Jerry datang? Jantung Juanita berdegup dengan cepat ketika mendengar ucapan ibunya. Kenapa kebetulan sekali? Begitu lelaki itu datang, keadaan Marlin langsung menurun. Jangan-jangan ….Juanita memikirkan sesuatu yang sangat sulit diterima.“Ma, apa yang Papa lakukan pada Mama?!” tanya Juanita dengan panik.Marlin mengerjapkan matanya yang terlihat ngantuk. Dia terlihat tidak ada tenaga untuk menjawab pertanyaan Juanita. Melihat kondisi ibunya yang lemah membuat Juanita merasa luar biasa iba. Dia menutup tubuh rapuh itu dengan selimut sambil berkata,“Ma, aku nggak tanya lagi. Mama jangan pikirkan hal lain dan istirahat saja.”Marlin menutup matanya dengan perlahan. Juanita hanya menatap ibunya yang terlelap dengan sorot panik. Dia tidak tahu untuk apa ayahnya datang hingga membuat keadaan ibunya menjadi berbahaya seperti tadi.Seorang dokter masuk dan wajahnya menggelap ketika melihat Juanita. Dengan wajah memerah dia memarahi perempuan itu, “Apa yang sedang kamu pikirkan?! Sebagai kel
Sesungguhnya Tommy sedikit marah dengan Juanita yang meninggalkan Ingga seorang diri. Bocah itu masih seorang anak kecil. Sudah larut tetapi Juanita masih tidak pulang. Apakah keadaan di rumah sakit cukup parah?Tommy tahu dengan sifat yang dimiliki Juanita, dia tidak akan meninggalkan Ingga begitu saja. Berarti keadaan ibunya pasti jauh lebih parah dari yang dibayangkan. Emosi Tommy reda seketika ketika memikirkan hal itu.Di sisi lain, Juanita sudah tiba di kediamannya Jerry. Dia mengetuk pintu dengan kuat dan tanpa sopan santun.“Siapa?” seru Santi dari ruang tamu. “Malam-malam begini kenapa kencang sekali mengetuk pintu? Mau mengganggu tetangga sekitar?!”Emosi Juanita semakin memuncak ketika mendengar suara perempuan itu. Ketukannya menjadi semakin kuat. Tidak butuh waktu lama sudah ada orang yang membuka pintu. Pelayan tersebut selalu bekerja di kediamannya keluarga Sandoro. Dia tahu status Juanita dan terlihat terkejut.“Non,” panggil perempuan itu.“Jerry! Keluar!” teriak Juani
Jerry mendadak terduduk di lantai. Ekspresinya terlihat sedikit linglung.“Sesuatu terjadi dengan Marlin? Semua karena sup abalon yang aku kasih?” gumam Jerry dengan bibir bergetar.Juanita menatapnya dalam diam. Dalam hatinya tidak ada emosi apa pun dan hanya merasa konyol. Sampai detik ini lelaki itu masih mencoba bersandiwara bahwa dia sangat menyesal. Sungguh sulit di percaya.Dia malas untuk mencari tahu apakah Jerry jujur atau hanya bohong belaka. Yang pasti, apa pun itu Jerry tidak akan mendapatkan maaf dari dirinya. Sebelum Juanita menunjukkan respons apa pun, terlihat Santi yang mendadak menggila.Melihat Jerry yang tampak sedih, dia merasa marah dan tidak terima. Perempuan itu bangkit berdiri dan menunjuk lelaki itu sambil berseru, “Jerry, sudah kuduga kamu nggak bisa melupakan perempuan licik itu! Meski dia penyakitan dan sudah akan mati, kamu tetap tidak bisa melupakan dia!”“Santi! Jaga ucapanmu!” kata Jerry dengan kening berkerut. Ucapan Santi membuatnya sangat tidak nyam
Begitu Tommy masuk, semua orang yang berada di dalam ruangan tercengang seketika. Tidak ada satu pun dari mereka yang menyangka bahwa Tommy akan datang saat itu.Tatapan mata Tommy yang tajam, langsung tertuju ke belakang badan Juanita. Pisau dapur yang sedang dipegang Nanda berkilat memantulkan cahaya lampu ruangan, sebaliknya wajah Tommy langsung berubah gelap. Pria itu maju beberapa langkah hingga tepat di depan Nanda, lalu merebut pisau dapur tersebut hanya dalam beberapa Gerakan.Nanda sangat terkejut oleh serangan Tommy yang mendadak ini, melihat pisau dapurnya telah direbut oleh Tommy dengan begitu cepat, perempuan itu pun mulai merasa takut dan melangkah mundur.”A … apa yang mau kamu lakukan? Aku peringatkan kamu, kalau kamu berani menyentuhku sehelai rambut pun, keluarga Sandoro nggak akan melepaskan kamu begitu saja!”Walaupun ucapan perempuan itu terdengar begitu berani dan mengancam, raut wajahnya yang ketakutan telah menunjukkan suasana hati Nanda yang sebenarnya saat itu
Berhubung ketika keluar tadi sudah larut malam, sehingga Tommy memutuskan untuk tidak memanggil supirnya dan langsung membawa sendiri mobil tersebut.Juanita dan Jingga duduk di kursi belakang, melihat Tommy yang duduk di kursi pengemudi dan serius mengemudi untuk mereka, hati Juanita pun merasa tidak enak.Mengapa dirinya seperti setiap hari terus menerus membuat masalah untuk Tommy selesaikan? Juanita melirik sekilas ke arah Tommy, lalu pelan-pelan menundukkan kepalanya.Tommy yang sudah dari awal menyadari tatapan Juanita melalui kaca spion tengah, hanya tersenyum kecil dan tidak mengatakan apa pun.Akhirnya mobil yang dikendarai oleh Tommy tiba di depan tempat tinggal Juanita. Juanita menggandeng Jingga turun dari mobil, lalu berpamitan kepada pria itu. “Terima kasih kamu sudah mengantar kami berdua pulang ke rumah …, terima kasih juga … kamu sudah mau datang untuk menyelamatkan aku.”Tommy menjawab dengan raut wajah yang datar, tanpa ekspresi, “Bukan hal besar, aku hanya nggak ing
“Aahh ….” Juanita buru-buru mengalihkan pandangannya, lalu berkata dengan sedikit canggung, “Nggak apa-apa. Mmm …, aku lihat kamu juga udah hampir selesai makan, aku sekalian bereskan, yah. Sudah sangat malam, menurutku kamu juga sudah seharusnya pulang?”Tommy awalnya sudah meletakkan sendok makannya, tapi begitu mendengar Juanita yang sepertinya bermaksud untuk meminta dirinya cepat-cepat pergi, pria itu kembali mengangkat sendoknya, “Nggak, aku belum selesai makan.”“Tapi …, tadi jelas-jelas kamu sudah menaruh sendok kamu,” ucap Juanita menatap Tommy dengan tatapan kebingungan. Perempuan itu merasa semakin lama dirinya semakin tidak mengerti pikiran Tommy.Tanpa merasa bersalah sedikit pun, Tommy kembali menyendok sayur ke piringnya, “Kenapa? Siapa yang bilang kalau sudah menaruh sendoknya berarti dia nggak akan makan lagi?” ucap pria itu.“Baiklah kalau begitu, kamu lanjutkan saja makan kamu.” Melihat hal tersebut, Juanita tidak mengindahkan lagi pria itu, dirinya hanya mengangkat
Tanya menangkap raut wajah kecewa dan sedih milik Juanita. Perempuan itu pun langsung tersenyum puas. Bukankah tujuan perempuan itu malam-malam datang ke tempat Juanita, memang untuk ini?Juanita melihat Tanya yang terus memerhatikannya, langsung merasa panik. Takut perempuan itu tahu perasaan sedih dan kecewanya, Juanita buru-buru membuang mukanya ke samping, “Itu …, apa masih ada hal lainnya lagi?”Sikap Juanita ini sudah membuat Tanya puas, sehingga perempuan itu pun memutuskan untuk menyelesaikan urusannya di sini. “Sudah nggak ada lagi. Begini saja, kita janjian satu waktu, aku akan membawa kamu untuk mendiskusikan urusan pekerjaan. Bagaimana kalau besok?”“Besok … sepertinya aku nggak bisa ….” Tanpa sadar sorot mata Juanita masih berusaha mengelak tatapan mata Tanya.Tanya langsung cemberut melihat hal ini, perempuan itu kembali berkata dengan nada menyindir, “Ya sudah, nggak apa-apa. Lusa juga boleh, lagi pula waktu ku banyak, kamu sekarang nggak ada pekerjaan seharusnya juga ng
Ketika Hendri dan Tommy berdiri berhadapan, suasana penuh ketegangan. Tommy, yang sebelumnya melihat keadaan di ruang sakit, merasa jengkel. Namun, begitu Juanita menyentuh lengannya, emosinya mereda. Sebuah senyum tipis terlihat di wajah Tommy.Tommy membiarkan Juanita merangkulnya, hingga keduanya berdiri sangat dekat. Hendri hanya bisa menatap dengan perasaan kaget. Bukankah dulu mereka hanya sekedar berpacaran? Apa yang membuat hubungan mereka berubah begitu drastis?Dalam hati, Hendri berharap Juanita hanya bercanda. Dia berinisiatif untuk mendekati Juanita. Namun, Tommy langsung berdiri di antara mereka. "Kamu nggak ingin rasakan pukulanku lagi, ‘kan?" kata Tommy dengan nada ancaman.Ingatan Hendri kembali pada saat dia pernah dipukul oleh Tommy. Mencoba meredakan suasana, Hendri berkata, "Tommy, aku hanya ingin membantu. Juanita dan aku punya kenangan bersama."Juanita, yang lebih tahu Hendri, merasa tidak nyaman dengan kehadirannya. "Ada batas-batas yang seharusnya kamu tahu,"