"Kyra!"
Seorang pria yang berdiri di balik meja kasir memanggil. Kyra yang baru selesai mengantarkan pesanan meletakkan nampan dan mendekat ke arah orang yang memanggilnya."Seorang pelanggan yang tadi duduk di dekat pintu menitipkan ini untukmu.""Aku?" tanya Kyra. "Apa isinya?" Yang ditanya menggeleng tidak tahu. Juga tidak tertarik mencari tahu.Barang yang diberikan pada Kyra adalah sesuatu yang dibungkus dengan map cokelat. Dari luar berbentuk seperti buku namun dalam ukuran yang lebih kecil. Kyra hendak membuka map pembungkus tapi perhatiannya teralihkan pada pelanggan yang baru datang. Dengan sigap Kyra menyambut dan membawakan buku menu. Menunda keingintahuannya terhadap isi map.Selanjutnya pelanggan terus berdatangan. Hanya menyisakan jeda untuk melepas lelah sejenak. Kyra sibuk mondar-mandir mengantar pesanan, melayani permintaan tambah menu, juga komplain mengenai makanan yang lambat datang. Sampai waktu pulang, Kyra melupakaTiga hari kemudian Kyra keluar dari penjara. Meski bisa bebas, kasus yang masih dalam tahap penyelidikan membuatnya tetap diawasi dan dilarang bepergian ke luar negeri. "Aku benar-benar enggak menyangka bisa keluar." Kyra berbicara pada Mika dan Razan yang datang menjemput. "Terlebih dalam waktu secepat ini. Ternyata mempunyai koneksi dengan orang penting itu bisa sangat berpengaruh untuk hidup dan matimu." "Koneksi apanya," tepis Razan. "Itu karena Mika dan Laisa membantu menyelidiki kasus untuk membuktikanmu tidak bersalah dan memberikan hasilnya pada Tim Investigasi. Juga karena kasusnya belum masuk ke pengadilan jadi bisa lebih cepat dan prosesnya tidak berbelit." "Oh." Kyra merasa bersalah dengan kata-kata yang seenaknya ia ucapkan. Ia melirik ke arah Mika. "Untuk apa dijelaskan," Mika menimpali. "Bekerja sama dengan Tim Penyelidik adalah kewajiban bukan sekadar untuk membebaskanmu. Lagi pula semakin cepat kasus bisa selesai akan
Kyra benar-benar pulang. Pulang, kembali ke kota kelahiran, tempatnya tumbuh, dan tinggal. Tapi tempat yang pertama kali ia kunjungi setelah tiba bukan rumahnya, bukan pula rumah ayahnya. Kyra hanya mengirim pesan pada orang tuanya. Meminta mereka jangan khawatir. "Kita ke sini mau bertemu orang atau mencari orang?" tanya Mika ketika masuk ke sebuah rumah makan. "Karena kita ke tempat makan, sudah pasti untuk makan," jawab Kyra. Mika tidak percaya. Saat masih di bus Mika sudah menawarkan roti tapi Kyra menolak. Kalaupun ingin makan, Kyra akan memilih tempat makan sederhana bukannya ke rumah makan yang dilihat dari desain tempatnya saja sudah mahal. "Kenapa? Enggak percaya?" Kyra bisa membaca dengan jelas keraguan Mika. Rumah makan yang mereka datangi tidak begitu ramai. Satu meja diisi oleh enam keluarga, sementara tiga meja yang lainnya diisi oleh dua dan tiga orang. Kyra memilih duduk di dekat jendela. Selain bisa melihat
“Kyra!” Bailin mengejar Kyra yang baru keluar. Keduanya pergi ke sisi lain, sedikit menjauh dari Mika untuk berbicara empat mata. Mika mengamati dari sudut matanya. Bailin lebih mendominasi pembicaraan sementara Kyra hanya mendengarkan dengan kepala tertunduk layaknya anak magang di hari pertama kerja. Sebelum pergi, Bailin menepuk lengan Kyra lembut. Membuat wajah Kyra merona. Mika menatap Kyra begitu wanita itu berdiri di depannya. Rona pada wajahnya, senyum yang tersungging di sudut bibir, Mika bisa melihatnya dengan jelas. "Apa?" Kyra merasa risi ditatap terus-menerus. Mika tidak menjawab. Ia berhenti menatap dan tersenyum. "Ini bukan seperti yang kamu pikirkan, ya!" tambah Kyra. "Memang apa yang kupikirkan?" "Pokoknya bukan seperti yang kamu pikirkan!" Wajah Kyra semakin merona. "Ayo, kita pergi!" Kyra berjalan lebih dulu. "Apa perlakuan Bailin saat kamu masih bekerja di sana baik?"
Tiga jam kemudian Mika telah berada di rumah. Kyra dan Razan juga ada di sana. Kyra berjalan mondar-mandir. Sementara Razan duduk dengan terus-menerus menggoyangkan kakinya. Mereka jelas merasa cemas. "Hanya bertemu, kan. Kenapa kalian harus sekhawatir ini?" Mika berbicara dengan enteng. Seolah semua hal yang sebelumnya terjadi hanya main-main. Seolah tidak ada yang pernah menjadi korban. Setelah mendapat pesan dari Adien, Mika memutuskan untuk pulang. Mereka harus memikirkan hal-hal yang perlu dilakukan. Harus mempersiapkan diri. Pesan yang Adien kirim berisi permintaan untuk bertemu. Hanya berdua. Adien bilang, ia menemukan petunjuk pada undangan dan meminta Mika datang dengan membawa undangan miliknya. Adien tidak bisa mempercayai siapa pun karenanya Mika harus datang sendiri. Adien juga bilang kalau sebenarnya ia diawasi jadi harus berhati-hati dalam bertindak. "Hanya bertemu?!" Kyra berteriak di depan wajah Mika. Benar-benar tidak
Mika mempercepat langkahnya. Sesekali ia melihat ke belakang, sesekali melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sesuatu yang ada di tangan kanannya ia dekap erat. “Taksi!” Mika memberhentikan taksi yang lewat di depannya. Ia memperhatikan lagi sekelilingnya sebelum naik. Memastikan tidak ada yang terlihat mengikutinya. “Kita mau ke mana, Mbak?” “Ke tempat ini!” Mika menunjukkan lokasi yang Adien kirimkan melalui via WhatsApp. Kurang dari lima menit lagi sebelum waktu yang Adien janjikan untuk bertemu. Mika jelas akan sampai terlambat. Ia semakin tidak tenang. Mika lebih sering melihat ke belakang, lebih sering memperhatikan waktu. “Pak, bisa lebih cepat?” “Baik, Mbak.” Sopir menaikkan laju kendaraannya. Melintasi jalan yang tidak begitu padat. Mika berhenti di sebuah halte seperti yang diinstruksikan dalam pesan. Ia kemudian
Dalam video game, setelah pemain berhasil mengumpulkan undangan, memecahkan kasus, dan menyelesaikan misi, undangan yang ia kumpulkan akan membawanya ke dunia yang berbeda. Sama sekali tidak disebutkan mengenai apa pun yang berhubungan dengan organisasi. Hanya saja, ada sebuah lambang mirip dengan huruf kapital ksi dalam alfabet Yunani dengan posisi garis tengah vertikal. “Ayo, masuk! Kita lanjutkan di dalam.” Adien membuka pintu dan mempersilakan Mika masuk lebih dulu. Begitu Mika masuk, Adien menyusul, pintu kemudian tertutup. “Di mana sakelar lampunya?” Mika meraba-raba langkahnya. Ruangan gulita, tertutup rapat. Sama sekali tidak ada celah untuk cahaya dari luar diam-diam menyelinap masuk. Begitu mata Mika telah terbiasa dalam gelap, ia bisa merasakan bahwa ruangan adalah sebuah tempat yang lapang, tanpa dinding penyekat. Di tempat Mika berdiri, ia merasakan langkah
Rencana telah selesai dibuat, duplikasi undangan pun sedang dikerjakan. Hanya saja tidak disangka untuk membuat undangan yang sama persis membutuhkan waktu yang cukup lama. "Sejadinya saja. Bukankah hanya untuk formalitas?" ucap Mika. "Enggak!" tegas Kyra. "Datang dengan membawa undangan palsu saja sudah berisiko. Sekarang kamu mau pergi dengan undangan yang belum selesai dikerjakan?" "Tapi waktunya mepet." "Tunggu sebentar lagi," kata Kyra. "Adien yang memanggilmu, dia yang butuh kamu datang. Jadi Adien enggak akan pergi hanya karena kamu terlambat beberapa menit. Dia pasti akan menunggu." "Kyra benar," Razan menimpali. "Lebih baik berhati-hati untuk mencegah hal yang tidak diinginkan." Dua lawan satu, Mika tidak bisa berbuat apa-apa selain menurut. Lagi pula ekspresi Kyra telah menunjukkan dengan tegas tidak ada lagi tawar-menawar. Akhirnya Mika menghabiskan waktunya untuk menunggu dengan gelisah.
Selagi Mika bertahan dari serangan demi serangan yang Adien lancarkan, sebuah ledakan kembali terdengar. Akibatnya Mika lengah dan kulit lengan atasnya robek. Adien masih terus menyerang. Mengayunkan pisau di tangannya dengan ganas. Sama sekali tidak memberi waktu pada Mika untuk merasa terkejut. Langkahnya cepat, memburu, jelas niatnya adalah membunuh. Di sisi lain Mika belum membuat keputusan. Ia hanya tahu harus bertahan, harus tetap hidup. Tapi bertahan dengan cara menghindar bukan jalan keluar. Dari segi fisik Mika jelas lebih unggul. Tapi kegilaan Adien saat ini dan kenekatannya dalam bertindak, membuat Mika terintimidasi. Jika mengikuti alur permainan artinya Mika harus siap melukai orang lain. Harus siap menanggung risikonya. "Mau sampai kapan kamu menghindar?! Kamu enggak mau segera keluar dan mengumpulkan potongan tubuh teman-temanmu?!" Adien memprovokasi. Langkah Adien yang cepat terus menyudutkan Mika sampai akhirnya Mika ter