Bu Teti adalah seorang ibu yang penuh perhatian dan penyayang. Dia selalu hadir untuk mendukung putrinya, Silvi, dalam setiap langkah kehidupannya. Bu Teti memiliki peran penting dalam keluarga dan merupakan sumber kekuatan bagi Silvi."Suatu hari, ketika ayah?mu sedang menjalankan ibadah haji di tanah suci, dia berdo'a dengan tulus. ayahmu sangat mengharapkan yang terbaik untukmu, Nak. Salah satu harapan terbesar yang dia sampaikan dalam do'a itu adalah agar kau mendapatkan pasangan hidup yang setia dan jujur." tutur bu Teti. "Ayahmu merasa sangat sedih ketika mengetahui bahwa suamimu, Yogi, telah mengkhianatimu. Ia ingin kau menemukan seseorang yang benar-benar mencintai dan setia kepadamu. Dia berharap agar kau dapat hidup bahagia dan mendapatkan kebahagiaan sejati dalam pernikahan." lanjut bu Teti. "Ibu sangat memahami perasaan ayahmu dan merasa berempati terhadap perjuangannya di tanah suci. Dia berusaha untuk menjadi pendukung utama bagimu, Nak. Ia ingin memastikan bahwa putri
Part 1Byuuur....Suara percikan air terdengar nyaring di kamar mandi, Silvi yang sedang memasak di dapur mengendap-ngendap menuju ke kamar tidur, menatap singgasana cinta Silvi dengan sang suami, Yogi. Tempat tidur terpampang indah dipandang mata, rapi dan tidak ada debu sedikitpun. Selimut terlipat indah, bantal menggembung berdampingan layaknya sejoli yang selalu setia bersama, dilengkapi dengan guling panjang terselonjor di atas kasur menambah lengkap suasana ranjang keluarga bahagia. Silvi melirik ke sana ke mari mencari sebuah benda yang hampir setiap waktu menjadi pusat perhatian suaminya, Yogi. Ya, benda itu adalah gawai yang lebih sering dipandangi dibanding dirinya, entahlah semenjak 3 tahun lebih menikah Silvi berusaha menjadi istri yang sempurna untuk Yogi, namun entah apa kekurangan Silvi sehingga Yogi lebih sering mengacuhkannya. Sesaat gawai milik Yogi bergetar hingga Silvi menemukannya, tangan lentiknya meraih gawai milik Yogi. Terlihat ada satu pesan masuk, ingin se
Part 2"Kamu suamiku, Mas, aku istrimu, kamu bilang orang lain?" Air mata membanjiri pipi mulusnya. Suara pelannya membuat Yogi terdiam."Sudahlah, jangan suudzon! itu hanya temanku, dia memang suka bercanda kayak gitu," Papar Yogi dengan wajah datarnya berusaha mendinginkan suasana. Silvi terpaku, air mata terus saja menghujan di pipi. Entah kenapa kali ini ia tak percaya perkataan suaminya itu. "Mas berangkat." Ucap Yogi datar. Silvi bangkit dari duduknya, sesaat ia menepis airmatanya. Segera menuju meja makan dan menata makanan yang sudah disiapkan untuk sarapan suami tercintanya. "Masak apa sih?" Tatap Yogi sinis. Dia tidak duduk di kursi meja makan, Yogi langsung mengambil sepatu pantofel dan memakainya. "Sarapan dulu, Mas! ini kan masih pagi, aku udah selesai masak sayur kesukaanmu." Rayu Silvi masih tetisak. "Nggak usah, aku nggak berselera," Jawab Yogi kesal. "Astagfirulloooh, kuatkan aku ya Allah," Lirih Silvi. Suasana ini terjadi lagi, sering kali usaha Silvi tak di h
Part 3Betul dugaan Silvi Tak lama kemudian Yogi kembali ke rumah. "HP kamu ketinggalan ya, Mas?" tanya Silvi lembut."Iya, kamu lihat dimana HP-ku?" Yogi terlihat panik. Mungkin dia khawatir Silvi menemukan rahasia lain di ponselnya. "Ini," Silvi menyodorkan ponsel Yogi tanpa senyum. Ada suasana kaku di antara suami istri ini. "Hari ini kamu langsung ke kantor, Mas?" tanya Silvi, padahal Silvi hanya ingin memastikan saja. "Tidak, hari ini ada rapat dulu di hotel Rodante," jawab Yogi. Sesaat Silvi merasa agak lega karena Yogi berkata jujur, dalam hati ia pun masih bertanya-tanya. "Mungkin aku hanya suudzon aja, nggak mungkin Mas Yogi membohongiku," Bisiknya dalam hati. "Rapatnya jam berapa, Mas?" Tanya Silvi. "Kamu banyak nanya ya? Sekarang lah, masa besok?" Jawab Yogi gusar. "Dah aku pergi lagi," Yogi langsung pergi meninggalkan Silvi. Ada sedikit keanehan yang disadari oleh Silvi."Kamu bohong, Mas." bisik Silvi. Segera Silvi mengambil ponselnya dan memesan ojek online. Un
Part 4Silvi kecewa, air mata yang sejak tadi membanjiri di pipi semakin menderas. Tak ada satu kata pun yang terucap dari bibir tipis Silvi, dia hanya terdiam mematung menatap suaminya dan menggeleng-gelengkan kepala pelan, kemudian berpaling dari dua orang ini. Dengan langkah yang tergopoh-gopoh Silvi pulang menggendong buah hatinya, sejenak Silvi menepis air matanya agar driver ojol tak melihatnya menangis. "Ayo Pak,” ajak Silvi kepada pengemudi ojol. “Ke mana, Bu?” tanya driver ojol itu. “Ke tempat yang tadi saya naik, Pak.” jawab Silvi. Dari belakang terdengar suara seseorang memanggil namanya. “Mbak Silvi, Mbak Silvi, tunggu!” Silvi menoleh ke belakang, dia melihat wanita cantik dengan ikat rambut seperti ekor kuda bergelantungan mengejar dirinya. Kulit mulus dan sangat modis terlihat jelas di matanya membuat hatinya semakin sakit, Silvi menyadari dirinya tidaklah secantik dia. “Aku tidak mau bertemu dengan wanitamu, Mas,” bisik Silvi dalam hati. “Pantas saja selama i
Part 5."Apa yang kamu lakukan? Sudah aku bilang jangan sentuh aku!" Mata Yogi menyala, amarahnya memecahkan heningnya malam. "Aku hanya ingin memelukmu, Mas, aku rindu sama kamu, dua minggu kamu di luar kota, apakah tidak ada setitik rindu di hatimu untukku, Mas?" Silvi menangis terduduk di lantai. Dia tertunduk dan memeluk kedua lututnya. "Sudahlah, jangan cengeng lebih baik aku pindah saja," Yogi meninggalkan singgasana cinta mereka dan pindah ke ruang tamu memilih tidur di sofa."Apa salahku, Mas? Kenapa kamu tidak mau menyentuhku? Bahkan aku memelukmu pun seolah-olah kamu jijik padaku, apa salahku, Mas? Sebuah pelukan saja sudah cukup bagiku. Hanya pelukan." rajuk Silvi. Keluh kesahnya tak di dengar oleh Yogi. Dalam isak tangisnya dia mengembalikan Viyo yang sudah tertidur lelap ke atas tempat tidur miliknya. Hal ini terjadi berulang-ulang pada dirinya selama 3 tahun. Banyak pertanyaan yang tak kunjung terjawab dalam benaknya, hingga Silvi mulai mengalah, ia merasa lelah.
Part 6 Hari itu ulang tahun Viyo, sebuah cake minimalis berhiaskan lapangan sepak bola lengkap dengan 11 miniatur pemain bola dan miniatur gawang indah menghiasi, sebuah kado besar dipegang oleh Yogi, seorang laki-laki memegang kue ulang tahun untuk Viyo yang sudah diberi lilin dan dinyalakan dari luar rumah. "Mungkin itu temennya Mas Yogi," pikir Silvi. Ya ini adalah jam pulang kerjanya Yogi jam 05.00 sore. Dua orang laki-laki ini membuat kejutan untuk putra semata wayang Silvi dan Yogi. "Viyo...," Panggil Yogi gemas. Viyo yang sedang asyik bermain bersama ibunya langsung berlari menyambut kedatangan ayahnya. "Papa...," Sambut hangat Viyo. "Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday to you," nyanyian ayahnya membuat Viyo sangat bahagia. Laki-laki itu menyodorkan kue yang sudah diberi lilin angka 3 yang menyala, Viyo langsung meniupnya dengan senang hati."Yey...," Sorak sorai Viyo menggema di seluruh ruangan rumah kontrakan se
Part 7 Vidio Syur Malam ini Yogi tidur dengan cepat, ponsel yang sering dia pandangi tergeletak begitu saja di dekat televisi. Silvi tidak lagi tertarik dengan ponsel itu, dia meraih ponselnya dan melihat halaman f******k miliknya. Tak ada pemberitahuan status terbaru dari Yogi, "Kok aku nggak bisa lihat statusnya Mas Yogi, ya?" bisik Silvi heran. "Ah mungkin Mas Yogi nggak pasang status hari ini, tumben," Pikirnya."Bentar, status yg kemaren aku komentari juga hilang?" Silvi merasa aneh. "Apa mungkin akunku di blokir?" Terka Silvi. Pekerjaan rumah sudah selesai dari tadi, biasanya setrikaan menggunung di akhir pekan, Silvi tak bisa tidur dia membuka komputer yang terpasang di kamarnya. Ia tidak gaptek, Silvi bisa mengoperasikan komputer sejak ia SMA, saat itu ia berharap ada satu game di komputer itu yang bisa mengisi waktunya malam ini. Klik... Klik... Klik... Silvi membuka folder-folder milik Yogi. Macam-macam, makalah, proposal, bahkan fotopun bertebaran dalam disk comput