"Dari mana-mana, yang aku kerjain tentang kerja sama dengan pabrik tahu," jawab Fariz. "Memangnya sejak kapan punya album ini? Aku aja gak tahu semua foto kecilku ini, dan yang berseragam sekolah, pasti nyuri, iya kan? Ngaku!" seru Salma. "Hahaha … kok istriku jadi galak? Ini fotonya semenjak kamu sah jadi istri aku sudah terkumpul rapi ini. Sebelumnya, ini memang pemberian dari mama kamu dan aku tambahkan foto-foto kamu yang aku dapat dari internet banyak kok. Kan kamu terkenal, Sayang! Ada yang aku curi juga saat menjaga ujian kamu, hehe," tawa Fariz sambil mengusap foto-foto itu. *** Sore menjelang maghrib, mereka berangkat ke pesantren. Jaraknya tidak terlalu jauh, sehingga adzan maghrib sudah sampai di pesantren. Melihat dari mobil terdapat banyak santri berbondong-bondong berangkat berjamaah, hari Salma jadi terenyuh. Tak ia sadari kalau ia melamun dan meneteskan air mata. Jangankan Salma yang sudah lama di pesantren dan berhati lembut, Fariz saja juga terenyuh melihat peman
"Judulnya Baby Permata," jawab Freya. "Wah-wah enaknya jadi istri musisi, dapat kejadian menarik, dibikinin lagu," ucap Salma. "Hehe… enak juga kan jadi istri CEO? Jatuh cinta dapat milih hadiah sepuasnya, dapat panti asuhan. Gimana kabarnya, udah jadi?" tanya Freya yang balik memuji Salma. "Aaah iya, setiap pekerjaan punya bidang istimewa masing-masing. Alhamdulillaah sudah tinggal sedikit lagi. Rencana, minggu depan peresmiannya," jawab Salma. "Waw, terus anak pantinya sudah ada yang kira-kira akan ke situ?" tanya Freya. "Ada, beberapa sudah masuk daftar. Aku gak tahu ya langkah Capa tuh gimana, tiba-tiba, sudah ngasih catatan daftar anak panti. Aku tanyain katanya rahasia." Salma nampak sambil berpikir. "Itu karena suami kamu gak mau kamu ikutan puyeng mikir palingan, biar kamu tinggal terima hasil aja," ucap Freya. "Bebas juga, tapi ada yang kebetulan pengurus panti sebelah akan pindah ke luar negeri. Pengurusnya sudah menyerahkan seluruh anak panti supaya pindah ke tempat a
"Maksudnya istri seperti payung tuh begini, kalau kamu lihat bagian payung, ada bagian atas ada juga kan yang dalam yang tidak terkena air? Nah, itulah perempuan, bisa mencegah masuknya air karena hujan deras. Perempuan itu tamengnya keluarga. Tapi, suami itu juga sangat dibutuhkan. Posisi suami seperti jeruji yang menyangga bagian payung. Maka dari itu, perempuan yang paling atas, merupakan bukti kuatnya cengkraman penjagaan jeruji, dan seorang ibu derajatnya lebih tinggi dari ayah. Sedangkan anak itu ibarat orang yang memakai payung. Semakin payungnya terkendali dan baik-baik saja, maka keamanan tidak terkena hujan juga semakin besar." "Masya Allah … kok Capa pintar sih?" kekeh Salma. "Hmm … Cama, Capa kan juga pernah dididik, apalagi sekarang kamu yang juga mendidik," gemas Fariz dengan mencubit pipi istrinya. "Ahhh memerah kan?" keluh Salma dengan mengelus pipinya. "Malah cantik kok," "Capa juga semakin tampan kalau gak marah-marah dan bentak-bentak" ucap Salma. "Memangnya,
"Iiih, kan udah pernah tanya," ucap Salma. "Belum kok, dulu Capa cuma tanyanya, kenapa bisa manja? Kalau sekarang siapa yang mengajarimu? Beda, kan?" "Oh, hahaha … jawabannya diri Salma. Lanjut obrolan yang tadi dong, Cama nungguin loh." Salma menarik tangan suaminya. "Obrolan yang mana?" Fariz pura-pura tidak tahu. "Ahhh! Ya udah mending tidur," rajuk Salma melepaskan tangan suaminya dan membalikkan badan. "Yakin nih, tidur?" ledek Fariz. *** Sesuai hari yang telah ditentukan, pada hari itu merupakan hari resepsi Salma dan Fariz di gedung impian Fariz. Salma juga sangat bahagia karena kakaknya waktu pernikahan di pesantren, belum jadi hadir, dan hari itu bisa hadir. Adik Fariz dulu juga belum ada. Kerabat Fariz dan Salma sekarang lebih lengkap yang bisa hadir. Karena saat pernikahan di pesantren, memang mendadak dan banyak yang belum persiapan. Saudara serta kerabat Salma dan Fariz banyak yang tinggal di luar provinsi dan luar negeri. Jadi, mereka harus mempersiapkan yang le
"Tentu suka dong, ternyata selera Capa sejoli juga dengan Cama. Cama kok lelah ya," ucapnya sembari bersandar ke suaminya. "Kamu lelah? Tapi terkesan dan bahagia, kan?" tanya Fariz. "Iya Capa," jawab Salma. Setelah semua selesai, Fariz dan Salma ke kamar. Mereka masih memakai kostum resepsinya. Rasanya, Salma sangat ngantuk dan ingin langsung tidur. Ia segera merebahkan tubuh tanpa ganti baju. Matanya terpejam, meski ia belum tidur. Fariz berusaha terus membangunkan Salma supaya membersihkan dirinya dulu. "Sayang, ganti baju dulu dan bersihin make upnya," ucap Fariz namun tak dianggap oleh Salma. "Cama, jangan begini, ah!" Fariz mengecup keningnya. Tapi hasilnya tetap saja. Salma tetap diam dan terlihat seperti sudah tidur beneran. Fariz jadi tidak tega mau melanjutkan membangunkan, tapi kostum yang dipakai juga pasti tidak membuat dirinya nyaman untuk tidur. "Bangun, nggak? Kalau nggak mau bangun, ya udah Capa yang melepas kostum kamu ini keseluruhan!" Seketika Salma terbangu
"Eh, Asma ngomong apa, Sal?" tanya Rifki. "Asma minta dedek bayi, Ayah. Kan Ontynya Siska habis acara rame-rame juga punya dedek bayi," ucap Asma dengan polosnya membuat Rifki dan mamanya yang baru datang juga tertawa. "Hahaha … itu ceritanya Asma habis dari acara tujuh bulanan ontynya Siska waktu di luar negeri. Tapi permintaan bagus nih untuk kalian, udah ada belum?" tanya Rifki. "Ooo begitu, hahaha ... masih kosong Kak, dan," "Baiklah Asma. Onty Salma akan berusaha yaaa, do'akan cepat ada dedeknya," sahut Fariz. "Ah iya Asma. Minta juga ke Ayah sama Mama yaa, biar Asma bisa serumah dengan dedek bayi," lanjut Salma. "Emang Ayah dan Mama bisa ya, Onty? Kan nggak habis rame-rame." Celotehan Asma semakin mewarnai obrolan tersebut. Asma hanya berpikir, anak kecil itu memahami kalau habis ada acara rame-rame yang menyudutkan suami istri, itu berarti akan bisa ada dedek bayi. Padahal, yang ia hadiri itu ialah acara tujuh bulan kehamilan, sehingga dekat dengan proses persalinan. Asm
"Aku Wildan, masih ingat, kan?" tanya Wildan dari telepon. "Oh iya, kita sejurusan kan, ya?" tanya Salma sengaja loudspeaker. "Iya betul. Kamu ada waktu hari ini?" tanya Wildan. "Maaf, aku sibuk," jawab Salma. "Mmm, sama laki-laki itu ya. Dia siapa sih? Kalian sudah seberapa dekat?" Salma sangat tidak suka mendengarnya. Siapa dia? Terlalu penasaran saja dengan orang lain. Papa Rahman hanya tertawa mendengarnya. Hal-hal semacam ini juga yang ingin papa Rohman hindarkan, kenapa papanya menjadikan sebuah syarat harus menikah dulu sebelum kuliah. "Dia suamiku," jawab Salma mematikan sambungan telepon dengan kesal. "Hahaha … bisa mencerna nasihat Papa?" tawa papa Rohman. "Hehe, iya Pa." Salma jadi malu mengingat waktu dulu di depan papanya. *** Akhirnya setelah beberapa hari, hari itu peresmian panti dilakukan. Semua yang akan menempati panti itu, beserta teman-teman Salma yang siap membantu juga datang. Asma juga tidak lepas dari dekat Salma. Ia ikut saja dari sebelum acara dim
"No! Kan Asma ingin ikut beli," ucap Asma."Ya sudahlah, Capa ikut ke tempat pentol juga aja mendingan," ucap Salma.Sebenarnya itu tidak beli. Karena Fariz sudah menyediakan berbagai makanan di sana. Mulai dari makanan ringan, jajanan dan juga makanan berat.Mereka sudah bilang ke Asma kalau itu gratis. Tapi ia tetap ngeyel pokoknya beli pakai uang. Salma dan Fariz pun tidak mempermasalahkan hal tersebut."Asma mau yang besar apa kecil?" tanya Salma."Yang besar Onty, yang isi telur," jawab Asma.Fariz iseng mencuri untuk mencium Asma karena gemas. Hasilnya Asma malah nangis karena nggak suka dicium Fariz. Anak kecil itu pun merajuk tidak mau melihat Fariz dan minta pergi dari tempat itu."Aaaaaah, huaaaaaaa …Onty ... Om Fariz jahat," tangis Asma dalam gendongan Salma.