Bab 26Ardi terus berlari menyelamatkan diri dari beberapa orang yang memburunya. Beruntung tubuhnya yang besar, bisa langsung menyelamatkan dari tiga orang yang berpakaian tertutup. Ardi menilai mereka bukanlah orang sembarangan, juga senjata yang mereka pakai. Ardi terdiam di balik tong besar, bersembunyi menunggu para pemburu itu mendekat.Ini tak bisa dibiarkan! Setidaknya lumpuhkan mereka dulu. Pikir Ardi.Tak lama dari sebelah kiri dirinya bersembunyi terlihat bayangan tubuh seseorang yang berjalan pelan penuh waspada, moncong senapan panjang itu sudah terlihat muncul dari sisi kiri tubuhnya. Ardi pelan menahan napas, persekian detik, tangannya langsung menarik kuat ujung senapan itu, hingga tubuh pemegangnya langsung terjatuh dan ditindih tubuh Ardi, dengan totokan jarinya di tengkuk leher, membuat lawan langsung pingsan. Semua terjadi tanpa suara ribut, Ardi mengeluarkan semua peluaru yang ada di senapan tersebut, membuang di sebelah tubuh lawan. Matanya terus bergerak meli
Sampai juga Ardi di ibu kota, dengan menelpon Tommy, untuk segera mejemputnya, dirinya kaget saat melihat sahabatnya itu diserang beberapa orang, Tommy sampai terlupa karena dirinya tahu pasti ada alat pelacak di jam tangan Baskoro. Kini mereka tahu dalang dari semua ini ada di dalam lingkungan Baskoro. Tapi mereka belum tahu siapa pelakunya. Musuh dalam selimut ini bukan urusan mereka, saat ini adalah meminta uang upah mereka. Tommy jadi teringat dengan uang di simpan dalam brankas besi milik Ardi.Mereka tak bisa melacak uang tersebut. Tommy langsung meluncurkan mobilnya ke rumah Mama tirinya Ardi.Sesampainya, di sana, bergegas Ardi mengambil tas tersebut, tanpa membukanya.Tommy segera tancap gas, pergi sejauh mungkin dari tempat tersebut."Kita ke Anyer!"seru Ardi cepat.Mobil meliuk menuju kawasan Anyer.Setelah sampai di sana, saat sore menjelang. Tommy tak langsung membuka tas tersebut, pasti ada sesuatu pada tas tersebut ataupun yang lain. Tommy memasangkan alat pelacak rakit
'Sialan' batin Laras. kelakuan Puspa kakaknya ini betul-betul keterlaluan Dirinya pasti sengaja mempermalukan dirinya di depan umum.Lukman memperhatikan Laras, dirinya paham benar apa yang sudah terjadi antara Ardi dan Laras.Laras mundur sesaat menghindari kerumunan tersebut padahal hatinya ingin sekali membantu Ardi. Ada perasaan sedih dalam wajah Laras.Lukman langsung mendekati kerumunan tersebut "Tolong biarkan Pak Ardi siuman dulu, jangan dirubung kaya gini! " Lukman pun mendorong orang-orang yang terlalu dekat melihat Ardi.Puspa duduk di dekat Ardi membelai pipi suaminya yang terasa dingin."Sayang, bangunlah. Kau terlalu cape, bekerja. sayang ...." Suara Puspa mendayu."Biarlah, Mbak. pakai minyak angin ini, Mbak." Lukman pun menyondorkan minyak angin pada Puspa.Laras menatap hal tersebut dari jauh. Mengharap Ardi cepat siuman.Puspa melihat Laras masih berdiri jauh dari mereka."Hai!!! mengapa kau masih juga di situ! sana pergi yang jauh." bentak Puspa pada Laras."Aku ka
Laras pun terkejut dengan kedatangan kakak ipar yang juga teramat dikasihinya."Sejak kapan , kau berdiri di situ, Ardi?" tanya Kartika merasa akan terjadi sesuatu setelah ini."Sejak tadi, dan siapa Ridho?" Sebuah pertanyaan ditujukan pada Laras, yang membuat Laras jadi tak bisa menjelaskan."Di-a ....""Siapa? Lelaki yang akan dijodohkan denganmu? Seperti apa orangnya? Sudah mapan kah? Apa pekerjaannya? Apa kau suka?" Berbagai pertanyaan dari Ardi, membuat Kartika mati kutu."Aku juga kakak iparnya Laras, bukan. Dan berhak mengetahui hal tersebut, Mah.""Iya, Ardi. Maafkan, Mama. Tak menceritakan pada kamu ataupun Puspa.""Puspa tak tahu hal ini?"Kartika dan Laras saling berpandangan, Laras langsung menundukkan kepalanya. Tak tahu harus bagaimana. Tak lama, datang Puspa setengah berlari."Mas Ardi, kau ternyata di sini, aku mencarimu ke mana-mana. Mama? Mengapa ada di sini?" tanya Puspa heran, lalu pandangannya beralih ke Laras."Dan, kau! Mengapa masih ada di sini!" bentakan Puspa
Mobil itu, berputar 360 derajat, entah bagaimana para penumpang dalam mobil tersebut, keadaan jalan tol yang sepi itu tak memancing banyak warga yang datang. Salah satu sniper mendekati mobil tersebut. Memeriksa dan mulai menarik tangan seseorang, yaitu Baskoro.Pintu tengah mobil itu di bukanya dengan paksa dan menarik tubuh besar bos tersebut.Bos besar itu masih tersadar, tapi sengaja tak melawannya, dengan tubuh lemas, dan tak berdaya, dirinya menurut saja tangannya di tarik sedemikian rupa.Heri dan pengawal yang lain, mulai tersadar pada keadaan. Melihat tuannya, dalam bahaya. Heri langsung bergerak, melawan orang tersebut. Ke empat pengawal itu sudah siap siaga atas segala sesuatu yang akan terjadi.Baskoro sudah keluar dari mobil tersebut, Heri mengetahui situasi terjadi. Tas ransel warna hitam tak lepas dari gendongannya.Kini semua penumpang sudah keluar dari mobil tersebut.Saat sang sniper tersebut lengah karena tampak kelelahan, saat menarik tubuh Baskoro yang besar. Deng
Tommy masih mengawasi dari jauh, sepak terjang Baskoro dan pengawalnya betul-betul tak luput dari pengawasannya. Baskoro tak tahu backing dibalik duo devil ini, dan Baskoro pun tak tahu siapa sebenarnya Tommy ini.Tommy membiarkan mereka beraksi, memang itu yang harus dilakukan, bila Baskoro tak melakukan hal tersebut, malah nanti duo devil yang menjadi sasaran mereka.Sejak diketahui asal pelacak pada tas berisi uang tersebut, Tommy tahu siapa pemesan paket terlarang itu. Dirinya sampai terhenyak, ternyata hal ini melibatkan orang pejabat dalam negerinya sendiri.Pemasok terbesar, sudah ada ditangannya, bukti-bukti pun sudah ada dan nampak jelas.Tommy bukanlah orang bodoh, ilmu yang di dapatnya pun bukan hanya ilmu otodidak, berselancar dalam dunia hackers sudah dijalaninya sejak sekolah menengah pertama. Ayahnya sang pemilik perusahan otomotif terbesar, memberikan properti cukup memadai. Keluarga Tommy ada di luar negeri.Satu-satu etape mereka lalui sukses tanpa di kejar petugas,
Laras terus saja melangkah menyusuri koridor rumah sakit, tadi arah kemana mereka membawa Om Baskoro ya? Laras sempat tertinggal jauh."Cari siapa dek?" Seorang petugas rumah sakit bertanya pada Laras yang memang sedang kebingungan."Anu, e .... tadi aku seperti lihat orang yang aku kenal, terbaring sakit dan di bawa sama petugas, apa korban kecelakaan ya?""Oh, coba ke UGD, mungkin berada di sana? lewat sini, lurus saja, terus belok kiri.""Wah, terima kasih, Pak.""Iya, sama-sama."Laras segera menuju ke arah yang tadi di sebutan. Benar saja, unit gawat darurat ini, terlihat sepi, Laras melangkah ke bagian resepsionis"Selamat siang, boleh tanya, Mbak? apa.ada korban kecelakaan hari ini?""Nama pasien?""Maaf belum pasti sih, Mba. Tadi saya cuma lihat sekilas saja.""Wah, Mbaknya gimana? memang tadi ada pasien baru, tapi belum memberikan keterangan.""Oh ya, sudah maaf ya , Mbak."Laras langsung pergi dari tempat tersebut karena, merasa pasti bukan Om Baskoro yang baru saja dikenaln
Ardi menatap senjata di depannya, lewat matanya, pistol itu tak berisi penuh, baru saja peluru itu di keluarkan dengan cepat, terlihat penutup peluru itu tak begitu rapat.Tapi Ardi curiga, justru ada sebuah senjata lagi di balik tubuh komandan Intel ini."Apa yang harus aku jawab." Akhirnya Ardi membuka suara."Aku suka dengan caramu? pertama yang aku tanyakan, apa tujuan kalian melakukan hal ini?""Uang." Ardi langsung menjawabnya, "kami bukan pecandu, aku masih punya otak, dunia ini gersang bukan? tak mudah orang sepertiku, mendapatkan uang banyak sekali gayung."Tito tersenyum. Dirinya paham siapa Ardi, jagoan dalam trek, dan menjadi DPO karena trek liar ini, tapi itu sudah berlalu cukup lama."Kau tahu bukan? siapa yang sedang aku incar? Baskoro. dan kalian terus melindunginya."Tommy terdiam, kejadian semalam sebelum Baskoro tertembak memang dirinya malah melindungi Baskoro dari para sniper.Tito melirik pada Tommy."Kali ini, kau tak bisa bohong lagi padaku , Tommy."Perbincang