ia mulai kembali tenang.Lula mengangguk seraya memegangi gelas berisi air yang tinggal setengah itu."Coba ceritakan yang jelas Lula, gimana ceritanya dia bisa kabur? Apa sekarang polisi sedang mengejarnya?""Iy-a Kak, Kak Tut-i kabur lewat pintu belakang saat melihat ibu ditangkap di teras rumah, saat itu Lula ada di ruang tv."Aku menggebrak meja, "kurang ajar."Aku segera bangkit dan membawa Lula ke rumah ibu. Di sana sudah banyak orang yang berkumpul untuk melihat apa yang tengah terjadi.Rumah kami pun tampaknya sudah dipasangi garis polisi.Melihat kedatangan kam
"Hahaha." Kak Noni tertawa frustasi."Kau? Masih mencari istrimu? Hahaha aku harap istrimu tidak secepatnya ditemukan dan bahkan aku berharap dia sudah mat-i," imbuhnya lagi.Aku menarik napas berat."Tutup mulutmu Noni! Aku bersumpah akan menemukan istriku secepatnya walau di manapun kalian menyembunyikannya," ujarku seraya bertelunjuk jari."Hahaha aku salut aku salut sama kamu Sandi, tak kusangka kamu akan secinta itu sama si gila itu.""Sudah Noni! Biarkan saja si Sandi ini memang sudah gila, asal menuduh tanpa bukti dia pikir istrinya siapa sampai kita harus menyembunyikannya!" sembur Ibu menarik tangan Kak Noni menjauhi besi sel itu.Aku diam beberapa saat sambil menatap tajam mereka berdua. Bahkan saat sudah di dalam jeruji pun mereka tak merasa bersalah atau takut sedikitpun padaku.Sebetulnya terbuat dari apa keluarga palsuku itu?***24 jam setelah keluarga palsuku ditahan.Lula dan Dara kini tinggal bersamaku, karena untuk sementara rumah ibu masih dipasangi garis polisi.M
***Esok hari.Lula dan Dara sudah bersiap di meja makan, mereka sedang sibuk membuka bungkusan nasi uduk yang baru saja kubeli dari warung tetangga.Sementara aku sedang mengaduk teh di dekat meja kompor sambil menimang-nimang soal rencanaku hari ini.Tadi pagi selepas subuh entah kenapa tiba-tiba terbesit dalam pikiranku aku berniat ingin mencari tahu soal Lula, kira-kira selama ini anak itu pergi kemana saja setelah ia pulang sekolah.Aku sangat ingin tahu sebetulnya apa yang membuat Lula selalu pulang terlambat itu?Bukannya apa-apa, aku hanya takut Lula terjerumus hal-hal yang tidak benar, apalagi setelah ibu ditahan, sekarang Lula menjadi tanggung jawabku sepenuhnya.Ya walau kenyataan pahit itu harus kudengar sendiri, ibu bilang aku bukan anak kandungnya, tak masalah, bagiku Lula tetaplah adikku.Adikku yang harus terus kujaga sampai kapanpun.Ngomong-ngomong soal ibu.Aku jadi ingat, selama ini pantas saja tahun lahirku dengan tahun lahir kak Tuti sama, hanya tanggal dan bulan
Anak itu menarik napas dalam. Tapi sebelum ia menjawab angkot yang kami tunggu sudah datang lebih dulu.Terpaksa akhirnya aku harus sabar menunggu jawabannya hingga kami sampai ke rumah.Di rumah aku tak mau mengulur waktu, segera aku menyuruhnya duduk bersamaku di ruang tv. Dara yang sedang menonton akhirnya ikut duduk bersama kami."Sekarang jelaskan Lula!"Anak itu berkedip pasrah, ia tak lagi bisa beralasan atau apapun macamnya."Ada apa sih? Kok tegang banget?" tanya Dara."Bibimu ternyata selama ini kerja.""Apa?" Dara tersentak, "bener itu, Bi?" Lula mengedip pasrah."Kenapa harus kerja? Kan uang SPP udah dilunasin sama Om Sandi, terus uang jajan juga dikasih lebih."Lula menyender frustasi, digigitnya bibir mungil itu sedikit."Kalian bener-bener mau tahu ya? Dan emang penting banget ya kalian harus tahu alesannya kenapa Lula kerja?""Ya tentu aja Lula, masalahnya SPP dan uang jajanmu sudah Kakak tanggung, terus buat apa lagi kamu kerja?" semburku, aku mulai berang dengan jaw
Pov LulaMalam itu ketika Kak Tuti sedang mengobrol di telepon bersama Kak Noni tak sengaja kudengar percakapan mereka."Kak Noni, ditagih uang tuh sama si Sandi, suruh balikin semua uang yang pernah dia kirim sama kita."Entah Kak Noni menjawab apa dalam sambungan telepon itu tapi akhirnya Kak Tuti mengakhiri percakapan dengan intonasi yang tak enak.Kak Tuti lalu kembali mengobrol bersama ibu, mereka tengah duduk di kursi depan jadi percakapan mereka sangat jelas terdengar ke kamarku."Emang keterlaluan si Sandi, mau dia itu apa sih? Kayaknya sengaja banget bikin kita pusing begini," dengus Kak Tuti lagi.Ibu berdecak sama bingungnya."Gak tahu, tapi Ibu salut sih sama adiknya dia masih sayang juga, buktinya SPP Lula dia lunasin tanpa Ibu pinta lagi, padahal kemarin dia bilang angkat tangan."Aku menautkan alis dan duduk di atas kasurku. "Kak Sandi udah bayar SPP ku? Itu artinya dia gak bohong? Asik."Aku begitu senang mendengar SPP ku sudah lunas di sekolah, masalahnya aku hampir
Aku menarik napas berat. Kulihat jarum pendek jam dinding sudah berada di angka 9."Bu, Lula harus pulang dulu, besok setelah pulang sekolah Lula akan kesini lagi dan menceritakan semuanya tapi mohon maaf malam ini Lula harus cepat-cepat pulang sebelum ada yang sadar Lula tidak ada di kamar."Mereka diam mematung, wajah mereka tampak masih penasaran tapi aku tahu mereka juga tak bisa menahanku di sana."Tolong jaga Kak Lusi dan jangan beritahu tentang keberadaannya pada siapapun termasuk kak Sandi jika kapan-kapan ia datang ke sini, Kak Lusi harus aman dulu di sini," imbuhku lagi.Ibu dan bapak panti mengangguk pelan, aku pun bangkit dan menghilang di ambang pintu.Pukul 10 aku sampai di rumah.Ibu dan Kak Tuti juga Kak Yogi masih saja sibuk mengobrol di ruang keluarga. Aku buru-buru masuk ke dalam kamar agar mereka tak sadar dari tadi aku belum kembali."Kurang ajar si Sandi, seenaknya aja nuduh-nuduh kita culik istrinya."Terdengar suara Kak Tuti yang sedang marah-marah. Aku bangkit