Ayleen menjejakkan kakinya ke dalam kamar hotel yang telah diatur, seolah-olah menunggu kedatangan pasangan pengantin baru. Cahaya lembut dari lentera aroma menyala redup, memancar ke seluruh ruangan, menyelimuti segala sudut dengan kehangatan yang mengundang. Di pojok kamar yang menawarkan sudut yang paling menenangkan, sebuah ranjang yang menggoda dengan ukuran king terhampar dengan sempurna, menciptakan fokus yang tak terhindarkan begitu seseorang memasuki ruangan. Ranjang itu bukan hanya sekadar furniture biasa; ia adalah pusat segala kemewahan dan keindahan. Di sekelilingnya, kelambu sutra putih mengalir dengan anggun, membingkai ranjang dengan sentuhan lembut yang melambangkan keintiman dan romansa. Setiap lipatan kelambu menambahkan kedalaman pada suasana ruangan, seolah-olah mengundang seseorang untuk memasuki dunia impian yang diciptakan oleh ranjang itu sendiri. Dan di puncak ranjang, sepasang bantal berwarna krim diletakkan dengan hati-hati, menambahkan sentuhan akhir da
Bab 1"Ayleen!" suara teriakan Erwin–suami Ayleen menggema dan memantul memekakan pendengaran. Wanita 23 itu segera mendekap diri dan memejamkan mata. Berpura-pura tak mendengar teriakan lelaki bergelar suami yang sudah menyulap rumah laksana neraka.Tengah malam datang dan berteriak, Ayleen yakin suaminya itu tengah mabuk, dan ini adalah pertanda bahaya baginya. Mabuk-mabukan memang sudah menjadi kebiasaan Erwin."Anj*r, punya bini kerjaannya molor mulu! Bangun kau!" teriak Erwin, tangannya menarik paksa tangan Ayleen hingga tubuh ringkihnya itu terduduk."Ada apa sih, Bang? Datang-datang udah marah aja. Bisa nggak sih, banguninya jangan kasar gitu?" Ayleen memprotes.Bukannya menjawab, Erwin malah melepas pakaiannya, tentu hal itu membuat Ayleen terkejut."Abang mau apa?" cicit Ayleen, reflek memundurkan dirinya."Kamu nanya?" sahut Erwin seraya mengikis jarak antara ia dan istrinya, lelaki itu tersenyum penuh makna, nafasnya berhembus menerpa wajah Ayleen, aroma alkohol menguar men
"Maaf, Pak ...," sesal Ayleen. Namun lelaki di hadapannya belum selesai dengan keterkejutannya. Ia hanya terdiam dan sibuk dengan pikirannya sendiri.Tiba-tiba, dari arah mobil, seorang ibu-ibu paruh baya berteriak melalui jendela dan menyadarkan lelaki di hadapan Ayleen dari lamunan."Abra ...! Ayo buruan! Kita harus cepat sampai ke rumah sakit, kasihan anak kamu nangis terus!"Dan suara tangis bayi terdengar nyaring di telinga Ayleen, mengingatkannya pada putra yang telah berpulang ke sisi Yang Maha Kuasa.Lelaki bernama lengkap Abraham Malik Razavi itu menatap Ayleen sekilas, "minggir!" ucapnya dingin, tanpa sedikitpun berniat menolong Ayleen.Ayleen pun mundur, ia berjalan terseok mendekati suara bayi yang terus menangis dan mengusik hatinya. Ingin hati mengetuk pintu dan membantu menenangkannya, akan tetapi ia tak memiliki nyali untuk melakukan itu. Ia sadar, ia tak berhak atas bayi itu.Sementara Abra, ia yang masih berdiri di sisi pintu kemudi, memperhatikan gerak-gerik Ayleen
Baby Samuel telah mendapatkan penanganan, begitupun dengan Ayleen. Bayi itu kini terlelap dalam tidurnya, mungkin efek obat telah bekerja, sehingga ia bisa tidur cukup nyenyak.Samuel dan Ayleen masih sama-sama di IGD. Letak mereka berdampingan. Hanya terpisah oleh korden, sehingga samar-samar, Ayleen dapat mendengar apa yang tengah dibicarakan oleh Daddy dan omanya Samuel."Kasihan, Samuel, sejak lahir, ia sakit-sakitan, ini pasti karena dia tidak mendapatkan asi dari ibunya. Padahal asi itu sangat penting untuk kekebalan tubuhnya." Bu Emil berucap seraya memandang sayu cucu yang terbaring lemah dengan selang infus yang menempel di tangannya."Salahkan saya, Ma ... saya yang salah dalam memilih istri. Sebenarnya saya juga sangat ingin memberikan hak asi Samuel, tapi apa daya jika ibunya tak bersedia? Airin lebih mementingkan karirnya dan mengorbankan anaknya. Ia meyakini bahwa menyusui akan merusak body-nya, dan itu tak kan baik untuk karirnya sebagai model, sebab itu Airin enggan me
"Kamu tidak perlu memikirkan itu, urusan Abra, nanti biar menjadi urusan Ibu, yang terpenting kamunya mau dulu.Jujur Ibu tak tega melihat Samuel, sejak bayi dia tidak pernah mendapatkan asupan asi. Dia tumbuh menjadi bayi yang menggemaskan dengan badannya yang gembil, tapi di balik itu, daya tubuhnya sangat lemah, sudah tak terhitung berapa kali dia dirawat di rumah sakit ini. Kondisi kesehatan Samuel, sangat tidak sesuai dengan pertumbhan berat badannya. Untuk itu, Ibu nengharapkan kamu bisa menjadi ibu susu untuknya, Ayleen.Ibu yakin, tidak ada kebetulan di dunia ini. Pertemuan kita hari ini, pastilah tak luput dari campur tangan takdir-Nya. Walau terkesan tak sengaja, tapi ternyata ada hikmah di balik itu. Hikmah untukmu yang membutuhkan pekerjaan, juga untuk Samuel yang membutuhkan asi. Bagaimana, Ayleen? jangan risaukan soal pembayaran, Ibu bersedia membayar berpapun tarif yang kamu pasang. Asalkan kamu bersedia mengasihi Samuel sampai genap usianya dua tahun nanti." Bu Emil b
Bab 5Suara tangis Baby Samuel membangunkan Abraham dan Bu Emil dari tidur mereka. Hari sudah pagi, namun karena semalaman begadang, keduanya tak dapat menahan kantuk lagi. Bahkan Abra sampai tidak ke kantor demi menjaga putra tercintanya.Baby Samuel sudah dipindahkan ke ruang perawatan, sehingga Abra dan mamanya bisa beristirahat dengan nyaman. Namun belum la mata terpejam, tangis bayi itu kembali terdengar. Gegas Abra menghampiri putra kesayangannya itu, lalu membawanya ke dalam gendongan."Cup cup cup, Sayang ... ini Daddy ... kamu tenang ya, Sam ...," ucapnya berusaha menenangkan Baby Samuel, namun sepertinya usahanya tak membuahkan hasil."Kenapa Samuel, Abra?" tanya Bu Emil yang belum sadar sepenuhnya. Ia berjalan gontai mendekati anak dan cucunya."Badannya panas lagi, Ma ... mending panggil doktet atau suster, deh, Ma ...," jawab Abraham panik."Sini biar Mama yang gendong, namanya lagi sakit, ya memang begini, Abra! Masa dikit-dikit manggil dokter, manggil suster? Mereka jug
Bab 6"Kamu—?" Abra menghentikan kalimatnya, tangannya mengusap wajah frustasi."Kalau Bapak tidak bersedia, biar saya yang ceri sendiri, Pak," ucap Ayleen menahan malu. Ia kemudian turun dari ranjang dan berjalan terpincang-pincang menuju kamar mandi.Dari tempatnya, Abraham memperhatikan Ayleen. Otaknya bekerja membayangkan bagaimana Ayleen akan berjalan mencari sesuatu yang dibutuhkannya itu. Tentu hal itu membuatnya segera merubah keputusan."Berapa ukurannya?" sambungnya cepat."Ah tidak usah, Pak ... biar saya cari sendiri," tolak Ayleen."Kamu mau mencarinya sendiri? dengan kaki yang pincang-pincang seperti itu? Butuh berapa lama waktu untuk kamu mendapatkan apa yang kamu butuhkan itu? sementara Putra saya Samuel, dia sudah menangis karena kehausan. Saya tidak mungkin membiarkannya lebih lama lagi untuk menunggu. Cepat katakan berapa ukurannya?!" titah Abraham.Sejujurnya Ayleen malu mengatakan ukuran bra-nya pada Abraham, apalagi, ukuran buah dadanya meningkat dua kali lipat s
Bab 7Suara pintu yang digedor-gedor dengan keras diiringi teriakan yang memanggil-manggil nama Ayleen membuat Surya—ayah Ayleen terkejut dan terbangun dari tidurnya."Ada apa sih ribut-ribut?" gumamnya seraya berjalan ke arah pintu dengan sempoyongan, matanya bahkan masih tertutup sebelah, beberapa kali ia menguap, menimbulkan aroma tak sedap dari mulutnya.Surya membuka pintu dengan muka bantalnya, dan cukup terkejut, saat mendapati Erwin yang berada di sana."Juragan muda," ucapnya seraya menegakkan posisi dirinya."Ooohh, aku tau sekarang kenapa anakmu itu males kali jadi istri, ternyata emang turunan bapaknya. Pemalas! Sudah lah miskin bukannya sadar diri buat cari kerja, malah males-malesan, pantesan utang numpuk!" omel Erwin menumpahkan emosi pada mertuanya."Ngapunten Juragan muda, ada apa? Kenapa teriak-teriak di rumah saya?" tanya Surya berusaha tetap sopan di depan anak juragan yang sangat diseganinya. Sebenarnya ia tak begitu segan, hanya saja karena ia terikat banyak huta