Setelah acara berbagi dengan anak panti, mereka berlima langsung pergi ke rumah sakit. Untuk membawa anak panti yang terkena demam berdardah. Jordi yang sendirian, kini di kursi belakang diisi sang ibu dan anak itu. Jordi mulai panik, karena tiba-tiba sebelum berangkat sang anak demamnya menjadi tiga puluh sembilan derajat. Hampir setengah jam berkendara, kini mereka sudah sampai di rumah sakit tempat Daniel dan Jordi bekerja. Jordi pun langsung menggendong sang anak tanpa banyak kata. Daniel, Maura, Leonardo dan Elena juga bergegas untuk turun dari mobil. "Perawat, perawat siapkan brankar." "Perawat, perawat brankar cepat."Teriak Jordi memanggil para perawat yang berlalu lalang untuk segera membawa brankar. "Jo, tahan bentar bawa adiknya." Ucap Daniel berusaja menenangkan Jordi.Maura dan Elena berusaha menenangkan sang ibu panti. Karena tiba-tiba sang anak tersebut tiba-tiba tak sadarkan diri di gendongan Jordi. Tak lama setelah Jordi berteriak, beberapa perawat datang sambil m
Pagi harinya tiba, Leo dan Elena tengah bercengkrama di balkon kamar hote, setelah sepakat untuk stay di hotel semalam. Elena tengah menikmati hidangan sarapan paginya bersama Leo sebelum kembali ke rumah sakit untuk menemui Lala. Leo sempat mengajak Elena untuk pulang ke rumah, tapi Elena kekeh untuk kembali ke rumah sakit melihat kondisi Lala. "Mas kenapa senyum-senyum sendiri?" Tanya Elena ketika melihat Leonardo terus memperhatikannya."Mas seneng aja. Lihat ayang pipinya makin gimbul. Gemoy gemoy gitu lah yang." Leo memainkan pipi Elena dengan gemasnya."El makin jelek ya kalau makin bulet gini?" Tanya Elena sambil memanyunkan bibirnya."Enggak lah. Istri mas cantik banget malahan. Ayang sehat sama jagoan kita itu poin pertama. Mas, mau manggil bunda lah sekarang. Persiapan jadi orang tua." Leonardo menaik turunkan alisnya."Mas pengen panggilan apa nantinya?" Tanya Elena."Ayah bunda aja deh. Kayanya adem aja gitu dengernya." Balas Leonardo."Memang sih mas. Elena juga mau gitu
Mendengar kabar jika Elena dan Leonardo akan mengangkat anak angkat dari panti asuhan, keluarga Leonardo tidak begitu mudah mengizinkan. Mama Leo begitu ragu jika anaknya memiliki anak angkat. Karena mamanya belum sepenuhnya percaya jika anak dan anak mantunya bisa memberikan kasih sayang kepada Lala seperti anaknya sendiri.Saat ini, mama papa Leonardo berada di rumah sakit begitu juga ibu panti yang sudah merawat Lala sejak kecil. Dari cerita ibu panti, Lala memang sudah berada di panti mulai dari bayi. Ia menemukan di tempat yang tidak wajar untuk dimana bayi tersebut berada. Saat mendengarkan kabar jika Leo akan mengangkat Lala, rasanya berat jika harus melepaskan Lala."Ibu nggak percaya sama saya dan istri saya buat jadi orang tua Lala?" Tanya Leonardo ke ibu panti."Bukan nggak percaya, tapi ibunya Mas Leo juga belum setuju kalau mas jadiin Lala putri kalian." Jawab ibu panti."Kalau saya sih gak masalah bu, tapi cuma gimana caranya saya supaya bisa yakin kalau Lala bakal diber
Leonardo bergegas untuk keluar ruangannya, ia berencana untuk pergi ke rumah sakit untuk menemani Elena cek kandungan. Awalnya, Elena sudah meminta Leonardo untuk tidak pergi ke kantor. Tapi Leonardo menolak. Karena ada rapat penting paginya. "Bapak jadi ke rumah sakit?" Tanya Hans saat Leonardo sampai di lobi."Jadi Hans. Elena udah saya janjiin bakal saya temenin. Tapi saya gak langsung pulang kok. Saya balik lagi kesini. Nanti tolong jemput Lala ya! Sekarang jam sepuluh. Kelas Lala pulang jam dua belas." Leo menepuk bahu Hans. Perihal soal Lala, Hans sudah mengenal anak angkat Leo tersebut. "Wah siap pak. Sekalian nanti ada Miss Dela juga kan pak." Hans menaik turunkan alisnya."Giliran ada yang bening dikit. Langsung turn on dah. Yaudah nitip Lala. Bilang aja saya lagi ke rumah sakit nganter bundanya. Saya pergi dulu ya." Pamit Leo dan lansung bergegas keluar kantor."Iya pak. Hati-hati pak." Leo menuju rumah sakit tempat Daniel dan Jordi bekerja. Ia tidak menjemput dulu istrin
Pagi ini Lala dan Elena tengah berjalan-jalan ke swalayan untuk membeli kado ulang tahun teman Lala di sekolah. Mereka berdua pergi ditemani Dona tanpa Leonardo. Karena Leo harus pergi ke Makassar bersama Hans untuk menjalin kerjasama dengan rekan bisnis disana. Elena sebenarnya tidak ingin merepotkan Dona untuk menemaninya belanja, tapi Leonardo yang kelewat posesif hanya ingin memastikan jika istrinya itu terus baik-baik saja."Dona gak papa nih nemenin saya sama Lala belanja?" Elena berjalan sambil menggandeng Lala."Nggak papa nyonya. Tuan Leo kalau udah ngomong gitu saya nggak bisa nolak. Apalagi keselamatan nyonya sama nona juga penting. Tapi jangan lama-lama ya nyonya belanjanya. Tuan tadi sudah pesan begitu ke saya." Ucap Dona sambil menampilkan sederet gigi putihnya."Iya enggak kok. Ini cuma nyari kado buat teman Lala aja. Soalnyan katanya mau dirayain di sekolahan. Nggak enak kalau nggak bawa kado." Elena menuju ke salah satu pusat tempat baju untuk anak-anak."Non Lala nya
Diam-diam Angela siang ini berniat untuk pergi ke sekolah Lala. Ia ingin membawa Lala untuk mencelakai keponakan angkatnya itu. Kehidupan Elena yang bisa dibilang terlihat selalu bahagia membuat Angela tidak suka. Tanpa sepengetahuan Leonardo dan Elena, Angela sudah memarkirkan mobilnya di depan sekolah Lala.Awalnya Angela tidak tahu dimana Lala bersekolah, tapi ia mencari tahu lewat omanya yang sangat tahu betul tentang Lala. Angela sendiri tidak suka, karena omanya juga begitu menyayangi Lala. Saat ini pun, Jordan teman Leonardo juga belum saja mengajaknya menikah."Selamat siang bu, ada yang bisa saya bantu?" Tanya satpam sekolah Lala. "Oh itu pak. Saya nunggu keponakan saya. Namanya Lala kelas tiga pak kalau gak salah. Putrinya Leonardo sama Elena." Jawab Angela dibuat begitu meyakinkan."Kalau boleh tau ibu siapa ya?" Tanya satpam kembali."Saya tantenya pak. Tadi Leonardo minta saya buat jemput Lala. Dia ada kesibukan." Balas Angela."Oh iya deh bu alhamdulillah. Kebetulan ana
"Lo gak bisa bikin hidup Elena menderita Angela!!!" Angela membalikkan tubuhnya. Ia terkejut karena melihat Leonardo berdiri dengan tegas dengan kedua tangan mengepal di samping tubuhnya. Leonardo melangkahkan kakinya mendekati Angela."Wah ternyata orang berduit bisa nemuin penjahat kaya gue ya." Angela menepuk-nepuk tangannya."Lo mau apa kak? Apa yang lo mau dari hidup Elena? Lala yang gak ada salah apa-apa. Bahkan Elena gak ada salah ke lo, lo mau nyelekain dia." Leonardo meninggikan suaranya karena ia sudah tidak bisa sabar lagi."Gue pengen Elena mati!!" Teriak Angela dengan keras.Lala yang masih diikat dirinya terus merasa ketakutan. Ia tidak bisa mendengarkan nada kasar yang keluar dari mulut Angela. Lala masih terus menangis, terisak tiada henti."Sayang, sabar ya. Ayah akan bawa kakak pulang." Leo sudah ingin memeluk Lala."Bawalah dia pulang. Sebenarnya dia gak guna juga sih. Gue cuma pengen Elena mati." Angela melotot ke arah Leonardo."Kak, gue masih sopan ke lo ya. Lep
Leo nampak terus mendesah. Ia panik jika Elena tidak percaya dengan apa saja alasan yang dibuatnya nanti. Apalagi hari sudah semakin malam. Dia dengan putrinya belum kembali ke rumah. Lala sendiri baru sadar dari pengobatan trauma yang diberikan Daniel."Kakak, kakak tau kan kalau bohong itu gak boleh. Tapi kali ini, agah sama kakak harus bohong sama bunda. Jangan sampai bunda kepikiran ya!" Ucap Leo ke arah Lala yang duduk di sebelahnya."Iya ayah. Lala bakal berusaha juga buat ngelindungin bunda. Ayah nanti bilang aja kalau jalannya macet total. Terus kita bawa makanan kesukaan bunda yuk yah! Biar bunda seneng." Usul Lala."Oke kak. Bantu ayah ya kak buat ngelindungin bunda, sama ngelindungin adik-adik kakak yang ada di perut bunda." Leo mengusap rambut Lala dengan tangan kirinya."Siap ayah. Kakak Lala sayang sama bunda. Meskipun bunda bukan ibu kandung Lala, Lala bakal berusaha buat jagain ayah sama bunda. Ayah Lala mau pejam mata ya. Obat yang dikasih Om Daniel lumayan bikin ngan