"Ngaco kamu mana mungkin aku mencintai Anisa, dia berhak hidup Ana, kita nggak boleh egois dengan mempertaruhkan nyawanya.""Dia hanya art Mas, sedangkan bayi itu anak kita."Baik Ana maupun Leo tetap bersih keras dengan pilihan mereka masing-masing, Ana meminta dokter untuk menyelamatkan sang anak sedangkan Leo meminta dokter untuk menyelamatkan ibunya.Dokter dibuat semakin bingung mana yang harus prioritaskan. "Tolong kerjasamanya mana yang harus kami selamatkan ibu atau anak?" Dokter bertanya sekali lagi"Anaknya dok dari awal kami memerlukan anaknya bukan ibunya." Tanpa rasa simpati Ana lebih memilih menyelamatkan sang anak daripada sang ibu."Tidak, selamatkan ibunya Dok," sahut Leo yang tak mau kalah."Kamu apaan sih Mas, aku nggak setuju! aku tetap memilih anak yang harus diselamatkan.""Sudah aku putuskan ibunya yang diselamatkan, ingat aku yang berkuasa disini bukan dirimu!" Akhirnya kekuasaan yang berkuasa.Ana diam seribu bahasa mendengar ucapan Leo memang yang berkuasa ad
Lukas keluar kamar inap Anisa dengan rasa penasaran, dia kemudian masuk ke dalam kamar inap Ana, melihat Ana yang berpura-pura membuat Kakak Leo muak."Kak." Leo memanggil sang kakak."Ini anak kamu?" Tanyanya sembari menatap Ana."Iya." Lukas melihat wajah keponakannya, memang mirip Leo tapi entah mengapa tidak mirip Ana sama sekali."Dia mirip kamu Le tapi tidak dengan istri kamu." Ucapan Lukas membuat Leo dan Ana memucat, mereka takut jika Lukas akan membongkar rahasia mereka pada kedua orang tuanya."Gen Leo lebih kuat Lukas," sahut Ana.Lukas nampak mengerutkan alisnya, bukan masalah gen Leo yang lebih kuat cuma melihat bayi itu Lukas seperti melihat wajah orang lain disana."Selain mirip Leo anak ini mirip siapa ya." batin Lukas.Leo yang kepikiran Anisa berdalih sibuk, dia meminta orang tuanya untuk menemani Ana. "Tolong temani Ana dulu Ma, Pa." Leo bergegas keluar, dia masuk ke dalam ruang rawat inap Anisa dan menutup pintunya."Tuan kenapa anda kemari?" tanya Anisa yang mer
Mendengar suara sang kakak membuat Leo menghentikan aktivitasnya, seketika dia memucat melihat Lukas berdiri di ambang pintu. "Apa yang kamu lakukan Leo?" tanyanya lagi. Bukannya menjawab pertanyaan sang kakak Leo malah bertanya balik, "Kakak ngapain kesini?" "Aku ingin menanyakan sesuatu padanya." Sembari menunjuk Anisa.Kini pandangan Leo tertuju pada Anisa yang juga memucat karena kehadiran Lukas. "Kamu mengenal kak Lukas?" tanya Leo. Anisa serba bingung, entah bagaimana menjelaskan pada Leo. "Saya bertemu kakak anda di minimarket Tuan dan kembali bertemu di rumah dan disini tadi." Lukas berjalan mendekati Leo dan Anisa, dia ingin meminta penjelasan pada sang adik mengenai Anisa. "Apa yang kamu sembunyikan Le? siapa wanita ini?" Kedua mata Lukas menatap Leo sangat tajam. "Dialah wanita yang hamil anakku dan Ana kak." "Oh." Di balik kata oh, Lukas masih menyimpan rasa penasaran, apalagi Leo dan Anisa terlihat begitu mesra. Tak ingin mengganggu, Lukas pamit keluar karena d
"Anak ini kenapa menangis terus sih!" Ana menggerutu melihat anaknya yang terus menangis. "Sabar namanya juga bayi," sahut Leo. Ucapan Leo semakin membuat Ana kesal, otaknya mau pecah mendengar suara tangis sang bayi sedangkan respon Leo seperti itu. "Kamu itu ngeselin banget." Leo menghela nafas, "Gimana sih, kan benar yang namanya bayi pasti menangis kalau nyapu malah bingung dirimu," sahutnya sembari mengelus pipi sang anak. "Kamu kenapa sih sayang, papa mau kerja ini, baik-baik di rumah sama mama ya." Dia menggendong bayinya lalu menyerahkannya pada sang ibu, "Ini kamu tenangin dulu, nanti baby sitternya baru datang." Mau nggak mau Ana menggendong bayinya, dia berusaha agar anaknya diam tapi nihil tangisnya semakin kencang, "Entahlah Mas, pusing aku." Dia mengembalikan lagi sang anak di tempat tidurnya, Leo yang harus berangkat akhirnya terpaksa menunda keberangkatannya demi untuk menenangkan sang buah hati. Dalam gendongan Leo, bayi itu sedikit tenang meski masih merenge
"Tuan."Anisa membalikkan badannya, dia malu pada Leo dengan keadaannya yang seperti ini."Kamu kenapa?" Tanpa aba-aba pria itu memeluk Anisa dan membawanya dalam dekapannya.Rasa rindu terhadap sang Tuan serta rasa kecewa pada Raka membuat Anisa menangis kembali, entah mengapa pelukan suami orang membuatnya tenang dan nyaman.Tak ingin menjadi pusat perhatian, Leo membawa Anisa masuk ke dalam. "Kita bicara di dalam mobil Anisa," ujar Leo.Anisa mengangguk, lalu mereka masuk ke dalam mobil."Ada apa Anisa?" tanya Leo lagi.Anisa menggeleng, tentu dia tidak bisa menceritakan masalahnya kepada majikannya."Tidak mungkin tidak ada apa-apa Anisa, jelas-jelas kamu seperti ini." Leo terus memaksa Anisa agar dia menceritakan apa yang terjadi hingga akhirnya Anisa menceritakan masalahnya."Dia selingkuh Tuan, dia juga menjual aset satu-satunya peninggalan orang tua saya." Cerita Anisa membuat Leo mengepalkan tangan, inilah yang dia khawatirkan jika Anisa kembali ke Raka."Dari awal sudah ak
"Apa kamu sudah memutuskan untuk kerja?"Melihat Anisa berkemas membuat Raka bahagia, dia mengira Anisa akan seperti dahulu bekerja sedangkan dia ongkang-ongkang kaki di rumah sembari menunggu gaji dikirim."Iya Mas, aku akan bekerja," jawab Anisa."Bagus, kan enak seperti ini kamu bekerja, daripada buka usaha segala."Anisa tersenyum mendengar ucapan Raka, dari situ sudah sangat jelas jika Raka hanya memikirkan dirinya sendiri."Terus tugas kamu sebagai seorang suami itu apa Mas!" Teriak Anisa yang sudah tidak bisa menahan amarahnya."Aku yang mengatur semua uang kamu, aku juga akan memberikan nafkah batin padamu Anisa.""Sinting."Dibilang sinting membuat Raka kesal, dia pun mencengkeram lengan Anisa dengan kuat. "Beraninya kamu mengatai aku sinting." Sorotan matanya begitu tajam."Lantas apa namanya jika bukan sinting," sahut Anisa.Tatapan keduanya bertemu, Anisa sama sekali tidak menunjukkan rasa takut, hatinya benar-benar sudah lelah dengan sikap Raka."Lebih baik kita pisah Mas
"Brengsek kamu Mas!"Pertengkaran hebat terjadi kembali, bahkan Anisa bisa mendengar pertengkaran majikannya tersebut dari dalam kamarnya.Dia pun terdiam sembari mendekap Lean, "Tidur ya Nak." Sembari terus mengelus pipi bayi mungil itu.Suara gaduh dan cekcok perlahan menghilang, tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka, terlihat Ana dengan amarah yang berapi-api berjalan mendekatinya."Wanita brengsek, beraninya kamu menggoda suamiku Anisa!" Teriak Ana sembari menarik rambut Anisa yang tengah menggendong Lean."Sakit, Nyonya." Rintih Anisa.Meski kepalanya sakit tapi dia tetap mendekap Lean agar tidak jatuh."Ini tak sepadan dengan apa yang kamu lakukan!""Nyonya, kasian Den Lean, kalau anda mengamuk seperti ini." Anisa berusaha merayu majikan wanitanya agar tidak membahayakan Lean.Saat bersamaan Leo datang, dia segera menarik tangan Ana dan membawanya menjauh dari Anisa dan Lean."Gila kamu Ana, lihat ada Lean."Suara gaduh mereka semua membuat Lean menangis, hal ini semakin membua
"Kamu sudah pulang mas?" Tanya Ana, ketika Leo masuk ke dalam kamar."Iya," jawabnya singkat padat dan jelas.Anak beranjak dari tempat duduknya, kemudian memeluk Leo, dia berusaha menggoda sang suami yang baru datang."Mas udah lama sekali kita tidak melakukannya." Tangannya terus bergerilya menjelajahi bidang datar milik suaminya.Leo menghela nafas kemudian dia melepaskan tangan Ana yang sedari tadi menggodanya."Aku lelah."Ana nampak mengurutkan alisnya, sikap Leo benar-benar berbeda."Aku menginginkannya Mas." Dia kembali menggoda, bahkan kali ini yang Ana sentuh adalah bagian sensitif Leo."Kamu apa-apaan sih, aku lelah, mengerti dong!"Sebagai seorang wanita normal jelas Ana membutuhkan Leo untuk menyiram hasratnya tapi Leo malah menolaknya dengan dalih lelah."Ada apa? biasanya pulang kerja juga ok. Apa karena Anisa?" Dia langsung saja menyebut nama Anisa.Leo menatapnya kemudian dia tertawa. "Selalu Anisa yang menjadi sasaranmu. Kenapa kamu tidak intropeksi diri, apa yang me