Seseorang terdengar memasukkan kode untuk membuka pintu. Aku tau satu-satunya orang yang memiliki pas kode apartemen ini hanya orang itu. Karena asistenku atau orang lain tentu akan menekan bel terlebih dulu untuk bisa masuk ke dalam sini. Ku pikir selamanya bajingan itu tak akan menginjak apartemen ini lagi.
Pasalnya aku sudah mendengar bahwa dia sudah kembali dari ekspansi bisnisnya sejak sebulan yang lalu dan tidak pernah sekalipun menampakkan batang hidungnya di depanku. Kemudian untuk apa sekarang repot-repot datang, kalau bukan untuk menceraikan istri jahat macam diriku. Ah senangnya sebentar lagi aku akan jadi janda, artinya aku akan bebas yeay! jalan-jalan di pantai dengan bikini cantik, dan oh... pria-pria cantik, muda dan energik itu telah menungguku begitu lama.
Aku mencebik tatkala lintasan pikiran menyenangkan itu terganggu dengan kehadiran sebentuk wajah maskulin berhias cambang. Pria angkuh nan sombong itu mengenakan fantovel model kaku, sekaku wajahnya ketika bertemu muka denganku. Tapi sejahat apapun aku, tidak boleh memperlihatkannya di depan keluargaku secara langsung. Apalagi di hadapan pria yang disebut suami ini. Level jahatku hanya sampai pada antisipasi tidak disakiti orang lain. Kalian pasti tahu, dunia entertainment itu begitu kejam. Maka hukum alam berlaku, siapa yang jahat dia yang selamat.
"Jojo kamu pulang?"
Aku ingin muntah karena panggilan ini, ditambah suara centilku yang rasanya mampu melukai hati suci dan murniku sendiri. Ya Tuhan, kenapa aku harus terjebak bersamanya selama setahun ini, oh bahkan bertahun-tahun lalu.
Jonathan menatapku tanpa riak tanpa emosi. Dia hanya berdehem sekilas sebelum berlalu begitu saja masuk ke dalam kamar kami. Jangan salah paham, kami tidak pernah menggunakannya bersama. Dia begitu jijik padaku, jangankan menghabiskan tidur di ranjang yang sama, menatap ku lama saja bisa menyebabkan otot wajahnya kejang-kejang. Tapi sebagai istri yang baik, aku terus mengikutinya kayaknya istri sholeha.
"Jojo, apa kamu sudah makan. Aku masak sedikit shasimi."
Aku memeluk lengannya dengan gestur akrab, padahal alam semesta tahu betapa tersiksanya aku melakukan ini.
"Oh, aku lupa kamu tidak suka sajian mentah. Ku masakan yang lain sebentar ya?"
Jelas kamu tidak akan sudi makan masakanku, cepat ambil apa yang kau butuhkan dan sana pergi! Aku muak melihat wajah membosankan itu. Biarkan aku disini memupuk mimpi-mimpiku sendiri tanpamu.
Dia menatapku lama seperti tengah mencari jawaban dari sesuatu yang mengganggunya sebelum menjawab singkat.
"Tidak."
Aku berkedip beberapa kali menetralkan rasa basah di dadaku, tak menyangka efek suaranya masih mampu membuat jantung ini berdebar.
Tak hanya dalam bertutur kata, pria berkepribadian rendah ini juga pelit uang belanja padaku.
Setelah menikah kamu hanya memberiku satu kartu dengan nominal lima puluh juta, dan nominal itu tidak pernah bertambah. Nanti jika saatnya tiba, kartu jelek sedikit digit itu akan ku jejalkan ke bibir dan mulutmu! Lihat saja.
Matanya memperlihatkan ketidaksukaan akan sentuhan yang ku lakukan, tapi mulutnya terkunci sampai aku bisa melihat bibir itu tidak memiliki celah sangking rapatnya. Tentu aku berpura-pura sedih, memasang wajah nelangsa karena lagi-lagi suami yang aku cintai menolak usahaku. Ada jejak kebingungan yang asing di mata pria itu.
Tumben dia memperlihatkan emosi di depanku meski hanya sedikit.
"Kalau begitu, apa kamu ingin mandi. Ku siapkan air hangat ya?"
Senyum paling manis ku pasang seharusnya orang lain akan merasa tak tega menolakku, sangking manisnya aku. Aku tidak berlebihan menyebut diriku manis, aku seorang artis yang sedang naik daun. Yah meski citra jahat yang ku buat selalu menambah jumlah haters ku setiap hari, aku tidak peduli. Aku tidak makan dari mulut kejam mereka. Aku bisa makan dan hidup berkecukupan karena usahaku sendiri.
"Tidak usah. Tunggu di luar, akan ada yang datang sebentar lagi."
Bibir ku tersenyum mafhum, tapi di hati aku berdecih.
Memangnya aku senang berlama-lama denganmu.
Ngomong-ngomong apa pria sialan ini akhirnya mengundang pengacara dan menceraikanku. Apakah telah tiba waktunya untuk ku bisa menjadi diriku sendiri?
Jonathan menatap wajahku lebih lama, wajah tertutup kabutnya menampilkan sekilas emosi lain yang tak bisa ku prediksi apa itu. Sedikit bingung, dia kenapa? Heran banget sih, dia membuka topeng jeleknya di depanku, kesurupan mungkin dia kali ya. Aku mengendik diam-diam, tak peduli.
"Memangnya siapa yang akan bertamu ke rumah kita, Jojo?"
"Pengacara." Jawabnya masih menatapku lamat-lamat. Mungkin dia baru sadar aku cantik.
Ya ampun, aku hampir melotot saat sadar apa yang baru saja keluar dari mulutnya. Apakah aku tidak salah dengar? Oh my good, aku akan berpesta tujuh hari tujuh malam kalau sampai pengacara itu akan mengatur perceraian kami.
Tapi aku justru berkedip bingung, "suamiku, Jojo..."
Sumpah aku eneg mendengar suaraku sendiri yang sok polos.
"Untuk apa pengacara datang?"
Jonathan menatapku aneh, kedua alisnya menukik tajam, seolah dengan begitu dia mampu menekan laser panas keluar dari matanya.
"Kita akan bercerai." Jawabnya datar, walau mata elang itu terus menghujamku.
Aku berseru gembira dalam hati, hore, hore! Yey yey! Akhirnya ya tuhan...! Pria sialan ini akhirnya mendapatkan pencerahan, dia akhirnya sadar bahwa bercerai dariku adalah jalan terbaik.
Aku mengusahakan ekspresi yang ku kesedihan yang teramat sangat menyesakkan dada. Seolah sangat terpukul mendengar pernyataan itu, mataku berkaca-kaca.
"Jojo, semudah itu kah kamu menyerah dengan pernikahan kita?" Aku sangat mencintaimu, kamu tahu itu. Beri waktu sedikit saja untuk dirimu mengenalku lebih lama lagi." Bujukku memelas.
Bilang jangan, aku sudah sangat muak padamu, setuju tidak setuju, kita akan tetap bercerai.
Aku tidak tahu kenapa setelah kalimat yang hanya mampu ku rapalkan dalam pikiranku menyebabkan mimik wajahnya jadi makin aneh begitu. Dia mirip seperti sedang sembelit berhari-hari.
Dia menggeramkan namaku dengan sadis, maksudku giginya terkatup rapat, hingga suara yang keluar seperti mendesis. "Cuwa!"
Marahlah, marah saja. Katakan aku ini perempuan rendahan bak benalu yang hanya memanfaatkan situasi dengan menikahimu demi karir artisku. Katakan juga bahwa sudah saatnya kamu tahu dimana posisimu, lepaskan rumah tangga kita yang sejak awal memang salah, Cuwa!
Air mata tak lagi bisa ku tahan, semoga aktingku kali ini terlihat alami. Jauh-jauh sekolah akting ke Singapura seharusnya aku bisa membuatnya percaya kalau aku memang sedih.
"Aku mohon, jangan ceraikan aku..."
Ku tarik untuk ku cengkeram kemeja bagian dadanya. Kepalaku menunduk pilu. Air mata mengaburkan pandanganku.
"Jojo... Bagaimana hidupku kalau tanpamu?"
Tentu hidupku akan bahagia, cepat ceraikan aku, aku tak tahan denganmu, Tuan Jonathan si buta dari kota Jakarta. Alih-alih pengidap sisters kompleks, si bodoh ini menyia-nyiakan wanita sebaik dan secantik aku hanya demi adik liciknya itu. Aku tahu sebentar lagi kamu akan melotot padaku lalu kamu akan mendorongku keluar dari kamar kita dan menutup pintu tepat di wajahku. Ayo lakukan begitu, Jo!
Jonathan menatapku dengan keterkejutan luar biasa. Selama bersamanya dalam sembilan tahun ini, delapan tahun bertunangan dan satu tahun menjadi istri diatas kertasnya, aku memahami dan sangat terbiasa dengan sikap dinginnya. Tapi tak pernah melihat jenis ekspresi lain selain marah kecuali hari ini. Dia kenapa?
"Cuwa!" katanya semakin marah. Iya benar, kamu harus semakin marah dan bertetap hati menceraikanku. Aku pun melonjak dalam hati, menari bagai dancer mengiringi simfoni merdu yang bergema di seluruh ruang di hatiku.
Pria-pria muda dan cantik, pantai dan bikini, wait me please...! Pria jelek di depanku, minggat sana!
Suaraku yang terisak mungkin membuat kepala Jonathan mau pecah, hingga dia berkata rendah. "Diam, Cuwa!" Aku tidak akan diam sampai kau benar-benar memberiku surat cerai, serta surat resmi pembagian properti dan gono-gini. Itu kan gunanya kamu mendatangkan pengacara. Jonathan menyipitkan matanya, lalu membuang muka dariku. "Tapi kenapa, apa salahku padamu? Selain setahun ini kita jarang menghabiskan waktu bersama, kita bahkan tidak pernah bertengkar." Nada suaraku mengandung keputusasaan yang luar biasa. Istri teraniaya sepertiku, bisa apa selain menangis pilu. "Jojo, apa kurang ku? Apakah aku tidak cukup baik, aku kurang cantik? Katakan agar aku bisa memperbaiki kekurangan ku." Tidak sudi, aku sudah dengan sengaja membuat citraku sendiri jadi jahat, menyebar rumor, hanya demi agar kamu menggagalkan pertunangan. Tapi kamu bertindak seperti anak SD yang labil. Kemaren kamu mendelik jijik padaku, besoknya
Mataku memiliki cekungan lebar yang kusam dan segera akan menghitam. Menjerang air lalu menyeduh kopi pahit, air hitam pekat itu semoga menghilangkan kantuk yang tak tertahan. Ampasnya untuk kompres mata pandaku pasti lumayan ampuh. Hari ini aku tidak punya waktu untuk melakukan perawatan di salon langganan, jadwalku penuh sampe sore nanti. Aku menguap untuk yang kesekian kali sampai mataku berair, ngantuknya hoam...Mungkin malaikat terheran-heran, jin dan iblis ikut mengernyitkan dahi. Jonathan Wirautama berbagi ranjang denganku. Semalam itu adalah malam keduaku bersamanya, setelah setahun lalu di malam pertama, hal yang sama terjadi.Setelah melempar tatapan aku tidak sudi menyentuhmu, dia tidur dalam damai di sebelahku. Sangking damainya hampir aku membuat nisan di atas kepalanya dengan kutipan Rhyme in Peace. Sementara aku cuma bisa berkedip-kedip mirip boneka Susan sambil menggerutu bahwa kehadirannya sangat mengganggu. Aku sampai takut bergerak karena takut meng
Seminggu ini hidupku kembali tentram dan sejahtera. Tentram tanpa si Jonathan kancut itu, yang kembali menghilang tak ada kabar. Sejahtera karena limit credit card yang dia berikan ternyata sangat memanjakan nafsu belanjaku yang sedang liar. Aku tidak peduli nanti malam atau bahkan sebentar lagi dia akan marah sampai jin Qorin dalam dirinya ikut ngamuk. Salahnya sendiri, setahun hanya memberiku lima puluh juta. Buat perawatan wajah saja tidak cukup, dikiranya menikahi aku sama dengan menikahi kaktus dalam pot yang cuma disiram air penuh cinta seminggu sekali bisa tumbuh subur. Ishhh...! +628*** is calling... Aku tersenyum, bisa dipastikan siapa yang menelpon. Jadi aku berdehem untuk menetralkan suaraku, memasang suara manis penuh rayu. Belum ku sapa dia sudah berseru rendah. "Swara Amaya!" Aduh kenapa musti menyebut nama panjangku, jantungku kan berdebar hebat jadinya. Takutnya getara
Aku termenung di balkon apartemen.Gadung ini adalah salah satu proyek yang dimiliki Samsu Group milik kelurga Jonathan. Samsu adalah nama kakek buyut Jonathan, pengembang pertama bisnis keluarga itu. Semua aset yang berada di bawah naungan keluarga ini akan memiliki embel-embel Samsu. Bagaimana bisa aku menikah dengan anak sultan macam Jonathan Wirautama?Huftt, aku menghembuskan nafas berat.Ayahku adalah pengusaha kecil, kecil apabila dibandingkan dengan Samsu Group. Tapi sekecilnya perusahaan percetakan milik ayah, satu-satunya orangtua yang sayang padaku tersebut mampu membiayai ku sekolah di National University of Singapore jurusan teater dan seni peran. Setelah ku hitung ayah mengeluarkan hampir 250 jt per tahun untuk biaya kuliah ku di sana. (Bisa cek Google, barangkali para pembaca yang Budiman ada yang berminat kuliah di NUS dengan jurusan ini. Hampir 200jt per tahun untuk biaya kuliah saja belum akomodasi pr
Akhir part 5Aku mengerang mendengar suara bass Jonathan dari balik tubuhku. Siluetnya memang sempurna, tapi, Oh... aku butuh ke toilet. Dorongan luar biasa terasa menekan keluar dari dalam perutku.***"Cuwa, kamu kenapa?" Jonathan mengikuti ku yang setengah berlari ke dalam toilet. Dengan tak sabar ku buka tutup toilet lalu mengeluarkan isi perutku, meski ternyata hanya liur pahit. Pria itu bersandar nyaman di pintu kamar mandi melihatku, aku menatapnya aneh. Ngapain dia disitu?Desakan dari dalam mengalihkan perhatianku darinya. Kembali otot-otot lambungku bereaksi. Suara berirama yang ku keluarkan nyatanya mampu menarik Jonathan mendekat hanya untuk memijat tengkukku.Aku menoleh padanya, menautkan alis, berpikir keras, ngapain orang ini bersikap baik padaku? Apa dia kerasukan jin penunggu lift?Tumben Jonathan jadi perhatian, positif
"Alergi mu sudah sembuh?" Aku membawa tubuhku dalam posisi miring untuk menghadap dirinya yang sedang duduk dengan tablet di pangkuan. Raut tenang tanpa rasa bersalah sedikitpun dia menjawab."Aku tidak punya alergi""Alergi berdekatan denganku" sahutku dengan mata memincing penuh godaan. Kalau ini orang lain, seperti sutradara dan produser mesum yang suka firtling itu. Ku tatap dengan cara demikian, bisa dipastikan mereka akan mengajakku check in di hotel bintang lima.Namun aku justru menemukan matanya sedikit beriak seperti air danau terkena hembusan angin. Kalau orang normal mungkin akan salah tingkah mendengar kalimat sarkastik seperti yang baru saja ku katakan.Lain kali jangan mencium sembarangan, donk. Aku tidak mau yang seperti ini terjadi lagi. Sumpah ciumanmu memicu asam lambung, dan itu menyiksa. Jonathan menatapku tak habis pikir. Biar bagaimanapun aku tersenyum bert
Aku masih sangat lemas, dokter bilang efek diet tidak sehat, meski ketika aku bercerita bahwa aku eneg dan selalu mual saat melihat wajah seseorang, si dokter hanya tertawa. Justru merekomendasikan psikolog atau bahkan psikiater RS ini agar aku membuat janji konsultasi. Karena kalau sampai begitu berarti masalah mual muntahku bukan karena diet tapi karena kelainan mental. Disini yang menurutku terindikasi gila itu Jojo kenapa jadi malah aku? Dokter juga tak mengijinkan aku keluar RS meskipun itu penting seperti ke Soeta bertemu mertua dan syuting 15-20 menit. Sampai bilang siap mengeluarkan surat kesehatan apabila ku butuhkan untuk membatalkan syuting. Pada akhirnya aku memang berhasil menurunkan berat badan hingga 2 kilo. Tapi kalau tau diet kali ini menyiksa aku tak akan lagi sanggup, sungguh cantik itu memang butuh pengorbanan. Jangan bilang cantik itu diturunkan dari gen. Cantik itu karena perjuangan
"Dia Iren, teman SMA ku" Jojo tak melepas gandengan tangan kami hingga memastikan aku duduk dengan benar. Pipiku jelas merona karena perlakuannya. Tapi kalian pasti tahu, di dalam hati aku terus mencibir kelakuan Jonathan."Hallo, aku Iren. Dan kamu lebih cantik aslinya dari pada di layar kaca" aku tahu setelan kerja mahal yang dikenakan wanita ini, berapa sih gaji psikolog, mentereng banget yang satu ini. Aku tak melewatkan setitik ekspresi kecewa di wajah wanita ini ketika tahu Jojo mengaitkan tangannya dengan tanganku. Bahkan pilihan meja sofa yang ditata berpasangan ini, sangat merugikan dia. Mungkin dia tak menyangka Jojo akan datang bersama ku. Sungguh wajah di depanku ini menghibur sekali."Halo juga, senang bertemu denganmu mbak, thankyou. Kamu juga cantik" aku menyambut jabat tangan formal Iren Audi, seolah aku tidak meremehkannya baru saja. Perempuan cantik i