Hari sudah teramat sore ketika Laisa, Kyra, dan Razan membuat janji temu di sebuah warung bakso dan mi ayam pinggir jalan. Laisa bukan tipe yang terlalu pemilih soal tempat makan. Selama bersih dan enak, ia bisa makan di mana pun.
"Ke mana, sih, bocah itu? Sampai sekarang belum kelihatan juga batang hidungnya," omel Razan. Tidak dipungkiri bahwa ia merasa cemas.Janji temu dibuat oleh Laisa. Tempat pertemuan pun ia yang memilih. Dan waktu telah berlalu selama 30 menit dan wanita itu belum juga muncul untuk menunjukkan kehadirannya."Jangan khawatir!" ujar Kyra yang membaca kecemasan Razan dengan jelas. "Dari kita berempat, orang yang sama sekali tidak perlu dicemaskan adalah Laisa."Dari segi bela diri, Laisa adalah yang paling menonjol di antara mereka. Bahkan juga paling menonjol di antara banyak orang. Dari segi kecerdikan, Laisa juga tidak bisa dianggap remeh.Benar, Laisa adalah orang yang tidak perlu dikhawatirkan. Wanita itu dalam banyak hal melebihi“Selagi menunggu bagaimana kalau kita mulai membuka pembahasan," Razan mengusulkan. Kyra dan Laisa saling bertukar pandangan. Meski keduanya memiliki kekhawatiran yang sama, tidak ada yang bisa mereka lakukan selain menunggu."Jangan khawatir setelah Ibu Mika pergi, Mika akan berhenti berpura-pura tidur dan langsung menghubungi kita," tambah Razan yakin. Keyakinan Razan bukan tanpa alasan, karena memang seperti itulah kejadian-kejadian yang pernah mereka alami sebelumnya.Laisa berpikir sesaat, berusaha tetap positif, kemudian mengangguk. Ia setuju dengan usul Razan. Pun Kyra ikut mengangguk. Menunggu Mika tanpa melakukan apa pun hanya membuat perasaan semakin tidak tenang. "Kalau begitu dimulai dari aku." Kyra menawarkan diri.Kyra menceritakan mengenai penyamarannya masuk ke SMA alumni Nova. Tidak pergi ke Universitas karena tempat Nova melanjutkan pendidikannya berada di luar kota. Alhasil Kyra memilih tempat yang mudah dijangkau untuk memulai penyelidikan.Pilihan Kyra tidak sal
Halaman semakin ramai oleh penonton yang menutup mata karena ngeri.Suara gedebuk terdengar memilukan. Tubuh wanita yang jatuh membentur bumi mengejang sesaat, sebelum nyawa pergi untuk selamanya. Darah yang awalnya setitik, meluas, dan semakin melebar. Aroma amis diterbangkan oleh angin.“Mika!!”Kyra menerobos kerumunan sementara Laisa masih tidak bisa bergerak dari tempatnya. Takut harus menerima kenyataan. "Mika!" panggil Kyra sekali lagi begitu berhasil menembus barisan paling depan.Tatapan Kyra lurus, tertuju pada ekspresi kesakitan yang tidak hilang meski jantung wanita yang terbaring itu telah berhenti.Bagaimana tidak sakit dan penuh derita, sel darah dan tengkorak kepala pecah. Patah tulang, serta aorta terputus.Kyra masih menatap dalam diam. Cukup lama, seperti otaknya sedang mencari-cari sebuah informasi. Daya tangkapnya menjadi lebih lamban dan sejurus kemudian, ia menghela nafas.Perasaan lega memenuhi kepala Kyra. Perasaan yang kalut perlahan tenang.Wanita yang suda
“Mika, kamu enggak apa-apa?” Laisa bertanya memburu.“Mika, kamu baik-baik saja?” Kyra juga menanyakan hal yang sama.Yang ditanya hanya mengangguk. Tidak berusaha menjelaskan keadaannya. Tidak juga membuat dirinya terlihat baik-baik saja. Tatapan mata Mika tertuju pada selimut yang menutupi kakinya tapi pikirannya mengelana jauh. Mika seolah kehilangan jiwanya.“Meski kami tidak bisa menahanmu tanpa adanya bukti, Anda tetap orang yang saat ini paling dicurigai. Jadi, Aktifkan selalu ponsel Anda agar kami bisa memanggil Anda kapan pun.” Seorang petugas berbicara pada Mika.Lagi, Mika hanya mengangguk."Kalau ada hal penting yang kamu ingat jangan lupa untuk menghubungi kami," kata petugas itu lagi."Saya mengerti."Petugas itu berbicara pada Laisa dan Kyra sebentar sebelum meninggalkan ruangan. Tidak ada informasi berharga yang berhasil dikumpulkan dari Mika. Karena Mika masih dalam proses pemulihan, dokter tidak mengizinkan petugas memberi tekanan berlebih pada Mika.Sebagai seorang
Setelah sekali berbohong, akan ada kebohongan-kebohongan lain. Satu kebohongan untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Begitu seterusnya. Kebohongan bukan candu, tidak memabukkan tapi membuat orang ketagihan. Melakukannya lagi dan lagi.Razan masuk ke sebuah bar. Suara bising musik yang menyentak-nyentak dan luapan manusia yang ada di mana-mana membuatnya kesulitan menemukan tempat yang akan dituju. Ia terus berjalan, sesekali melihat ke belakang, sesekali menatap sekeliling.Razan datang ke tempat ini bukan untuk bersenang-senang. Bukan juga untuk menghabiskan waktu. Ini pertama kalinya dia datang dan tujuannya untuk menemui seseorang dan mengakhiri segalanya.Tempat yang Razan tuju ada di lantai dua. Setelah memperlihatkan kartu pengunjung VIP pada penjaga di depan tangga, Razan diizinkan naik. Ia kemudian masuk ke sebuah ruangan.“Lama sekali.” Seorang pria bertopeng yang telah berada dalam ruangan berkomentar dengan nada bosan.Razan tidak menanggapi. Ia duduk di depan orang itu dan
Mika berbaring dengan mata terpejam namun kesadarannya masih utuh terjaga. Kejadian di atap masih membayanginya. Saat di pulau, Mika telah beberapa kali melihat kematian. Di luar pulau, Mika kembali melihat kematian. Begitu dekat, mengerikan. Mika merasa lelah, mentalnya tidak kuat.Mika meringkuk di ranjang layaknya seorang bayi. Meski tidak ingin, otaknya memuat lagi reka ulang semuanya.Mika tiba-tiba teringat hal penting ketika ibunya ke luar untuk membeli sesuatu. Tidak ingin membuang-buang waktu, Mika pergi untuk memastikannya."Permisi, saya mau bertanya." Mika mendatangi meja resepsionis dan bertanya pada perawat yang berjaga di sana."Iya, ada yang bisa saya bantu?""Bisa saya bertemu dengan dokter atau perawat yang terlibat dengan operasi Rania? Ada yang mau saya tanyakan," tanya Mika. Ia tidak mungkin mendatangi kamar rawat Rania tanpa izin. Ada polisi yang berjaga 24 jam di sana."Mohon maaf tapi kami memiliki peraturan untuk menjaga privasi pasien.""Bukan, bukan. Yang mau
Di dalam kamar yang serba putih dengan aroma khas desinfektan, terasa sunyi, tenang. Ketenangan palsu. Sunyi yang tak sesungguhnya. Sebenarnya suara-suara yang berada dalam pikiran tidak mau berhenti bicara. Ingatan tentang satu kejadian dengan kejadian lainnya muncul silih berganti.“Kamu tidak tahu apa yang sedang kamu lawan, karena itu kamu pikir kamu masih memiliki harapan. Aku berbeda.” Kata-kata Rania kembali mengiang di telinga Mika.Mata Mika kembali terbuka. Keningnya berkerut dalam. Ia tahu jalan yang saat ini ia pilih tidaklah mudah. Ia telah menyadarinya sejak awal. Tapi Mika tidak pernah tahu kalau ia masih tetap berada dalam kegelapan meski telah berjalan cukup jauh. Meski beberapa nyawa telah dikorbankan.Awalnya Mika pikir selama ia berusaha keras, selama ia terus menggali, maka kebenaran akan segera terungkap. Apa yang ia cari akan segera didapatkan. Namun tampaknya pikiran Mika terlalu naif untuk wanita seusianya. Harusnya ia sadar apa yang terjadi tidak selalu sejal
Laisa kembali bersama dengan Kyra. Keduanya masuk ke ruangan di mana Razan tengah menunggu seorang diri. Laisa siap mendengarkan kebenaran yang Razan sembunyikan. Ia duduk di seberang tempat Razan duduk dan menatap tajam.Kyra yang baru masuk, menatap berkeliling, mengamati seisi ruangan. Sebuah sofa terbalik, pecahan piring dan gelas berhambur di lantai. Jejak sepatu ada di mana-mana. Melihat keadaan yang begitu kacau di dalam ruangan, ia bisa memperkirakan perkelahian sengit seperti apa yang baru saja terjadi."Kamu ingin lebih dulu menjelaskan, atau aku yang lebih dulu bertanya?" Nada bicara Laisa terdengar tidak menyenangkan. Ia mengacungkan undangan yang ada di depannya."Mengenai undangan itu ..." Razan memulai dengan ragu. "Undangan itu ... milikku.""Milikmu?!" Laisa memekik tidak percaya. "Kamu masih mau berbohong?!" tambahnya menyalak."Saya tidak bohong," balas Razan. "Laisa bisa melihat nama yang tertera di bagian dalam."Kyra yang duduk di samping Laisa, tanpa aba-aba mer
Razan bersikeras minta diberi waktu untuk bicara berdua dengan Laisa. Kyra sebenarnya merasa keberatan. Ia pikir, ia memiliki hak untuk mengetahui kebenaran yang Razan sembunyikan. Orang yang terlibat sejak awal adalah dirinya. Dibanding Laisa maupun Razan, Kyra memiliki alasan paling kuat untuk mengetahui segala yang bersangkutan dengan kasus.Namun, melihat dari sisi lain, apa yang terjadi antara Laisa dan Razan juga melibatkan masalah pribadi keduanya. Karena masalah umum dan pribadi tercampur aduk, dengan berat hati Kyra memberi ruang untuk keduanya bicara berdua.Kyra meninggalkan ruang karaoke dan berdiri menunggu di luar. Ia harus senantiasa siaga, agar jika sesuatu terjadi, ia bisa cepat mengambil tindakan.Membiarkan Laisa dan Razan berbicara berdua, Kyra hanya bisa meninggalkan kepercayaannya. Ia yakin Laisa tidak akan mudah terperdaya pada apa yang mungkin Razan akan tawarkan."Semoga saja." Kyra menghela napas dan berkata lirih. Tampaknya ia tidak yakin seratus persen pada