"Hehe … minggu ini Humaira kan ada lomba sholawat sama qiro'ah juga di kota sebelah. Ya kan pasti ada tuh Cogannya, Humaira kedipin doang kok, tapi ya … fatal seminggu kena sidang terus," ucap Humaira dengan tawa kecilnya."Benar-benar kamu tuh. Matanya dijaga dong, itu maksiat mata namanya. Terus, usah berkali-kali disidang gak ada kapoknya kamu? Apa kamu ini minta dihukum?" Salma jadi geram mendengar sepupunya berperilaku seperti itu."Yee, jangan serem gitu dong, Kak. Namanya juga gak betah, udah untung aku gak pacaran," jawab Humaira."Memangnya ada yang mengajakmu pacaran?" tanya Salma."Anak sini, ya tentu banyak," jawab Humaira."Santri juga?" tanya Salma."Sebagian sih, iya."Humaira tidak sadar bahwa Salma bertanya untuk menjebak dan mengetahui seluk beluknya. Ia tidak ingin kecer
"Ditukar bagaimana?" tanya heran Salma setelah telepon dengan Asma ditutup. "Ini bagus banget Kak, coraknya. Mau aku buat topinya baby, boleh ya?" pinta Humaira. "Tanya ke Kak Fariz, ini dari dia soalnya." Salma menjawabnya dengan melirik Fariz. "Kak Fariz Tampan, boleh kan?" tanya Humaira. "Hhh, Humaira, Humaira …" Salma bergidik lagi mendengar ia mengucapkan dengan membawa tampan segala. "Jangan! Itu kan sudah dipakai Kakak kamu, jadi bekas, kan? Entar deh Kak Fariz kirim paket ke sini, butuh berapa dan desain sana modelnya," ucap Fariz. "Waaah. Terima kasih, Kak Fariz." Humaira langsung membuat desainnya. *** Kuliah Salma saat itu mengadakan sebuah perkumpulan, karena akan mengadakan kompetisi khusus tingkat Sekolah Dasar. Saat itu memperingati hari Pendidikan Nasional. Salma terlihat sangat sibuk ke sana kemari karena ia menjadi panitianya. Saat waktunya sudah pulang pun, Salma dan yang lain masih tetap di kampus. Sampai ponsel Salma kehabisan baterai tidak ia ketahui. Dan
"Minta tolong apa ya? Kok tumben tidak to the point," tanya Fariz. "Hehe … karena adik Pak Fariz sudah ada di Indonesia, apa boleh kami meminta dia untuk mendesain bangunan baru di sebelah sana sekaligus tempat anak-anak tingkat Sekolah Dasar lomba?" tanya Dorsin. "Hahaha … baiklah. Kalau untuk desain yang lebih ke anak kecil, memang dia ahlinya," tawa Fariz. *** "Cama, ada telepon dari pesantren Al-Mutakabbir," ucap Fariz. Salma segera mengangkat telepon tersebut. Tidak lain itu telepon dari Humaira. Ia bilang kalau saat itu malas sekali makan. "Humaira, jangan gitu ah. Kamu sayang orang tua dan guru kamu, kan? Coba cek di kitab Washoyamu di bab pertama. Beliau-beliau itu bahagia ketika melihatmu sehat, makan sana!" jelas Salma dari telepon. "Iya sih, Kak. Tapi, malas sekali karena waktu jam makan tadi, aku menghafal sambil desain topi baby," ucap Humaira. "Nah, itu salah dirimu. Kamu harus tanggung jawab dengan tubuh kami sendiri. Semua sudah dijadwalkan, bukan? Kenapa tidak
"Ummah, Naufal merebut keripiknya Aisyah," ucap Mumtaz. "Naufal kenapa merebut?" tanya Salma. "Habis, Naufal gak dikasih sendiri sama Daddy, huaaaaa." Naufal ini yang paling cengeng meskipun dia laki-laki. Kalau Mumtaz anak panti yang paling tidak bisa diam dan mulutnya suka bicara yang tidak baik. Sedangkan Aisyah, dia si paling pintar dan sabar. Sedangkan 'Izzi anak yang dulu terlihat penakut dan pemalu tapi sekarang malah jadi anak yang pemberani dan berjiwa pelindung. "Capa! Apa-apaan ini, kenapa Naufal gak kebagian?" Salma melotot ke Fariz. "Eh, maaf Sayang. Tadi langsung Daddy tinggal karena kebelet dan lupa deh kalau Naufal belum," jawab Fariz. "Daddy gak sengaja Sayang, entar biar diambilin lagi. Terus, siapa yang mengajari Naufal merebut? Sini deh mendekat dengan Ummah, kalau ingin sesuatu tidak boleh dengan cara yang buruk, okey?" Salma memegang samping kanan dan kiri kepala Naufal dan menatapnya dengan kasih sayang dan mengusap air mata Naufal. Salma menyuruh Naufal m
"Capa aja deh yang jawab," ucap Salma. "Sekarang juga sangat diterima," jawab Fariz dengan tawa dan diiringi tawa mereka semua. *** Fariz melihat Dorsin membungkuk di meja Salma sambil mengoperasikan laptop Salma di taman. Salma juga terlihat sedang konsentrasi melihat layar laptop. Freya juga berada di situ. Saat itu masih jam istirahat. Fariz sudah membawakan ice cream dan camilan kesukaan Salma. Tapi, malah melihat istrinya didekati dosennya. Ia jadi malas mau melanjutkan jalannya. Salma tahu sebenarnya kalau suaminya sedang berjalan ke arahnya. Tapi, pikiran isengnya mulai menggelora untuk mencoba melihat reaksi suaminya. "Pak Dorsin, sebentar ya itu ada suami saya," ucap Salma. "Oo, oke," jawab Dorsin. Salma berlari menghampiri Fariz yang berbalik badan. Tapi sepotong kayu tanpa ia lihat is sandung dan tersungkur ke tanah sampai tangannya menatap batu. "Capa, tunggu! Aw!" pekik Salma saat terjatuh. "Astaghfirullahal'adziim … Cama!" Fariz segera berbalik arah dan menolon
"Hahaha … itu pasti dong," jawab Fariz. "Kenapa begitu?" tanya Salma. "Karena pasti berusaha mendekatimu tanpa menyerah sampai luluh. Asal Cama tahu, Capa tuh tidak pernah jatuh cinta ke lain wanita seperti parahnya Capa jatuh cinta ke kamu. Kalau gak mau nikah ya otomatis dong aku pacarin," "Hahaha … parah! Memangnya Capa menganggap Cama cewek murahan yang mudah digoda? Huhh!" Salma mendengkus kesal. "Bukan, kamu cewek mahal. Kalau cewek murahan, aku gak mungkin jatuh cinta sama kamu," jawab Fariz. "Lalu, kenapa Clarissa dulu gak Capa nikahin?" "Yaa kalau menikah dengan dia, jadinya gak nikah sama kamu dong, Sayang. Sudah ah, jangan sebut nama dia!" Fariz paling tidak suka nama itu disebut. "Iya … iya. Tapi Cama tetap gak terima dibilang Capa pasti pacaran saat itu!" rajuk Salma. "Ehm … hahaha … maafin Capa … ini tuh bercanda tapi serius. Kan kamu minta pendapat, tapi yang pasti kita tetap pacaran setelah menikah." Fariz menatap istrinya. *** Fariz sedang ada urusan kerjanya
"Sudah pas kok. Capa di situ ketemu banyak cewek seksi kan?" ucap Salma. "Banyak banget, bahkan foto bareng mereka. Ada yang foto berdua saat di diskotik juga, mau tahu, nggak?" ledek Fariz. "Arrrghh! Capa tega banget, ke diskotik juga?" Salma langsung mematikan ponselnya karena sangat tidak suka dengan yang dikatakan oleh suaminya. Ia tak sanggup mendengar lebih lanjut dengan pengakuannya bersama cewek lain. Padahal sudah jelas, bahwa suaminya hanya bercanda saja. Ia terlalu menganggap semuanya serius karena ia juga terlalu khawatir dengan lingkungan bebas suaminya di luar sana. Fariz mencoba untuk menelpon lagi, beberapa kali baru diangkat oleh Salma. Fariz tertawa melihat ekspresi wajah istrinya menangis dan cemberut. "Hahaha ... percaya dengan ucapan Capa? Gemes banget kamu cemberut sambil nangis begitu, jadi rindu mencubit hidung kamu, Sayang," tawa Fariz. "Iiih Capa gak lucu! Sudah tahu istrinya lagi khawatir dengan kamu yang di alam bebas dengan berbagai macam orang. Awas
"Iish, kamu kok jadi lemot sih," ledek Fariz. "Lemot apaan? Hahaha ... Cama tahu sebenarnya," jawab Salma. "Apa coba? Kenapa nggak dilakuin?" Fariz terlihat merajuk. Salma paham sebenarnya kalau excited Salma itu diarahkan ke suaminya. Ia segera memeluk suaminya dan berterima kasih. Ternyata ia sengaja melakukan hal tersebut, tak lain untuk meledek suaminya sendiri. "Ini kan, yang Capa maksud? Kasihan, jeles sama kasur sekarang ... kalau dulu jelesnya sama tembok. Wkwkwk ..." Salma terkekeh dengan kejelesan suaminya. *** "Capa, ini buat apa alat-alat dan orang-orang ini mau apa?" Salma begitu heran melihat kru yang dibentuk Fariz untuk membantu Salma dan Freya dalam berdakwah melalui media online. Fariz tidak hanya memberi izin semata, tapi juga memfasilitasi dari segi kebutuhan teknologinya maupun manusianya. "Coba baca, baju mereka. Kalian balik badan semua!" perintah Fariz. "BESTIE FS." Salma membaca setiap orang yang memakai baju sama tersebut. Ia baru paham kalau adalah