Mengendarai mobil ke kantor setiap hari menimbulkan masalah yang sepele namun signifikan bagi Nur. Dia kesulitan untuk sarapan pagi di tempat Mak Nem. Gang kecil samping bengkel itu tidak muat dilewati mobil. Dia harus parkir mobil dulu di bengkel lalu jalan kaki ke tempat Mak Nem.
“Pas balik ke bengkel, sarapan itu sudah habis.” desar Nur sambil menyetir mobilnya.
Tiba-tiba suasana hati Nur berubah menjadi buruk. Diingatnya lagi Dara jarang membuatkannya sarapan. Kalau saja Dara bangun lebih pagi, Dara pasti bisa membuatkannya sarapan yang sekedarnya. Dia bukanlah orang yang susah, dia mau makan apa saja kecuali sayuran. Bahkan tempe dan nasi saja, dia sudah mau. Itu lebih baik daripada berangkat ke bengkel dengan perut keroncongan.
Nur ingat lagi saat dia ke rumah Bu Celo beberapa hari lalu. Bu Celo bisa melakukan semuanya pagi itu, mulai dari olahraga, memasak, dan bersih-bersih rumah. Meski Bu Celo mengaku ada pembantu yang membersihkan rumah sem
Jam enam, sehabis Maghrib, Nur berpamitan pada ibunya. Dia tidak enak dengan Celo. Ibunya memberikan pandangan tidak enak pada Celo. Seolah-olah Celo tidak diterima di rumah ibunya. Padahal, jauh dalam lubuk hati Nur, dia ingin mengenalkan Celo sebagai orang yang spesial bagi Nur. Tapi sepertinya tidak mungkin. Apa mau disembelih ibunya sendiri kalau sampai Nur berani bicara seperti itu?Di dalam mobil yang remang-remang itu, Nur melihat Celo masih segar. Tidak ada guratan capek atau lelah di wajah tersebut. Nur bertanya-tanya, “Apakah hasil dari berolahraga setiap hari membuat Celo segar dan fit sepanjang hari?”“Saya kira, Pasuruan hanya tempat lahir saja, ternyata kamu masih punya keluarga disana.”“Born and raised Mam.”“Terus Dara berasal dari mana?”“Dara dari Surabaya.”“Hm… Ketemu saat kuliah?”“Ya. Ketemu pas kuliah.”
Kelima orang itu berdiri sejajar di depan mobil Nur. Nur hanya terbengong-bengong. Dilihatnya Celo sudah pucat pasi di kursi sebelahnya. Si pengemudi mengacungkan tongkat baseball itu ke arahnya sambil berteriak, “Keluar kamu!”Nur bimbang, apakah dia keluar atau langsung tancap gas saja meninggalkan orang-orang itu. Tapi kalau dia tancap gas dan langsung meninggalkan orang-orang itu, tidak ada jaminan bahwa orang-orang itu tidak akan mengejarnya. Dan kalau sampai orang-orang itu tahu rumahnya atau rumah Celo, bisa semakin ruwet masalahnya.Celo sendirian di rumahnya. Kalau orang-orang ini nekat dan berniat menyatroni rumah Celo, siapa yang bakal melindunginya. Celo mungkin angkuh dan terlihat kuat di bengkel. Namun, dia seorang perempuan. Nyalinya ciut dulu kalau berhadapan dengan orang-orang seperti ini.Dengan keringat dingin yang mengucur di dahinya, dan juga jantung yang berdebar-debar karena takut, Nur memutuskan untuk keluar dari mobi
Nur yang masih kesakitan mencoba mencari tahu ada apa dengan Celo. Pukulan ke perutnya tadi membuatnya jatuh terduduk. Dan dari tempatnya terduduk, dia sulit melihat Celo karena terhalang mobil. Nur semakin penasaran dengan apa yang terjadi dengan Celo.Nur berdiri, dan akhirnya dia bisa melihat jelas. Celo masih digendong oleh si badan besar. Kaki Celo terangkat satu. Sedangkan si badan kurus, terhuyung ke belakang dan ambruk.“Masa Celo menendang si kurus?” tanya Nur dalam hati.Nur lalu melihat si pengemudi, terlihat jelas di wajah si pengemudi, wajah yang kaget. Karena si pengemudi sedang teralihkan, Nur menyerang si pengemudi dengan tendangan depan. Namun dengan sigap, si pengemudi menghindar. Si pengemudi balas menyerang Nur, dan syukurlah, Nur juga mampu menangkis serangan tersebut.Nur melirik Celo. Entah bagaimana caranya Celo sudah terlepas dari pelukan si badan besar. Secara reflek pula Nur menghindar dari serangan si pengemudi.
“Kamu seminggu enggak masuk kemana Nur? Sekalinya masuk pakai kacamata hitam. Sudah gitu jarang sekarang sarapan disini.” tanya Gun meledek.“Sakit.” Jawab Nur singkat sambil duduk di kursi favoritnya di warung Mak Nem. Nur melihat Gun sudah selesai makan. Gun sedang minum kopinya dan menghisap sebatang rokok. Nur juga melihat tadi Gun tersenyum ketika melihat Nur memakirkan motornya di tempat biasanya dan berjalan ke arahnya.Nur melihat pandangan Gun yang heran. Pantas saja Gun melihat dengan heran, untuk pertama kalinya Nur tidak masuk untuk jangka waktu yang lama.“Apa kamu kena virus itu?” tanya Gun.“Enggak Gun. Aku enggak kena virus.” Kata Nur sambil melepas kacamata hitamnya.Gun kaget ketika Nur melepas kacamatanya. Mata kanannya yang kena tinju Celo masih membekas sedikit. Dibawah mata kanannya sekarang berwarna hitam sedangkan matanya masih merah seperti iritasi. Mata Nur sudah bisa m
Nur masuk ke ruangannya, ruangan lamanya, ruangan SDM. Seminggu tidak dimasuki, ruangan ini tetap bersih. Para cleaning service tampaknya selalu membersihkan ruangan ini setiap hari.Tubuhnya dilemparkannya ke kursi kerja itu. Nur mengambil nafas panjang dan menghembuskannya kuat-kuat. Dipandanginya langit-langit ruangannya itu. Pikirannya melayang ke percakapan dengan Gun di warung Mak Nem tadi.Sebenarnya dia kasihan melihat Gun menggigil ketakutan ketika Nur memberitahukan bahwa uang yang digelapkan itu menggelembung besar. Tapi, di sisi hati yang lain, Nur seolah puas. Puas karena berhasil memberikan efek jera pada Gun.Nur juga tidak memberi tahu Gun soal Celo yang telah mengetahui tentang laporan tersebut. Nur sudah terikat janji pada Celo. Nur harus memegang janji tersebut. Mengingat segalanya sekarang bergantung pada Celo. Hampir seluruh aspek hidupnya sekarang bergantung pada Celo, termasuk pengobatan Wahid. Nur harus menjaga kepercayaan Celo a
Nur bangun pagi hari itu dengan lesu. Dia tidak siap menghadapi hari itu. Selesai sholat subuh, dia langsung mencuci pakaian. Namun, kali ini tidak ada rasa menggerutu sedikitpun di dalam hatinya. Dia ikhlas menjalani semuanya. Semua pikiran tentang Bu Celo dia curahkan untuk mnegrjakan pekerjaan rumah tangga. Tetapi, dia tinggalkan piring-piring kotor itu menumpuk.“Biar Dara saja nanti yang mengerjakan.” batin Nur.Nur juga tidak mempermasalahkan Dara yang bangun setelah dia. Bahkan, dia juga tidak merasa sebal ketika kemarin dia menemukan laptop istrinya dalam keadaan menyala dan semua pekerjaan rumah terbengkalai. Nur mencoba menerima semuanya dengan lapang dada.Pikirannya juga masih sedikit banyak terbebani oleh Bu Celo. Bu Celo, yang selama seminggu ini menjadi pokok pikirannya, masih bercokol di pirkirannya, susah untuk dilupakannya. Bu Celo masih berlari-lari kecil di pikirannya dan masih ada kupu-kupu kecil menggelitiki perutnya, meskipun t
Nur mengendarai motor bututnya dengan kecepatan tinggi. Jalanan masih sepi pagi itu. Dia ingat betul jam berapa dia berangkat, jam enam kurang lima belas. Dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu Celo, selain itu, dia juga penasaran ada apa Celo memintanya untuk segera ke bengkel.Nur telah sampai di bengkel. Baru ada Aston Martin punya Celo dan motornya sendiri. Setelah memarkir motor, Nur dengan setengah berlari menuju ruangan Celo. Belum ada yang datang. Bengkel masih sepi. Pintu ruangan Celo sudah terbuka lebar.Dari pintu, Nur melihat Celo sedang duduk di kursi kerjanya. Nur mengetuk pintu tersebut sambil berkata, “Ada apa?”Dengan sudut matanya, Nur melihat jam dinding di ruangan itu, jam enam lebih lima belas menit.“Masuklah dan tutup pintunya.”Nur tidak percaya atas apa yang dia dengar. Dia tidak paham kenapa Celo memintanya menutup pintu ruangannya. Nur pun menuruti perintah Celo. Setelah Nur menutup pintu, Nur
Nur pulang sore hari itu. Pikirannya kacau dan kalut. Apa yang terjadi pagi tadi mengguncang dunianya, mengguncang tatanan kehidupan yang sudah berjalan baik sejak dia menjadi wakil ketua.Nur melepas helm dari kepalanya, rambutnya kusut sekusut pikirannya. Dia pandangi motor butut itu. Satu pernyataan timbul dalam pikirannya, “Sepertinya kamu akan menemaniku lebih lama?” Dia lalu menepuk-nepuk jok motor itu.Nur menggaruk dahinya. Dia ambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat pula. Sore itu dia merasa capek secapek-capeknya. Nur merasa bahwa dia seperti habis bekerja menaikkan batu-batu besar dari sungai dan mengangkatnya ke atas bukit hanya bermodalkan tangan dan kakinya saja.Semua hal yang terjadi hari ini diluar perkiraanya. Nur merasa menang atas Pak Anwar kemarin. Dia pikir Pak Anwar sudah tidak bisa mengganggunya. Apa lacur, hari ini dia belajar bahwa Pak Anwar benar-benar orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa