“Ah!” setelah berteriak Reyna reflek memutar tubuhnya hingga sadar bahwa bosnya melakukan hal ini dalam keadaan sadar karena mata pria itu yang terbuka lebar. “Pak Andreas?” ujar Reyna seraya mengedipkan mata berkali kali seakan belum percaya dengan apa yang sebelumnya Andreas lalukan padanya. “Kamu tidak suka?” tanya Andreas membuat Reyna sedikit bingung di detik detik pertama sebelum wanita itu akhirnya menyadari satu hal. Andreas mendekatkan wajahnya ke wajah Reyna yang kini nampak tersipu malu namun tetap ia coba tahan. “Saya pasti salah dengar,” gumam Reyna yang dibalas smirk dari bosnya. “Saya benar benar bertanya, apa kamu menyukai apa yang saya lakukan barusan?” tanya Andreas membuat Reyna menelan salivanya. Reyna mencoba memikirkan hal yang lebih positif dari bayangannya saat ini, namun nampaknya tidak ada hal positif pada kejadian barusan yang ia rasakan. “Maksud Bapak ketika Pak Andreas melakukan itu?” tanya Reyna memastikan dan dibalas anggukan oleh Andreas.Reyna men
"Lipstik saya bisa berantakan kalau begini," bisik Reyna membuat Andreas juga mencoba menghapus noda lipstik di sekitaran mulutnya.Andreas menghela napas berat lalu menganggukan kepalanya tanda bahwa ia akan menghentikan kegiatan ini. "Kamu sudah boleh bekerja," ucap Andreas pada Reyna yang mengangguk sebelum keluar dari ruangan pria itu. Reyna mengeluarkan kaca kecil yang biasa ia letakan di laci meja kerjanya untuk mengecek noda lisptik yang mungkin masih ada di sekitaran bibirnya. Selesai membersihkannya, Reyna kembali memakai lisptik lagi. Di dalam ruangan, Andreas terdiam di atas mejanya seperti tengah memikirkan sesuatu. Sampai sebuah panggilan telepon terdengar membuatnya segera mengangkat panggilan tersebut. "Ada apa menelponku?” tanya Andreas pada orang di sebrang telponnya. “Hari ini ada pesta di rumahku, kamu harus datang,” ucap pria tersebut yang tak lain adalah Ken. Andreas mengerutkan keningnya. “Kamu tidak pernah mengadakan selama ini, apa ada sesuatu yang aku tida
Wanita itu sampai tak sadar kalau sedari tadi dirinya yang berada di bawah sana bersama pria lain terus diperhatikan oleh Andreas. Dari atas sana, Clara dan Ken bisa melihat Andreas yang terus memperhatikan Reyna di bawa sana. “Kamu membawanya juga?” tanya Ken pada Andreas yang terdengsr menghela napas sebelum menganggukan kepalanya. Sedangkan Clara malah salah fokus pada cincin yang di kelilingi berlian saat Andreas mengangkat gelasnya sebelum meminum winenya. Modelnya memang tidak sama, tapi cincin Andreas dan Reyna terlihat seperti cincin pasangan jika di samdingkan pastinya. “Cincinmu bagus, apa itu baru?” tanya Clara yang dijawab santai Andreas dengan menganggukan kepalanya saja. Sepertinya saat kemarin ia bertemu Andreas di kantor, pria itu belum memakainya. Clara jadi semakin curiga dengan hubungan Andreas dan sekretarisnya. “Kalau mau ke bawah, bilang saja. Kamu terus memperhatikannya dari atas?” goda Ken pada Andreas yang menggelengkan kepala menolaknya. Sedangkan Reyna
Keesokan paginya, Reyna terbangun dipelukan Andreas yang masih setengah tidur. Wanita itu dengan perlahan bangkit dari sofa meninggalkan Andreas yang masih tidur. Setelah berhasil Reyna masuk ke dalam kamarnya untuk mandi dan siap-siap bekerja, tak sampai tiga puluh menit saat dirinya keluar dari kamar ia berpapasan dengan Andreas yang terlihat baru bangun. “Kenapa tidak membangunkan saya dari tadi?” tanya Andreas membuat Reyna tersenyum lebar. “Saya baru mau bangunkan Bapak, karena saya melihat Pak Andreas sangat kelelahan sedari malam,” ujar Reyna sebelum bergegas ke dapur untuk memasak sarapan. Hanya telur dan bakar roti serta beberapa slive daging yang kini menjadi sarapan keduanya, tak lupa Reyna juga menyiapkan segelas susu untuk bosnya. Seraya menunggu bosnya selesai bersiap sebentar lagi, Reyna memanfaatkan waktu dengan membaca berita tentang perusahaan Hilton House. “Semua masih terlihat stabil,” gumam Reyna dengan senyuman di wajahnya. “Apa yang membuatmu tersenyum sele
Reyna menahan tawanya melihat Andreas yang kini menggunakan celemek seraya memberikan makanan pada beberapa karyawan yang mengantri. Seumur ia bekerja dengan Andreas, ia tidak pernah melihat bosnya melakukan hal seperti ini. Karena biasanya Andreas hanya bergaul dengan perlengkapan yang biasa ia pakai untuk bekerja di dalam kantornya. Prang!Reyna segera menghampirinya ketika Andreas baru saja terlihat menjatuhkan piring besi yang akan diberikannya pada karyawan. “Pak Andreas, sepertinya sudah waktunya kita beristirahat,” ucap Reyna. Andreas menganggukan kepalanya sebelum berbalik badan seakan meminta Reyna membantunya untuk melepaskan celemek di lehernya. Reyna dengan senang hati membangu membukakan celemek yang dipakai Andreas. “Tolong berikan saya dua porsi,” ucap Reyna pada pelayan kantin disana yang mengangguk. Reyna membawa Andreas untuk ikut duduk di cafe karyawan. “Kenapa kamu menyuruh saya duduk disini?” tanya Andreas sebelum dua porsi makanan tiba di atas meja mereka.
“Saya hanya bercanda,” ucap Andreas sembari tertawa dihadapan Reyna yang hanya bisa menatap bosnya dengan pandangan aneh. “Pak Andreas, saya merasa Bapak harus melakukan pemeriksaan otak di rumah sakit,” ujar Reyna membuat Andreas menaikan satu alisnya. “Pak Andreas akhir-akhir ini sangat aneh, biasanya Bapak tidak pernah tertawa selebar ini lalu berbicara lebih dari tiga kata,” ucap Reyna pada Andreas kini mencubit hidungnya. “Setelah semua yang saya lakukan, kamu berfikir bahwa saya tidak normal dan menyuruh saya segera ke periksa ke rumah sakit. Menurutmu siapa disini yang tidak normal, meminta bosnya untuk melakukan pemeriksaan. Wah, hebat sekali,” kesal Andreas. Reyna mengelus hidungnya yang sempat dicubit bosnya. “Saya hanya memberikan solusi pencegahan sejak dini, kalau Bapak tidak mau yasudah,” ujar Reyna membuat Andreas merasa tak tertarik untuk membalas perkataannya. “Mendekat,” ucap Andreas pada Reyna yang menurut, wanita itu nampak mendekatkan wajah serta tubuhnya pad
Kini keduanya duduk bersebrangan, Reyna meminta Andreas untuk menjelaskan mengapa pria itu dengan berani membuka paket miliknya. "Di paket tersebuy bertuliskan nama saya Reyna," ujar Andreas membuat Reyna memastikannya kembali dan benar saja, karena memang ia baru mengingatnya. "Saya memang sengaja pakai nama Bapak, kan apartemen ini punya Pak Andreas. Ini hanya untuk memudahkan paket agar bisa masuk kemari, toh kalau memang Bapak tidak memesan paket kenapa harus merasa penasaran dan membukanya?!" kesal Reyna membuat Andreas menaikan satu alisnya. "Apa kamu baru saja mengomeli saya?" tanya Andreas pada Reyna yang langsung diam di tempat. "Saya hanya bercanda," ucap Reyna seraya tersenyum lebar sebelum mengambil kotak di atas meja dan pergi ke kamarnya, meninggalkan Andreas sendirian di ruang tamu. "Wah, apa akhir-akhir ini aku terlalu lembut kepadanya," pikir Andreas. Sedangkan di dalam kamarnya Reyna meruntuki dirinya sendiri yang dengan bodonya mencoba memerahi Andreas seperti
Reyna membuka matanya dan terkejut ketika melihat dirinya berada di atas sofa. “Apa aku tidur disini malam tadi?” pikir Reyna. Andreas keluar dari kamarnya yang hanya menggunakan handuk baju. “Bapak mau kemana?” tanya Reyna. “Ikut saya, saya mau ke rooftop, berenang,” ujar Andreas membuat Reyna mengangguk lalu izin untuk setidaknya hanya mencuci muka dan gosok gigi yang untungnya Andreas mengizinkannya. Selesai melakukan keduanya, Reyna tanpa berganti baju menghampiri bosnya. Keduanya keluar dari unit apartemennya menuju ke dalam lift. “Saya hanya menunggu Bapak saja nih, memangnya Pak Andreas tidak bisa berenang sendirian?” tanya Reyna membuat Andreas menoleh pada sekretarisnya yang nampak pemalas itu. “Kamu saja gaji untuk bekerja dengan saya juga, lalu hanya disuruh menemani saja kamu sudah mengeluh begini?” tanya balik Andreas membuat Reyna memanyunkan bibirnya. “Tapi inikan hari minggu, lalu kapan saya punya waktu istirahat,” ucap Reyna. Andreas membuang mukanya. “Anggap sa