"Tante telah menikah dan memiliki anak," jawab Riana. Sontak hal tersebut membuat Radit kecewa.
"Yah, sayang sekali," sahut Nayla lesu."Padahal Tante cocok loch jadi ibu sambung Nayla." Nayla menghela nafas."Maafkan kelancangan putri saya," ucap Radit."Tidak apa-apa, Pak," balas Riana. "Kalau begitu, kami pamit dulu," ucap Radit kikuk. Dia merasa kecewa saat mengetahui bahwa Riana telah menikah dan memiliki anak.Padahal Radit berdo'a, Riana, gadis yang bekerja di Ri Butik and Collection menjadi pendampingnya. Radit tidak mengetahui bahwa Riana pemilik butik. Dia hanya mengenal Riana sebagai karyawan.Radit dan Nayla meninggalkan butik. Riana sempat melihat mereka memasuki mobil Pajero warna putih."Kenapa kakak berbohong?" tanya Wirda yang kebetulan mendengar pembicaraan mereka. Begitu Radit dan putrinya meninggalkan Butik."Aku hanya menghindari orang-orang yang menggoda," balas Riana."Tapi sepertinya, bapak tadi serius loch kak, makanya dia nyuruh anaknya. Wirdakan lihat dari tadi si bapak lihatin kak Ri terus," beritahu Wirda.Riana hanya tersenyum, Riana memang menghindari pria-pria yang menggodanya karena Riana tidak tahu apakah pria-pria tersebut bisa menerima masa lalunya? Riana telah mengubur keinginan untuk menikah tujuh belas tahun yang lalu. Dia menyibukan diri dengan bekerja dan membantu keuangan keluarga di kampung."Udah, nggak usah dipikirkan, mending kita fokus nyari duit dan bantu keluarga," jawab Riana memutus pembicaraan yang dianggapnya tabu."Ya, nyari duit boleh kak, tapi nyari jodoh juga penting loch. Kalau si bapak tadi mau sama Wirda, Wirda mau juga tu jadi istrinya." Nyengir Wirda."Ya udah, buat kamu aja," lontar Riana."Sayangnya, si bapak, suka yang udah mateng." Wirda tertawa mengejek Riana.Riana hanya tertawa, dia telah terbiasa dibecandain sama Wirda dan Tyas. Riana telah menganggap mereka adik-adiknya."Ngomongin apa sih? Seru kayaknya?" Tias yang baru bergabung di meja kasir karena penasaran dengan suara tertawa Wirda."Pengen tahu aja atau pengen tahu banget?" ledek Wirda lagi. Wirda anak yang supel dan suka melucu. Di mana ada dia, situasi pasti jadi rame dan meriah. Ibarat kata iklan nggak ada loe nggak rame. Karena Wirda bisa menghidupkan suasana.Sedangkan Tias kurang lebih seperti Riana yang tidak banyak bicara. Namun, tidak seserius Riana. Tyas masih bisa diajak becanda. Giliran somplak mereka berdua, Riana bakalan habis diledekin mereka."Pengen tahu banget, kak Wirda yang cantik dan tidak sombong gemar menabung di perut," ejek Tias ngakak. Dia memegang tangan Wirda, menandakan tingkat kekepoannya."Lihat tadikan? Om-om dengan anak gadis yang barusan belanja?" ucap Wirda dengan nada membuat penasaran."Lihat, terus mereka kenapa?" Dalam pikitan Tias, apakah pelanggan tadi mencuri? Padahal beberapa kali bertemu dan belanja mereka tidak pernah mencurigakan. Atau jangan-jangan mereka memang memiliki hubungan seperti yang Wirda tuduhkan tadi?"Mereka borong ." Wirda tertawa ngakak. Setelah mengerjai Tias."Ye, kalau itu mah gue juga tahu. Kirain apaan tadi," kesal Tias, dia udah serius buat dengerin eh nggak tahunya cuma kena prank."Iya ... iya. Jadi tadi si anak bapak tadi, nanyain kak Ri, udah nikah apa belum?" ungkap Wirda."Eh serius, bagus dong, jadi gadis itu beneran anaknya?""Iya," jawab Wirda."Wah, kayaknya bakalan ada yang nikah ini?" ledek Tyas sambil tersenyum kepada Riana."Apaan sih, nggak ada, orang mereka tanya-tanya ajapun," balas Riana. Dia pura-pura kembali meneriksa bon-bon pembelian. Buat menghilangkan gugup."Cie, yang malu," ledek Tias lagi."Eh, gue belum selesai loch. Jadi si bapak patah hati karena kak Ri bilang dia udah nikah dan punya anak satu," lanjut Wirda lagi."Yah, kak Ri kok gitu. Hadeh sayang banget, padahal bapak tadi lumayan ganteng loch. Yah, type-type bapak-bapak parlente yang berduit," lanjut Tias, menyayangkan karena Riana berbohong."Betul, mana mobilnya bagus lagi." Wirda mengimpori. Bagi mereka mobil pajero udah sangat bagus dan mahal."Udah, palingan anaknya aja yang iseng." Riana mencoba membela diri."Udah lanjut kerja, atau mau gajinya kak Ri potong?" ancam Riana tidak serius."Yuks kerja lagi daripada kena potong gaji," ajak Tias.***"Wir, kak Ri, ada pertemuan sama teman, titip toko ya," ujar Riana. Dia telah bersiap-siap untuk bertemu temannya di sebuah pusat perbelanjaan yang ada di kota tersebut."Siap kak Ri, tapi jangan lupa oleh-olehnya ya." Senyum Wirda dengan eye poppies."Iya, kalau ingat." Balas Riana becanda. Jika keluar dia selalu menyempatkan membawakan makanan untuk karyawannya.Riana telah memesan mobil online via aplikasi. Tidak lama mobil pesanannya datang. Riana masuk ke dalam mobil. Mobil melaju dengan kecepatan standard.Di pusat perbelanjaan Riana mencari lokasi janjian dengan temannya. Mereka janji bertemu di salah satu restoran yang ada di dalam pusat perbelanjaan. Tepatnya di D'cost Restoran dan cafe."Ri, sini," panggil seorang wanita sambil melambaikan tangannya kepada Riana. Dia teman Riana, Meri. Teman saat Riana bekerja di pabrik dulu.Riana menuju ke meja Meri."Mau pesan apa Ri?" tanya Meri saat Riana telah berada di meja mereka."Ayam rica-rica sama es jeruk aja," jawab Riana. Dia mengambil duduk di depan Meri.Meri memanggil pelayan untuk memesan makanan mereka. Sambil menunggu pesanan datang mereka mengobrol."Gimana kabarnya Ri?" tanya Meri."Alhamdulillah, baik." Balas Riana singkat. Mereka memang telah lama tidak berjumpa, meski di kota yang sama. Sejak Meri menikah dia tidak bekerja lagi di pabrik."Loe, udah nikahkan Ri?" tanya Meri hati-hati takut menyinggung Riana. "Alhamdulillah, belum." Ini adalah topik yang sering dihindari Riana. Kapan menikah? Riana tahu usianya tidak muda lagi. Jadi pasti banyak yang bertanya kapan dia menikah? Mereka tidak tahu masa lalu kelam Riana yang membuat Riana memutuskan untuk tidak menikah."Loe, nggak pilih-pilihkan Ri?" tuduh Meri lagi."Ngapain pilih-pilih, ada yang mau aja uda syukur. Tapi mungkin belum ketemu jodoh, aja," jawab wanita yang telah memasuki usia 39 tahun itu dengan bijak."Udah ah bahas gue, loe ke sini sama siapa?" Riana memang hanya melihat Meri saja sendirian."Sama laki dan anak gue," jawab Meri."Terus mereka di mana sekarang?" Riana memang tidak melihat suami dan anak Meri."Lagi main, bentar lagi datang, eh tu mereka datang," tunjuk Meri kepada pria yang berjalan ke arah mereka bersama anak perempuan berusia sekitar dua belas tahun."Bang, kenalkan, teman Meri waktu di pabrik." Meri memperkenalkan Riana kepada suaminya, begitu suaminya sampai di meja mereka. Riana hanya membekap tangan menolak bersalaman."Ini pasti putri loe, ya?" tanya Riana."Iya, salam sama tante, sayang." Putri Meri memberi salam Riana."Ri, gue ke toilet dulu ya," pamit Meri kepada Riana, setelah selesai makan. Tinggalah Riana bersama suami dan anak Meri.🍒🍒🍒Radit keluar dari sebuah Restoran private bersama rekan bisnisnya di pusat perbelanjaan kota tersebut. Kebetulan restorannya berada di samping D'cost Restoran dan Cafe. Tidak sengaja Radit melihat Riana bersama pria dan seorang anak perempuan berusia SMP. Riana sedang membersihkan pakaian si gadis karena seperti menumpahi makanannya. Si pria membantu mengambilkan tissu dan memberikannya kepada Riana. Radit melihat mereka bahagia. Radit menelan kekecewaannya. Itu pasti suami dan anaknya?"Kenapa berhenti pak Radit?" tanya rekan bisnisnya. Membuyarkan lamunan Radit yang memandang Riana dengan kecewa."Oh, maaf, saya seperti melihat orang yang saya kenal," ujar Radit. Radit kemudian mengajak rekan bisnisnya untuk pergi dari sana. Lama-lama melihat Riana dan suaminya, membuat Radit menjadi cemburu.Setelah Radit pergi, Meri datang."Apa yang terjadi, Bang?" tanya Meri melihat baju putrinya kotor."Jihan, menumpahkan makanannya. Tapi Riana telah membantu membersihkannya," jawab suami Mer
Radit kecewa melihat Riana meninggalkannya dan Nayla. Sebulan Radit tidak bertemu wanita pujaan hatinya. Dia memang memberikan jatah belanja pakaian kepada Nayla sekali sebulan. Tadinya Nayla ingin mengajak Radit ke Mall saja, namun Radit tolak dengan alasan nanti Nayla minta kemana-mana. Padahal karena Radit ingin bertemu Riana.Radit ingin meminta nomor handphone Riana kepada gadis yang sekarang melayaninya. Hanya saja Radit gengsi. Jelas-jelas Riana telah memberitahunya bahwa dia telah menikah. Sekalipun suami Riana berselingkuh. Tapi Radit tidak mau dicap sebagai pebinor."Ini aja, atau ada tambahan yang lain, Pak?" tanya Wirda ramah. Wirda ingat jika om-om ini yang satu bulan yang lalu bertanya tentang Riana. Apa kasih tahu aja ya, kalau kak Ri belum nikah? Wirda menimbang-nimbang dengan ragu. Ah jangan deh, nanti kak Ri marah, dianggap lancang, yang ada gue dipecat."Nay. Ada lagi gak?" Radit bertanya kepada putrinya yang tengah asik dengan handphonenya."Bentar, Pa!" Nayla m
Radit pulang dari acara pertunangan keponakannya. Radit masih memikirkan tentang pasangan untuknya. Tidak dipungkiri, dua tahun menduda Radit juga membutuhkan sosok yang dapat melayani dan memperhatikannya. Namun, menjadikan Maya, adik iparnya sebagai pengganti Naya, almarhumah istrinya adalah pilihan terakhir Radit.Radit memikirkan Riana, sayang sekali menurutnya, Riana mendapatkan suami yang berselingkuh di belakang Riana. Radit ingin memberitahu Riana tapi apa haknya. Bagi Riana, Radit hanya orang asing dan hanya pelanggan di Butik tempat dia bekerja.Radit tidak bisa tidur, keinginannya untuk menikah lagi ada. Hanya saja Radit tidak mau terburu-buru dan salah pilih. Radit memutuskan untuk sholat sunat dua rakaat. Berdo'a Allah mengabulkan keinginan egoisnya untuk bersama Riana. Namun jika Riana bukan wanita baik untuknya maka Radit meminta agar menghilangkan Riana dari pikirannya.Setelah sholat, baru Radit bisa tertidur. Bangun subuh Radit mandi dan bersiap sholat subuh di mesji
Liana menyusun pakaian untuk dibawa ke kampung. Ibu memberitahu bahwa ayah sakit. Meminta Liana pulang dan mengabarkan saudara-saudaranya yang lain.Liana menyusun pakaian sambil berlinang air mata, entah kenapa perasaannya tidak enak. Dia takut ini kali terakhir bèrtemu dengan ayah. "Udah, Li, jangan nangis terus, aku yakin ayah nggak pa-pa," ujar Andro, suami Liana menenangkan Liana."Mudah-mudahan, Mas. Baru seminggu yang lalu kita video call dengan ayah dan ayah kelihatan baik-baik saja. Sekarang ibu menyuruh kita pulang karena ayah sakit." Liana masih sibuk merapikan pakaian dan memasukannya ke dalam koper."Mas, bantu siapin anak-anak." Liana minta tolong kepada Andro."Oke, tapi kamu jangan nangis lagi ya." Andro menuju kamar anak-anak dan menyuruh mereka mandi.Liana menyerahkan pakaian yang akan dipakai anak-anak."Kita mau ke mana, Pa?" tanya putri pertama Andro, Cinta."Kita mau ke rumah Opa dan Oma," jawab Andro."Asik, Cinta suka di rumah Opa dan Oma!" teriak Cinta denga
Riana menatap ke luar jendela trans metro. Dia baru kembali dari merantau. Ini kali pertama Riana kembali ke kota kelahirannya, setelah sekian lama merantau. Sebenarnya Riana tidak ingin kembali karena dia tidak ingin bertemu dengan seseorang. Seseorang yang menghancurkan masa depan Riana. Membuatnya minder, tidak percaya diri dan trauma.Kota kelahirannya telah banyak berubah sejak terakhir dia tinggalkan. Tanah-tanah kosong telah di bangun dengan gedung-gedung tinggi dan banyak pusat perbelanjaan. Bus melewati pusat perbelanjaan. Jarak Bandara ke rumah Riana sekitar empat puluh lima menit.Riana terpaksa kembali karena ayahnya sakit dan ingin bertemu dengannya. Sejak merantau setelah tamat SMA, Riana memang tidak pernah kembali selama dua puluh satu tahun. Bisa dikatakan Riana melarikan diri.Bayang-bayang masa lalu, masih menghampirinya jika dia kembali ke kota ini. Apa lagi kembali ke rumah besar. Sekalipun sekarang rumah besar tersebut tidak diisi empat keluarga lagi, hanya kelua
Riana diajak ke ruang makan, di sana telah ada adik-adik iparnya. Suami Liana dan Giana, istri Andri dan Andre serta anak-anak mereka. Liana memiliki dua anak, perempuan dan laki-laki, Giana baru memiliki anak laki-laki. Namun, dia tengah hamil enam bulan.Sedangkan Andri telah memiliki dua anak perempuan. Andre baru menikah dua bulan dan belum memiliki anak."Uni, kenalkan ini suami Li, Mas, ini kakak Li, Riana." Liana mewakilkan saudaranya memperkenalkan keluarga mereka."Andro, Ni," jawab Andro singkat. Pria itu mengenakan baju kaos hitam dan celana hitam selutut.Liana kemudian memperkenalkan suami Giana yang bernama Aldo, istri Andri yang bernama Aura dan istri Aldo bernama Aira. Kemudian memperkenalkan anak-anak."Bunda!" teriak anak-anak, mereka memeluk Riana dan mengoceh sehingga Riana kebingungan menjawab pertanyaan mereka. Riana memang telah sering video call dengan mereka sekalipun belum pernah bertemu. Riana juga sering mengirimkan oleh-oleh kepada mereka. "Sudah-sudah,
Miriam memutuskan untuk membawa Riana ke bidan, ditemani tante Riana, Wati. "Putri Ibu telah hamil lima bulan," beritahu bidan. Alangkah shock Miriam mendengar informasi dari bidan yang menyatakan bahwa Riana hamil lima bulan. Apa yang harus mereka lakukan? Miriam berharap bidan salah melakukan pemeriksaan.Bidan juga heran, apakah sebegitu parahnya pergaulan anak zaman sekarang? Sampai diusia muda telah hamil."Apa Ibu tidak salah?" Miriam memastikan lagi."Tidak, Bu, coba Ibu pegang perut Putri Ibu ini," jelas Bidan mengarahkan tangan Miriam ke perut Riana.Miriam tahu karena dia telah memiliki lima anak. Jadi tahu betul kondisi perut orang hamil."Apa bisa digugurkan aja, Bu?" usul Wati bertanya. Kondisi Riana tidak akan mungkin buat dia menjadi seorang ibu. Dia baru berusia lima belas tahun dan masih kelas tiga SMP. Dia masih harus melanjutkan pendidikannya. Terlepas mereka belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Riana.Riana sendiri hanya bisa pasrah. Terserah ibu dan
Perjuangan tante Wati tidak sia-sia, pihak Sekolah akhirnya mengizinkan Riana untuk mengikuti ujian kelulusan. Bersyukur Riana tetap belajar saat menunggu persalinannya karena masih berharap bisa menamatkan Sekolahnya."Ke mana saja kamu selama ini, Riana?" tanya salah satu tante tetangga yang melihat Riana pergi Sekolah."Dari luar kota, Tante," jawab Riana."Habis melahirkan kamukan?" tuduh tante itu lagi. Riana hanya diam."Mana anak harammu itu? Diumpetin di mana? Nggak malu kamu pergi Sekolah setelah buat malu di kampung ini? Makanya jangan jadi murahan, kecil-kecil hamil di luar nikah," hardik tante lainnya. Riana tidak bisa membela dirinya. Pandangan masyarakat pasti tetap wanita yang akan dipersalahkan, mau korban pemerkosaan atau bukan. Tetap wanita yang menanggung malu."Riana, pamit tante." Tanpa menjawab pertanyaan dari tante tersebut.Gunjingan tersebut terus Riana terima sampai dia lulus sekolah dan lanjut SMA. Gunjingan dari tetangga itu membuat Riana dan keluarganya mi