Mika mempercepat langkahnya. Sesekali ia melihat ke belakang, sesekali melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sesuatu yang ada di tangan kanannya ia dekap erat.
“Taksi!” Mika memberhentikan taksi yang lewat di depannya. Ia memperhatikan lagi sekelilingnya sebelum naik. Memastikan tidak ada yang terlihat mengikutinya.“Kita mau ke mana, Mbak?”“Ke tempat ini!” Mika menunjukkan lokasi yang Adien kirimkan melalui via WhatsApp.Kurang dari lima menit lagi sebelum waktu yang Adien janjikan untuk bertemu. Mika jelas akan sampai terlambat. Ia semakin tidak tenang. Mika lebih sering melihat ke belakang, lebih sering memperhatikan waktu.“Pak, bisa lebih cepat?”“Baik, Mbak.” Sopir menaikkan laju kendaraannya. Melintasi jalan yang tidak begitu padat.Mika berhenti di sebuah halte seperti yang diinstruksikan dalam pesan. Ia kemudianDalam video game, setelah pemain berhasil mengumpulkan undangan, memecahkan kasus, dan menyelesaikan misi, undangan yang ia kumpulkan akan membawanya ke dunia yang berbeda. Sama sekali tidak disebutkan mengenai apa pun yang berhubungan dengan organisasi. Hanya saja, ada sebuah lambang mirip dengan huruf kapital ksi dalam alfabet Yunani dengan posisi garis tengah vertikal. “Ayo, masuk! Kita lanjutkan di dalam.” Adien membuka pintu dan mempersilakan Mika masuk lebih dulu. Begitu Mika masuk, Adien menyusul, pintu kemudian tertutup. “Di mana sakelar lampunya?” Mika meraba-raba langkahnya. Ruangan gulita, tertutup rapat. Sama sekali tidak ada celah untuk cahaya dari luar diam-diam menyelinap masuk. Begitu mata Mika telah terbiasa dalam gelap, ia bisa merasakan bahwa ruangan adalah sebuah tempat yang lapang, tanpa dinding penyekat. Di tempat Mika berdiri, ia merasakan langkah
Rencana telah selesai dibuat, duplikasi undangan pun sedang dikerjakan. Hanya saja tidak disangka untuk membuat undangan yang sama persis membutuhkan waktu yang cukup lama. "Sejadinya saja. Bukankah hanya untuk formalitas?" ucap Mika. "Enggak!" tegas Kyra. "Datang dengan membawa undangan palsu saja sudah berisiko. Sekarang kamu mau pergi dengan undangan yang belum selesai dikerjakan?" "Tapi waktunya mepet." "Tunggu sebentar lagi," kata Kyra. "Adien yang memanggilmu, dia yang butuh kamu datang. Jadi Adien enggak akan pergi hanya karena kamu terlambat beberapa menit. Dia pasti akan menunggu." "Kyra benar," Razan menimpali. "Lebih baik berhati-hati untuk mencegah hal yang tidak diinginkan." Dua lawan satu, Mika tidak bisa berbuat apa-apa selain menurut. Lagi pula ekspresi Kyra telah menunjukkan dengan tegas tidak ada lagi tawar-menawar. Akhirnya Mika menghabiskan waktunya untuk menunggu dengan gelisah.
Selagi Mika bertahan dari serangan demi serangan yang Adien lancarkan, sebuah ledakan kembali terdengar. Akibatnya Mika lengah dan kulit lengan atasnya robek. Adien masih terus menyerang. Mengayunkan pisau di tangannya dengan ganas. Sama sekali tidak memberi waktu pada Mika untuk merasa terkejut. Langkahnya cepat, memburu, jelas niatnya adalah membunuh. Di sisi lain Mika belum membuat keputusan. Ia hanya tahu harus bertahan, harus tetap hidup. Tapi bertahan dengan cara menghindar bukan jalan keluar. Dari segi fisik Mika jelas lebih unggul. Tapi kegilaan Adien saat ini dan kenekatannya dalam bertindak, membuat Mika terintimidasi. Jika mengikuti alur permainan artinya Mika harus siap melukai orang lain. Harus siap menanggung risikonya. "Mau sampai kapan kamu menghindar?! Kamu enggak mau segera keluar dan mengumpulkan potongan tubuh teman-temanmu?!" Adien memprovokasi. Langkah Adien yang cepat terus menyudutkan Mika sampai akhirnya Mika ter
"Menyerah saja. Kamu tidak akan bisa mengalahkanku." Mika telah kembali menemukan kepercayaan dirinya. Ia tahu tidak akan mudah dikalahkan. Setelah bergulat selama tiga puluh menit, baik Mika ataupun Adien mengambil jeda untuk beristirahat. Nafas naik turun tidak beraturan, peluh membasahi leher, sementara kening berkerut dalam menahan sakit. Mika dan Adien sama-sama kelelahan. Tenaga telah terkuas dalam jumlah banyak. Rasa sakit dari luka iris yang belum sembuh, kembali terbuka karena banyak digunakan bergerak. Otot di sekitar luka dipaksa bekerja keras menghasilkan kekuatan. Tetes darah yang tersebar di lantai menandakan tidak hanya Mika yang terluka, di sisi Adien pun sama. "Menyerah?" Adien tersenyum mengejek. "Sepertinya kamu terlalu berlebihan menilai diri sendiri." Darah di pipi Adien kembali menitik. Adien terluka di pipi, namun tidak dalam. Ia berhasil menghindar di saat yang tepat hingga dapat mengurangi kedalaman luka. Juga
"Kamu gila, ya!" jerit Mika murka. Seandainya Mika tidak menyadari rencana Adien dan terlambat menarik pisaunya menjauh, jelas yang akan terjadi sangat berbahaya. Meski mempertaruhkan nyawanya sendiri, Adien sama sekali tidak ragu bertindak. "Sudah kubilang aku berbeda denganmu." Adien segera memanfaatkan kesempatan untuk lepas dari bekukan Mika. "Apa yang mau kulakukan, itu yang kulakukan. Dengan sikapmu yang selalu ragu-ragu seperti ini kamu pikir bisa mendapatkan sesuatu? Bisa menebak akhir permainan ini?" "Terima kasih atas nasihatmu tapi ragu-ragu lebih baik dibanding salah langkah," sungut Mika. "Membosankan!" desis Adien. Adien mengambil pisau baru dan kembali memulai serangan. Sejak awal selalu Adien yang agresif. Selalu ia yang berinisiatif menyerang lebih dulu. Semangatnya sama sekali tidak turun meski Mika lebih mendominasi. Menyadari semangat Adien yang tidak pantang menyerah, semakin Mika tidak ingi
Laisa telah menemukan target yang ia cari. Yuta, pemuda berusia 21 tahun, tinggi 180 senti, dengan tubuh kurus. Di luar dugaan, tidak sulit menemukan pemuda itu. Ketika beraksi di dunia maya, Yuta menggunakan komputer di sebuah warnet 24 jam. Laisa telah bertanya pada pemilik warnet dan Yuta memang sering datang bahkan menginap saat malam. Harusnya target yang Laisa cari memang Yuta, tapi pemuda itu terlihat biasa. Sama sekali tidak ada yang spesial. Yuta tidak memiliki banyak teman dan lebih sering terlihat sendiri. Kesibukannya hanya kuliah dan bekerja paruh waktu. Awalnya Laisa ingin bertindak, segera menyelesaikan misinya dan pulang. Tapi tiba-tiba saja ia teringat pesan Mika. Tidak boleh ceroboh, tidak boleh terburu-buru. Laisa kemudian menahan diri. Memilih untuk mengawasi pemuda itu. Barang kali ada sesuatu yang bisa ia dapat. “Cola onegai![1],” kata Laisa sembari menyerahkan uang receh terakhirnya.
Begitu Laisa turun dari pesawat, ia segera lepas landas menuju rumah sakit tempat Mika di rawat. Laisa berlari dengan panik. Menabrak orang lewat, nyaris terbentur brankar, dan hampir jatuh tersandung kaki sendiri. Begitu sampai di kamar rawat, sepupu yang tengah ia khawatirkan setengah mati sedang tertawa. Ada Kyra dan Razan yang menemani. Mendapati Mika sama sekali tidak menyesal membuat dirinya sendiri terluka, membuat Laisa semakin sebal. "Laisa, kamu sudah pulang," sapa Razan. Laisa tidak membalas. Ekspresinya yang tidak ramah membuat keadaan mendadak hening. Mereka tahu Laisa marah. "Bukannya kamu menyuruhku agar berhati-hati? Bukannya kamu menyuruhku agar jangan ceroboh? Lalu bagaimana denganmu? Kenapa saat aku berhati-hati justru kamu yang bersikap ceroboh?!" "Laisa ..." "Jangan memotong!" Laisa beralih pada Razan yang menginterupsi. Seketika itu juga Razan kembali merapatkan bibirnya. "Iya,
"Masuk!" Laisa muncul dari balik pintu dan berbicara dengan satu kata kemudian menghilang. Kyra dan Razan yang menunggu di kursi lorong saling bertukar pandangan, kemudian tersenyum. Keduanya beranjak masuk. Laisa duduk dengan malas di kursi samping ranjang. Ia mengupas buah tapi bukan untuk Mika melainkan untuk dirinya makan sendiri. Begitu Razan dan Kyra masuk, jangankan melirik, Laisa berpura-pura tidak tahu. Ia memasang wajah datar dan tetap fokus pada apel yang ia kupas. "Tanganmu masih nyeri?" tanya Kyra. Ia duduk di tepi ranjang sebelah kanan. “Sudah lebih baik.” Laisa melirik dari sudut matanya. Memperhatikan setiap hal yang Kyra lakukan. "Apel ini saya belikan untuk Mika karena dia sakit. Tapi sekarang kenapa justru Laisa yang makan?" Razan mencoba menggoda Laisa. Berusaha mengembalikan suasana hati Laisa yang belum membaik. "Cerewet! Memangnya Mika bisa menghabiskan semuanya sek