Share

Istri Galaknya Om CEO
Istri Galaknya Om CEO
Penulis: Azizah Bounty

Bab 1. Kecelakaan

"Menyebalkan! Misi macam apa ini? Masa untuk mempertahankan jabatan CEO harus luluhin cewek asing, buang-buang waktu saja!" pekik pria itu frustasi setelah beberapa kali memandang dokumen yang berisi info tentang calon istrinya.

Meski hujan, Haidar bahkan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia masih tak menyangka dengan syarat yang diberikan keluarganya. Terlebih, dia jauh lebih muda dari Haidar!

"Aaaaaaaaaaaaa!"

Suara teriakan perempuan dari depan membuat Haidar terkejut. Ia segera mengerem mobil.

CIT!

Brugh!

Sayangnya, pengendara motor di depannya tetap terjatuh.

Oleh sebab itu, Haidar gegas keluar mobil dan menghampiri. "Sorry, sorry! Ada yang luka?"

Alih-alih menjawab, perempuan itu merintih kesakitan. Hal ini membuat Haidar terdiam dan terus mengamatinya.

Barulah dia tersadar sesuatu ....

Bukankah gadis yang dijodohkan dengannya?

"Malah bengong! Tolongin, woii!" teriak calon istri yang dijodohkan dengan dirinya secara diam-diam itu.

Saat ini, Ciara memang basah kuyup karena hujan deras yang mengguyur bumi. Untuk memastikan keadaannya, Haidar kembali ke mobil untuk mengecek kebenarannya.

"Kamu Ciara Basma?" Haidar membantu Ciara berdiri, untungnya hanya sedikit luka lecet.

"Iya, kok tahu? Om ini siapa?" tanyanya.

"Mmm, temen abinya kamu. Ayo ke mobil! Om obatin lukanya dan sekalian antar pulang," ungkap Haidar.

"Oke! Om harus tanggung jawab karena bikin Cia jatuh, tapi kita ngobrol dulu aja di teras!" pinta Ciara.

"Hhhh! Dasar perempuan!"

Melihat gadis di depannya itu, Haidar merasa sombong dalam dirinya. Ia menerka-nerka kalau meluluhkan gadis tersebut sepertinya tidak terlalu sulit meskipun tampangnya terlihat galak. Sampai-sampai tidak sadar, jika ia tersenyum manis ke arah Ciara.

"Hellooo! Cantik yaa ... aku? Sampai bengong dan senyum-senyum sendiri, jangan-jangan Om itu nak---"

'Payah! Bibir gak bisa dikondisikan!' batin Haidar.

"Iya, Om naksir sama kamu. Ya udah ke teras dulu untuk obatin luka sama ...."

Tidak ada seorang pun yang lewat menyeberangi hujan deras. Hanya ada mereka berdua yang kini duduk bersanding di teras warung. Haidar mengobati luka lecetnya Ciara kemudian memintanya untuk ganti baju.

"Sama apa! Om bukan orang jahat, kan?" tanyanya dengan ketus.

"Bisa jahat bisa baik, namanya juga manusia. Sama ... kamu harus ganti baju setelah ini!" Haidar menutup kembali obat merah dan bergegas untuk melepas kancing bajunya.

"Aaaaa, jangan!" teriak Ciara dengan menutup mata.

Haidar hanya tertawa melihat reaksi gadis cantik itu terlihat ketakutan. Belum tahu saja, kalau Haidar hanya melepas bajunya dan masih memakai kaos berlengan pendek. Saat itu juga, petir membuat Haidar kaget yang membuatnya hampir jatuh ke tubuh Ciara.

Dierrrr!

"Iiihhh! Om!" Ciara memanyunkan bibirnya dan menjauhkan diri dari Haidar. "Oh, Om masih pakai kaos, bilang dong dari awal!"

"Sorry ... ada petir, hahaha ... buruan ganti! Tuh, di sana ada kamar mandi!" perintah Haidar.

"Celana Cia basah, percuma! Gak mungkin juga kalau pakai punya Om meskipun Om rangkap tujuh celananya! Ogah banget!" sahutnya.

Jiwa-jiwa kesal Haidar mulai tumbuh lagi. Meladeni ucapan perempuan dan hanya berduaan? Sungguh perkara yang sangat menyebalkan dan mengganggu waktunya untuk hal-hal produktif. Namun, ia harus bisa mengontrol hal tersebut.

"Oh iya, di mobil masih ada celananya Om yang habis di-laundry, pakai itu aja!" seru Haidar.

"Celana cowok? Bajunya udah milik Om, gak maulah makai celana cowok! Pokoknya Om harus cariin celana cewek buat aku! Salah siapa main oleng bawa mobil!" omelnya.

"Argggh! Bisa diam, nggak!" bentak Haidar.

Bagi Ciara, bentakan laki-laki untuk perempuan itu sangat menyakitkan. Sekalipun itu bukan siapa-siapanya. Ia menunduk tanpa kata, berusaha mengibaskan rasa sakit hati dari bentakan Haidar.

"Tanpa bertemu Om pun, kamu sudah basah kuyup!" imbuhnya.

"Iya, basah ... tapi tidak sekotor ini!" Ciara meneteskan air mata.

"Huffft! Malah nangis!" keluh Haidar. Ia memesan celana ke toko saudaranya untuk segera diantar ke teras warung tersebut.

"Sama perempuan jangan gitu dong, Om! Sakit banget dibentak laki-laki tuh. Perasaan, temen Abi gak ada yang jahatin Cia!" racau Ciara.

Tidak ada obrolan untuk beberapa menit. Ciara terhanyut dengan rasa kesalnya kepada Haidar, begitu pula sebaliknya. Niat Haidar itu mau menolong supaya Ciara tidak kedinginan, tetapi sikap Ciara membuat Haidar semakin kesal saja. Ia pikir, perempuan itu akan tunduk dan bisa segera ia bujuk untuk diajak menikah.

Tiiinnn!

"Alhamdulillah, sudah datang," gumam Haidar.

Ia segera mengambil celana yang ia pesan tadi. Sekalian memanfaatkan keadaan, Haidar menyuruh temannya yang mengantar tersebut untuk mengawasi keberadaannya bersama Ciara, tanpa sepengetahuan Ciara. Haidar takut terjadi hal yang tidak diinginkan karena gadis di sampingnya itu sudah pucat.

"Nih, celana baru! Cepat ganti di kamar mandi sana!" Haidar menyodorkan bingkisan.

"Wuih, gercep amat ... tapi di kam---" ucapnya tersendat.

"Kamu takut di kamar mandinya? Minta ditemenin?" tanya Haidar dengan senyum samar.

"Bukan takut apalagi minta ditemenin! Risih ... dari sini aja kelihatan kotor banget!" keluh Ciara.

"Ya udah, ganti aja di mobil!"

"Nggak mau juga, di mobil sempit dan terlalu mudah untuk Om intip, kan lagi naksir sama Cia," sahut Ciara.

"Nggak usah kepedean. Kamu jangan banyak alasan karena nggak mau ganti baju dan ujung-ujungnya pingsan! Ada hal serius yang harus kita bicarakan, tolong dong gak usah memperpanjang masalah ganti baju!" bentaknya lagi.

Sebenarnya, ini seperti bukan Haidar yang berbicara. Ia bukan laki-laki yang mudah membentak perempuan dan maksud dia juga tidak untuk membentak Ciara. Kekhawatiran akan kesehatan Ciaralah yang sebenarnya ia ungkapkan. Karena dalam dokumen yang belum lama ia baca, calon istrinya itu tidak tahan dengan air hujan.

Di sisi lain, Ciara akhirnya mau ganti baju di kamar mandi. Suara mobil berpadu dengan indahnya gerimis yang masih saja membasahi bumi. Haidar mengantarkan calon istrinya tersebut untuk pulang. Untuk membuktikan keakrabannya dengan abinya Ciara, Haidar menunjukkan foto dan video kebersamaannya di London.

"Enak kan kalau sudah ganti baju?" tanya Haidar.

"Lumayan, tapi bau!" jawab Ciara.

"Hahaha, pasti bau cinta ... kamu Om ajak nikah mau, kan?" ungkap Haidar.

"N-nikah?"

Ciara tampak berpikir keras setelah melihat beberapa video Haidar bersama abinya dan ajakan menikah. Tidak mungkin lelaki jahat, jika dengan abinya saja dia kenal dan akrab. Itu sudah menjadi kunci Ciara saat mengenal laki-laki. Meskipun tadi sempet ia kira membentak, sekarang sadar kalau hal tersebut menjadi bagian dari kekhawatiran Haidar.

"Om beneran suka sama Cia? Atau terpaksa karena dijodohin Abi?" tanya Ciara.

"Beneran ... Om itu lagi nyari kamu, eh ... ketemunya pas jatuh. Biar Om lamar sekalian sampai rumah kalau Cia mau," jawab Haidar.

"Gak, ah! Ini pasti jebakan aja! Awas macem-macem! Mau tidur dulu, perut Cia sakit!"

Haidar memelankan laju mobilnya. "Mana ada kayak gini dibilang jebakan? Astaghfirullah! Sakit kenapa perutnya? Sakit pengen hamil?" goda Haidar.

"Iiih! Jangan ngaco ngomongnya!" teriak Ciara.

Haidar baru ingat. Selain Ciara yang tidak betah air hujan, ia juga tidak bisa telat makan. Konsentrasi menyetirnya kini pecah, antara memperhatikan setir dan Ciara yang terus saja merintih kesakitan, yang menyebabkan mobilnya tidak terkendali dengan baik.

"Awwww!" pekik Ciara dan Haidar sebelum lumuran darah mereka membasahi mobil.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lala Lala
Novel ini dari bab satunya sudah seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status